Hari ini Yuna sudah diperbolehkan pergi ke sekolah. Ia sangat senang karena bisa kembali berkumpul dengan teman-temannya. Namun, ada yang masih menjanggal dalam hatinya. Meski kejadian itu sudah terjadi empat hari yang lalu. Tetap saja Yuna tidak bisa berhenti memikirkannya.
"Selamat kembali ke sekolah, Yuna."
"Makasih Caca ku sayang," jawab Yuna gemas.
"Idiihhh! Sejak kapan lo bisa manggil sayang-sayang gitu? Mana pake 'aku' lagi." Caca mengerutkan mukanya. Ia merasa jijik dengan apa yang baru saja Yuna katakan.
"Sepertinya waktu di rumah, Yuna belajar tip-tip untuk pacara," ejek Dina.
"Ihh, apa sih?!! bela Yuna.
Sarah melihat-lihat sekeliling. Sesekali ia melihat ke luar jendela. Seperti ada seseorang yang ia cari.
"Kenapa Sar?" tanya Caca.
"Gue lagi nyari Yuda," jawab Sarah jujur. Matanya kembali menelisik setiap sudut. Kebetulan sekali kelas mereka XI IPS 1 bersebarang dengan kelas Yuda, XI IPA 5.
"Lo juga ikut-ikutan ngintilin si Yuda?" tanya Caca sembarang.
"Ya, enggaklah! Dia terlalu tinggi buat gue gapai. Jadi gue gak mau jatuh terlalu sakit." Ucapan Sarah ada benarnya. Yuna juga mengakui itu. Tapi sayang hati dan logikanya tidak berjalan seimbang.
"Gue mau ngasih liat ke Yuna. Siapa tau dia kangen sama Yuda." Sungguh! Teman yang ....
Yuna terkekeh pelan ketika mengetahui motif Sarah celingak-celinguk tanpa arah.
"Aahh itu dia!" histeris Sarah. "Dia sama teman-temannya. Kayaknya mau latihan basket," teriak Sarah lagi.
"Kita keluar aja yuk Yun." Caca meraih sebelah tangan Yuna. Ia berniat membawa Yuna keluar sekarang juga.
"Ke mana?"
"Ngeliat Yuda main basketlah! Gak mungkin 'kan buat ngeliat gue yang main? Dah yuk ah!" Caca langsung menarik Yuna tanpa pikir panjang.
Gadis yang ditarik itu hanya melenguh pelan. Kepalanya masih penuh dengan kejadian empat hari yang lalu saat ia tidak sengaja nge-reply story Yuda. Rasa malunya sudah menjalar ke nadi. Apalagi sebelum salah kirim itu ia jatuh di dalam kantin dan tepat di dekat Yuda.
"Angkat kepala Yun! Ngapain lo ccuma ngeliat kaki doang?" Kali ini Dina yang bersuara.
"Lo gak lagi dihukum loh."
"Ada apa sih Yun?" tanya Caca mencari tahu. Tidak biasa Yuna seperti ini, baginya. Biasanya saja Yuna pasti menjadi yang paling histeris di antara mereka jika menyangkut tentang Yuda.
"Lo malu karena jatuh di kantin waktu itu?" terka Sarah.
Caca memegang bahu kanan Yuna. "Gak papa Yun. Malah Yudah kadang nanyain ke kita tentang kabar lo. Karena setelah kejadian itu langsung tersiar berita lo masuk rumah sakit." Caca berusaha menjelaskan.
"Bukan itu," ucap Yuna pelan.
"Bukan itu?" tanya Caca.
Baik Caca, Sarah dan Dina, kini mereka saling bertukar pandang.
"Lalu apa?" Sarah kini duduk di samping Yuna. Mereka sedang berada di teras kelas. Dan setiap teras diberikan kursi panjang untuk duduk-duduk menikmati makanan atau sekedar mengobrol.
"A-anu...."
"Anu apa? Yang jelas Yuna.
"Gue gak sengaja nge-reply story-nya Yuda," keluh Yuna. Ia sedikit meringis menyesali perbuatannya.
"Terus?" tanya Caca lagi. "Apa salahnya?"
"Dia lagi bikin story kata motivasi gitu. Dan...." Caca dan yang lainnya membuka kedua telinga lebar-lebar. "....dan gue nge-send emotikon ketawa."
"Jelas banget kalau gue kek lagi ngetawain dia karena ngepost story itu. Dan kayaknya kata-kata itu dia buat sendiri. Gue ngeliat credit-nya," keluh Yuna.
"Sungguh! Malang sekali nasib lo Yun."
"Gue ikut prihatin."
"Gue juga."
"Yang sabar ya, Yuna."
Semua temannya hanya menggelengkan kepala atas insiden kali ini. Sepertinya Yuna memang tidak ditakdirkan untuk Yuda.
Tidak terasa sudah waktunya pulang sekolah. Waktu memang tidak terasa bagi siswa-siswi yang menghabiskan seluruh waktunya untuk bermain dan bertukar cerita. Namun itu tidak berlaku bagi Yuna. Baginya hari itu terasa sangat lama.
"Yuna, lo pulang naik apa?" tanya Caca yang masih sibuk memasukkan buku dan alat tulis ke dalam ras ranselnya.
"Mesan go-car aja kayaknya, Ca," jawan Yuna lemas.
"Ikut Pak Wei aja," saran Caca. "Satu arah 'kan?"
Yuna mengangguk. "Tapi takut ngomongnya gimana."
"Tenang. Gue bantu."
Di sinilah Yuna sekarang. Duduk di kursi belakang bersama Yuda. Iya, Yuda. Rupanya laki-laki itu ikut menumpang karena ban motornya yang tiba-tiba kempes. Untungnya rumah Yuda hanya berjarak beberapa rumah dari bapak Wei.
"Gimana kaki kamu?" tanya Yuda basa-basi.
"U-udah baikan," gagap Yuna.
Yuna tidak bisa menatap ke mana pun. Matanya hanya fokus menatap ke bawah. Ia tidak menyangka jika hari ini bisa satu atap mobil dengan Yuda. Bahkan duduk bersebelahan. Sungguh sesuatu yang tidak pernah ia bayangkan, apalagi setelah kejadian tempo hari. Rasanya Yuna ingin lenyap saja dari dunia ini.
Sepertinya aku telah melakukan banyak kesalahan di masa lalu. Hingga kini begitu sial, rutuk Yuna dalam hatinya.
To be continued
.
.
.
Je/Jen,
27 Maret 2021
KAMU SEDANG MEMBACA
7 Kenangan Terindah ✔
Teen FictionTeruntuk kamu.. Terima kasih sudah menjadi lampion dalam gelapnya malam.. Terima kasih sudah mengajarkan arti menerima tanpa mengharapkan imbalan.. Terima kasih.. Terima kasih sekali lagi.. Dari aku, sang pengagum rahasiamu. --- An Orific Genre: T...