Yuna terlihat asik memainkan benda persegi empat yang sudah berada di tangannya sejak 1 jam yang lalu. Tepatnya setelah bel pulang sekolah bersenandung ria. Iris hitamnya menatap lekat pada layar pemancar bluelight itu.
Terhitung sudah 1 bulan sejak pertemuan pertama Yuna dengan laki-laki yang mampu mengobrak-abrik hatinya. Yuna meluangkan seluruh waktunya hanya untuk mencari siapa sebenarnya laki-laki si pemilik senyuman manis, bagi Yuna.
Usaha tidak pernah mengkhianati hasil. Yuna berhasil mencari tahu seluk-beluk laki-laki itu. Namanya Yuda, dengan nama lengkap Yuda Abraham, adalah anak IPA 5 yang mengikuti eksul basket. Tidak salah jika laki-laki itu memiliki tinggi di atas rata-rata. Yuna dan Yuda, hufttt! Sungguh nama yang mirip.
Tidak hanya itu, Yuna juga berhasil menemukan akun sosial media mamanya Yuda. Dari sanalah Yuna mendapatkan info lebih tentang Yuda.
“Yun, tidak pulang?” tanya Caca yang mendapati Yuna yang duduk di bangku taman sembari tersenyum melihat layar ponselnya.
“Eh, Ca,” respon Yuna. Hanya itu!
Caca menaikkan sebelah alisnya. “Tidak pulang?” tanyanya lagi.
Tidak ada jawaban dari Yuna. Gadis yang jika dilihat dari tampilannya adalah seseorang yang elegan dan cerdas. Ya! Memang itu adanya. Namun ia akan melemah seperti pensil inul jika sudah berusan dengan laki-laki.
“Gue nungguin Yuda.” Tiba-tiba saja Yuna bersuara.
“Jangan bilang lo nungguin Yuda main basket?” Yuna mengangguk kegirangan sebagai jawaban.
Pletak!
“Otak pintar lu jangan digunain untuk hal-hal seperti ini.” Caca menjitak keras kepala Yuna. Alhasil gadis berambut panjang itu meringis kesakitan. “Ini hari Rabu. Dan jadwal ekskul basket itu setiap Selasa. Paham?”
“Ja-jadi?” Yuna memanyunkan bibirnya. “Ini Rabu, bukan Selasa?”
Caca menggelengkan kepalanya tidak percaya. Memang benar jika ada pepatah yang mengatakan kalau cinta dapat membutakan segalanya. Buktinya anak sepintar dan secerdas Yuna—yang sering memenang lomba—bisa menjadi blo’on hanya karena seorang laki-laki yang bahkan ia tidak tahu apa dan siapa Yuna itu sebenarnya.
“Dah Yun, pulang!”
Yuna masih saja menatap ke bawah. Ia merutuki dirinya sendiri karena salah mengira ini adalag hari apa.
“Baru gini aja lo udah lupa ini hari apa, bagaimana nanti Yun? Bisa-bisa lu lupa jalan pulang ke rumah,” rutuk Caca.
Yuna melebarkan matanya tiba-tiba.
“Jangan bilang lu beneran lupa jalan pulang?”
“He’em,” jawab Yuna jail sembari menatap Caca dengan tatapan sok imut.
”Astaga Yuna! Lama-lama gue juga ikutan stres ada di sebelah lu!” Caca berdiri dan langsung berjalan meninggalkan Yuna yang masih menatapnya.
Yuna cekikikan melihat tingkah sahabatnya. Ia masukkan ponsel pintarnya ke dalam tas punggung. Dilanjutkan dengan meletakkan sebelah tali tas ke atas pundak kanannya. Yuna mengejar Caca yang sudah semakin menjauh dari pandangannya.
“CACA TUNGGUIINNN!” teriak Yuna.
Bukannya memperlambat, Caca semakin mempercepat langkah kakinya.
“Ishh Caca! Tungguin! Gue gak hilang ingatan. Gue cuma bercandaaaa!”
Hari itu diakhiri dengan kejar-kejaran antara dua sahabat itu. Yuna bersyukur ia bisa memiliki sahabat sebaik dan secerewet Clarissa.To be continued
.
.
.Je/Jen,
23 Maret 2021
![](https://img.wattpad.com/cover/246294041-288-k794308.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
7 Kenangan Terindah ✔
Ficção AdolescenteTeruntuk kamu.. Terima kasih sudah menjadi lampion dalam gelapnya malam.. Terima kasih sudah mengajarkan arti menerima tanpa mengharapkan imbalan.. Terima kasih.. Terima kasih sekali lagi.. Dari aku, sang pengagum rahasiamu. --- An Orific Genre: T...