Faye tidak lupa tentang kondisi Ardan yang terlalu istimewa, mereka mengobrol seperti orang biasa. Padahal di balik sana, Ardan lupa melepaskan alat pendengarannya. Ia terlelap begitu nyenyak saat Sabit menggendongnya. Banyak hal yang mereka bicarakan, terlebih mengenai kisah cinta Panji yang mendadak ingin menikah, apalagi saat melihat wajah Pitter yang begitu semangat ketika Ardan bercerita tentang murid baru yang sangat lucu, banyak sekali yang Ardan dan Faye habiskan malam itu, sampai mereka lupa di balik sana ada Panji yang mengintip perbincangan menyenangkan kedua adiknya.
Pagi ini, semua sudah kembali seperti biasa, bahkan subuh tadi teman-teman mereka sudah pulang sebelum si pemilik terbangun.
"Kak bangun, lo nggak ada kegiatan hari ini?"
Faye tidak lupa tentang kondisi Ardan, bersyukurnya Ardan tidak sulit untuk dibangunkan. Terlebih ia sadar keadaannya tidak sama seperti yang lain. Cowok itu pun membuka matanya, lalu duduk perlahan dibantu oleh Faye yang lebih dulu beranjak dan berdiri di sebelah tempat tidur kakaknya. Ardan mendongak, lalu mengusap wajahnya pelan kemudian menyibak rambutnya begitu santai.
"Lo bisa denger gue ?" Ardan diam, memperhatikan gerak tangan yang Faye lakukan. Faye tidak pernah melupakan bagaimana Ardan ketika bangun tidur, cowok itu tak akan pernah menangkap apa pun jika nyawanya belum terkumpul semua. Faye hanya mendesah lalu mengambil alat bantu dengar milik Ardan kemudian memasangkannya di telinga sang kakak.
"Capek, ya, Kak?"
Ardan mengerutkan keningnya, ia tak mengerti apa yang Faye katakan. Ia hanya terkejut saat Faye menggenggam jemarinya kemudian mengusapnya dengan lembut.
"Maafin gue, selama ini gue belum bisa buat lo bahagia, Kak. Gue nggak tahu harus bilang apa selain maaf, padahal lo udah berusaha sebisa lo biar gue nggak ngerasa kehilangan Mami."
Ardan tersenyum lalu menarik sebelah tangannya untuk mengusap sebelah pipi adiknya. Cowok itu tampak lesu, setelah kemarin bertemu dengan Aries yang menggabiskan banyak tenaganya.
"Gini nih, kebanyakan makan es krim, otak lo ditaro di kulkas kayakanya. Sejak kapan gue ngajarin lo, buat jadi orang lemah begini sih?"
"Nggak gitu Kak, tapi gue ngerasa gagal aja jadi adik, padahal lo lagi kesulitan, harusnya gue yang cari lo, bukan mereka."
Ardan menggeleng kuat, ia sama sekali tidak suka mendengar rasa bersalah yang keluar dari mulut adiknya. Ardan juga tidak suka kalau Faye meras terbebani. Yang ia ingin hanyalah Faye selalu tetap tersenyum, tak lebih.
Ardan pun merengkuh tubuh adiknya masuk dalam pelukannya. Di sana Faye benar-benar menumpahkan semua kesedihannya sejak kemarin. Faye sungguh takut kehilangan Ardan, baginya Ardan adalah rumah ketika pijaknya mulai menghilang, ketika tawanya mulai memudar, ketika ia bosan dan berakhir kesal pada dirinya sendiri. Ardan selalu ada di sana, bersamanya meski ia tahu selain Ardan pasti di balik itu semua Panji tetap bersama mereka.
Sejak kecil Faye hidup bersama kedua Kakaknya, meski ia tahu keduanya memiliki kesibukan masing-masing. Faye juga tak pernah mengeluh ketika ia harus dittipkan pada Pitter yang begitu menyayanginya. Bahkan sampai detik ini Pitter masih menjadi sosok Kakak terbaik walau bukan saudara kandung untuknya.
"Gue nggak suka lo buang-buangin air mata cuma buat menangin kontes FTV di Indosiar, udah sana mandi, bau banget lo," celetuk Ardan ketika melepaskan pelukannya dan mendorong adiknya pelan.
Faye merasa terhina dengan ucapan Ardan yang luar biasa, ia tak terima, bahkan Faye membalas ucapan Ardan dengan sentilan maut tepat di kening kakaknya.
"Sakit woi!"
"Makanya Kak, kalau ngomong di saring dulu, di dapur ada saringan beras punya Kak Ola, pinjem aja sana, iklas gue."
![](https://img.wattpad.com/cover/256542966-288-k14174.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
ANCHOR ✅
Подростковая литература(Revisi) Faye Orion Ardanu. Si Bungsu dengan segala hal yang menarik perhatian orang banyak. Faye hanya perlu berkata tapi sulit untuk melakukannya. Dia hanya perlu merasakan tanpa peduli akibatnya. Besar bersama dua orang Kakak yang luar biasa, set...