14. Lepas Kendali

171 18 8
                                    

Seperti penjual di pinggir jalan, seperti itulah keadaan Ardan saat Faye masuk ke dalan kamarnya. Anak itu menatap lekat setiap sudut kamar yang tertata rapi. Tapi, di sisi lain, ada Ardan yang duduk di kursi rodanya menghadap ke jendela. Cowok itu tampak diam  bahkan terlihat sangat tenang sambil memejamkan kedua matanya. 

Faye pun melangkah mendekati Ardan. Perlahan tangannya melingkar manis di leher Ardan. Cowok itu pun  membuka matanya dan menoleh ke belakang di sana Faye sudah meletakkan kepalanya di bahu Ardan. Mengingat bagaimana kejadian saat Aries datang ke rumah mereka.

"Kak, maafin gue." Pelan suara Faye membuat menghela napas. Ia tak bisa terlalu lama marah pada Faye. Mengingat anak itu telah banyak membantunya. Bahkan semalam, Faye rela bangun telah malam ketika semua orang terlelap. Alasannya hanya karena tak bisa jauh-jauh darinya.

Pagi ini pun sama. Keterbatasannya dalam bergerak sangatlah merepotkan banyak orang, tapi Faye akan melakukannya dengan senang hati sebelum ia berangkat sekolah. Ia tahu kalau Yola sibuk, Panji pun demikian. Bahkan setelah Pitter pamit untuk pergi di pagi buta sebelum yang lainnya terbangun.

"Kita sarapan yuk, lo belum makan dari kemarin, nanti lo sakit, Kak." Tentu Ardan tahu itu, semalam karena ia telat makan asam lambungnya naik. Untung saja Pitter sedang ada di sana.  Tidak hanya itu, karenanya Pitter jadi mengomel mengingat Ardan masih juga belum berubah.

"Hari ini lo ke sekolah jam berapa?" kalimat yang justru membuat Faye mengerjap. Ia pun merubah posisinya, kini berjongkok di hadapan Ardan.

"Lo barusan ngomong sama gue?"

"Bukan!"

"Tadi, lo nanya gue berangkat jam berapa, tumben?"

Jika saja bukan adik, mungkin Ardan sudah menjambak rambut Faye dengan keras saat ini. Adiknya begitu menyebalkan, ingin sekali menelannya hidup-hidup.

kali ini Ardan tak banyak bicara, ia hanya ingin sendiri, itulah yang bisa Faye lihat ketika  Ardan kembali terdiam seperti sebelumnya.

Baginya kedatangan Aries kemarin sangat berpengaruh, terlebih saat tahu kalau Gusti adalah saudara tirinya. Semua semakin kacau dan semakin membingungkan.

Pagi-pagi sekali Gusti telah menelponnya sebanyak 20 kali, dan pesan singkat yang sama, entah ada berapa. Yang pasti Faye sangat jengkel dibuatnya. Kini, di meja makan pun hal yang sama kembali membuatnya kesal.

Usai keluar dari kamar Ardan, Faye berniat untuk menghampiri Panji sebelum berangkat ke sekolah, hanya saja ketika ia tahu kalau di rumah ada Gusti, semua niatnya telah punah. Ia pun dipaksa untuk duduk bersama di satu meja makan yang sama dengan Gusti.

Mungkin akan lebih baik jika Gusti tidak menampakkan wajahnya lagi di hadapan Faye, itu harapannya. Tapi Panji justru mengundangnya untuk sarapan bersama. Sungguh menyebalkan.

☄️☄️

"Jangan sentuh gue!"

Sejak dua puluh menit lalu, setelah Faye dan Gusti pergi, Ardan justru menghindar dari Panji. Ia memberi jarak setelah tahu kalau apa yang dilihatnya kemarin tidak salah.

Ardan sempat melihat Aries mengobrol dengan Panji ketika ia dan Nakula tak sengaja melintas di sebuah mall. Di sana Ardan melihat seseorang di dalam mobil tengah duduk santai. Awalnya Ardan tak yakin dengan apa yang dilihatnya,  tapi ketika ia mendengarnya langsung dari Panji, semua rasa kecewanya kembali hadir. Belum lagi, saat Aries datang kemudian mengatakan banyak hal.

"Gis, lo boleh marah sama gue. Tapi tolong, sekali aja dengar gue, hari ini lo ada jadwal kontrol sama dokter Thoriq. Apa lo mau bolos lagi?"

Tidak untuk saat ini, Ardan tidak ingin membolos, bahkan ia lupa terakhir bertemu dengan dokter Thoriq sekitar bulan lalu setelah ia kembali dari rumah khusus.

ANCHOR ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang