PULSE - 18

31.8K 2.9K 38
                                    

Sesya berjalan keluar kelas seorang diri sebab Jessica dan Mira sudah lebih dulu pergi, mereka akan ke perpustakaan terlebih dulu sementara Sesya akan menunggu di kantin. Sebelum mencapai lift, terdengar sebuah suara yang memanggil namanya membuat langkah kaki Sesya terhenti dan menoleh. Ia melihat Anjar yang berjalan ke arahnya dengan sedikit berlari kecil. Sepertinya gadis itu tahu apa yang ingin dilakukan Anjar.

"Sya, gue mau ngomong dong sama lo."

"Ya ngomong aja."

Anjar berdecak. "Enggak di sini, enggak di kantin juga."

"Terus dimana?"

"Ayo ikut gue." Anjar menarik tangan Sesya agar mengikutinya namun dengan cepat gadis itu kembali menarik tangannya.

Sejak kemarin Anjar memang mengajak Sesya untuk berbicara berdua. Namun kemarin Sesya menolak karena harus buru-buru ke tempat kerja. Ia sendiri tidak tahu apa yang ingin dibicarakan Anjar tetapi pria itu mengatakan ada hal penting yang ingin ia bicarakan. Entah hal penting apa yang dimaksud Anjar. Tetapi jika memang Anjar ingin membicarakan mengenai perasaannya pada Sesya, sungguh, gadis itu tidak tahu harus bagaimana sebab sampai dengan saat ini perasaannya masih sama.

Ternyata Anjar mengajaknya ke café yang berada di dekat lingkungan kampus—café Mang Kibo, begitu para mahasiswa menyebutnya. Sesya benar-benar tidak mengerti mengapa Anjar harus mengajaknya ke café seperti ini untuk berbicara, padahal mereka bisa bicara di kantin atau pun disekitaran kampus lainnya. Ia jadi semakin penasaran hal sepenting apa yang ingin dibicarakan Anjar sampai harus keluar area kampus seperti ini.

Café Mang Kibo memang tidak pernah sepi pengunjung yang memang semuanya mahasiswa kampus. Wifi gratis, makanan minuman enak dan murah, tempatnya cozy buat nogkrong sudah pasti itu akan menjadi tempat terindah untuk para mahasiswa. Bahkan sering dijadikan tempat untuk bolos mata kuliah. Seperti saat ini contohnya, ramai dengan mahasiswa yang sudah menempati kursi mereka. Ada yang sedang mengerjakan tugas, ada juga yang sedang mengobrol.

Anjar menyapa beberapa teman-temannya yang sedang nongkrong di sana. Anjar memang cukup dikenal di kampus karena ia aktif di beberapa organisasi, selain itu pembawaannya yang supel membuatnya mudah berteman dengan siapa saja. Karena berteman dengan seseorang yang terkenal di kampus, Sesya pun jadi ikut dikenal oleh mahasiswa dari fakultas lain. Ya, itu semua karena ia berteman dengan Anjar.

Sementara Anjar memesan pesanan, Sesya mencari tempat duduk yang kosong. Ia menuju meja dan kursi yang berada disudut ruangan yang baru saja ditinggalkan pengunjung sebelumnya. Selagi menunggu Anjar kembali, Sesya mengeluarkan ponsel lalu mengirim chat pada Jessica, ia memberi kabar kalau dirinya bersama dengan Anjar saat ini. Ia hanya takut dua sahabatnya itu mencari-cari dirinya karena sebelumnya mereka janji bertemu di kantin. Setelah itu Sesya membalas chat dari Regan yang ia terima sekitar lima belas menit yang lalu.

Tak lama berselang, Anjar kembali lalu duduk di hadapan Sesya dengan membawa nampan berisi makanan dan minuman pesanan mereka. Sesya mengaduk-aduk es teh manis dengan sedotan lalu menyeruputnya, ia melirik Anjar yang sedang fokus dengan ponsel—membalas chat. "Lo mau ngomong apa sih?"

Pria itu meletakkan ponsel dimeja lalu ikut menyeruput es teh manis miliknya. "Ada yang mau gue tanyain sama lo." Ia menggeser sedikit gelas minumannya. "Lo ada hubungan apa sama Pak Regan?"

Pertanyaan Anjar membuat gadis itu hampir tersedak. Matanya langsung menatap pria dihadapannya dengan tatapan tak percaya. Ia yang mudah sekali panik langsung merasa gugup diiringi dengan debaran jantungnya yang tak biasa. Bagaimana bisa Anjar menanyakan pertanyaan seperti itu? Pasti ia memiliki alasan dibaliknya. Tetapi apa mungkin ia mengetahui kedekatannya dengan Regan, bagaimana bisa, sementara saat di kampus mereka tidak menunjukkan kedekatan apa. Hanya sebatas dosen dan mahasiswa.

Pulse [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang