PULSE - 26

31.7K 2.6K 34
                                    

Update sekarang deh yuk supaya penasarannya enggak kelamaan. Tapi jangan sedih baca bagian terakhirnya ya.

Happy reading!

***

Sinar sang mentari terlihat menyusup masuk melalui celah gordyn kamar. Di tengah ranjang masih terlihat seorang gadis yang bergelung manja dengan selimut. Kemudian dahinya mengernyit begitu sinar mentari menyorot langsung wajahnya. Tangannya menggapai selimut yang ia gunakan untuk menutupi wajah. Sesya tahu kalau hari sudah pagi bahkan matahari sudah mulai meninggi tetapi hari ini weekend, ia ingin bersantai dan bermalas-malasan. Sebab di weekend saja ia bisa bermalas-malasan dan bangun siang seperti ini.

Baru saja gadis itu hendak kembali melanjutkan tidur sudah terdengar suara ketukan pintu yang samar-samar terdengar. Ia menyibak selimut dan memasang telinga berusaha meyakinkan diri kalau pendengarannya salah. Namun sayangnya telinganya masih berfungsi dengan baik sebab suara ketukan tersebut kembali terdengar jelas. Sungguh, siapapun seseorang dibalik pintu tersebut, tak bisakah ia datang siang hari nanti, Sesya masih ingin bergelung manja di ranjang. Ia pun kembali menutupi wajah dengan selimut berusaha mengabaikan ketukan pintu.

Namun sayang, tamunya pagi ini tidak mudah menyerah begitu saja. Bukannya pergi karena tak kunjung dibukakan pintu tetapi suara ketukannya malah semakin jelas terdengar. Dengan sangat terpaksa Sesya menyibak selimut lalu membawa tubuhnya beranjak dari ranjang seraya mendengus sebal. Setelah subuh tadi ia sudah berniat akan bangun siang namun rencana hanya tinggal rencana karena ada seseorang yang berhasil menggagalkannya. Ingin sekali rasanya ia mengumpat untuk seseorang tersebut.

Dengan wajah yang sedikit cemberut, gadis itu menyibak gordyn jendela disisi pintu utama. Matanya yang sebelumnya belum terbuka sempurna langsung terbuka lebar begitu melihat seseorang yang berdiri dibalik pintu. Seketika umpatan kasar yang ingin sekali ia ucapkan pada seseorang yang sudah berhasil mengganggunya harus kembali ia telan. Rasa panik langsung mendera Sesya, ia menatap dirinya yang masih mengenakan piyama tidur lalu menatap jam dinding yang sudah menunjukkan pukul sembilan. Bagaimana ini?

Bagaimana mungkin Dewi sudah berada di rumahnya dijam seperti ini. Untuk apa dan mau apa? Apa yang akan dipikirkan Dewi nanti jika melihat dirinya masih mengenakan piyama dengan wajah bantal dan rambut yang masih berantakan disaat hari sudah beranjak siang seperti ini. Ah, Sesya benar-benar malu harus bertemu dengannya disaat dirinya masih kusut seperti ini. Tetapi ia juga tidak mungkin membiarkan Dewi begitu saja, tidak sopan jika tidak membukakannya pintu. Bagaimana jika nanti ia menelepon Regan dan memintanya menyusul? Tidak, Sesya tidak ingin hal tersebut terjadi.

Dengan gerakan cepat Sesya merapihkan rambut yang berantakan dengan jemari tangan lalu berusaha bersikap tenang. Kemudian tangannya memutar kunci dan membuka pintu. Hal pertama yang ia lihat adalah Dewi yang seperti menghela nafas lega begitu pintu terbuka. "Tante?"

"Ya ampun Sesya, tante hampir aja panggil orang-orang karena kamu enggak buka pintu. Tante takut kamu kenapa-napa."

Sesya tersenyum meringis. "Maaf ya tante, ketiduran habis subuh tadi. Nunggu lama ya tante?"

Dewi tersenyum maklum lalu melangkah masuk begitu Sesya mempersilahkannya. Wanita paruh baya itu duduk di sofa yang ada di ruang tamu sementara Sesya sibuk menyibak gordyn jendela. Ia bersyukur dengan keadaan rumahnya yang rapih sehingga tidak membuatnya repot harus merapihkan barang-barang yang berserakan. Lagipula Sesya memang seseorang yang sangat mencintai kerapihan, ia akan sangat sebal jika melihat banyak barang yang berantakan dan tidak sesuai dengan tempatnya.

Pulse [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang