PULSE - 40

27.1K 2K 16
                                    

Weekend. Jam menunjukkan pukul delapan pagi, Sesya menyibak selimut lalu beranjak dari ranjang dan melangkah gontai menuju kamar mandi. Begitu keluar dari kamar mandi wajahnya terlihat lebih segar. Gadis itu menuju dapur lalu membuka kulkas, meneliti bahan makanan yang bisa ia jadikan sebagai sarapan. Tangan kanannya bergerak mengambil dua buah telur, smoke beef serta keju yang akan ia gunakan untuk membuat sandwich.

Sambil membuat sarapan untuk dirinya sendiri, indera pendengaran Sesya terpasang mendengarkan berita hari ini melalui tayangan televisi. Setidaknya dengan begitu ia tidak akan ketinggalan berita. Rencana Sesya hari ini ia tidak akan kemana-mana karena Regan pun mengatakan kalau ia ingin bertemu dengan salah satu temannya yang datang dari Bali dan sedang berada di Jakarta. Pria itu akan pergi dengan Danang.

Sebelumnya Regan juga mengajak Sesya tetapi ia menolak karena ingin menyelesaikan revisian skripsi. Meskipun Regan kekasihnya tetapi Sesya bukan seseorang yang harus ikut kemana pun pria itu pergi. Sesya tetap menghargai Regan yang juga membutuhkan waktu untuk me time atau pun pergi bersama teman-temannya—sama seperti dirinya. Selama mereka berpacaran pun Regan tidak pernah melarang Sesya untuk pergi dengan teman-temannya, selama Sesya mengatakan akan kemana dan dengan siapa, itu sudah cukup.

Ah, Sesya hampir saja lupa kalau hari ini Mbak Dina akan datang ke rumahnya. Sekedar ingin main saja karena sudah lama juga ia tidak datang ke rumah Sesya. Lagipula menurut Sesya ini waktu yang tepat sebab ada hal yang ingin Sesya tanyakan padanya. Mbak Dina memang sudah ia anggap seperti kakaknya sendiri yang selalu ia mintai saran tiap kali ia merasa bingung. Namun karena kesibukan Mbak Dina dengan pekerjaannya membuat mereka jarang bertemu.

Selesai menghabiskan sarapan, Sesya lanjut merapihkan rumah agar terlihat lebih rapih. Biasanya ia akan merapihkan rumah lebih dulu baru kemudian menikmati sarapan. Namun, karena tadi ia sudah begitu lapar, Sesya pun memilih untuk sarapan lebih dulu. Begitu selesai dengan pekerjaannya, ia menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya.

Bertepatan dengan Sesya yang baru selesai mandi, terdengar suara pintu yang diketuk beberapa kali. Dengan handuk kecil di kepala yang ia gunakan untuk menggosok-gosok rambut yang basah ia melangkah menuju pintu utama. Begitu pintu terbuka terlihat Mbak Dina yang langsung mengumbar senyuman lebar. Sesya pun balas tersenyum lalu mempersilahkannya masuk.

Sementara Mbak Dina sudah duduk di sofa ruang tamu, Sesya menuju dapur membuatkannya minum lalu kembali dengan membawa segelas minuman dan diletakkan di meja. "Mbak ganggu waktu libur kamu ya?"

"Ya enggak lah Mbak, lagian hari ini aku emang enggak ada rencana mau pergi."

"Enggak pergi sama Regan?"

Kepala Sesya menggeleng. "Mas Regan lagi ada janji sama temannya."

Terlihat Mbak Dina yang menganggukkan kepala mengerti lalu menyeruput minuman dengan Sesya yang sibuk menggosok-gosok rambut dengan handuk. "Sya, jadi kemarin gimana, cerita dong sama Mbak." Ucapnya begitu kembali meletakkan gelas dimeja.

Dahi Sesya mengernyit tidak mengerti. "Gimana apanya, Mbak?"

"Itu yang Regan lamar kamu. Dia beneran lamar kamu kan?"

Gerakan tangan Sesya yang menggosok-gosok rambut dengan handuk terhenti. "Mbak tahu darimana?"

Perempuan itu berdecak lalu berpindah duduk di samping Sesya agar mengobrolnya lebih enak, ia mengambil bantal sofa lalu memangkunya. "Ya tau lah, Sya. Sebelum Regan lamar kamu, dia itu datang dulu ke rumah—buat ketemu sama om dan tante, minta restu."

Satu fakta yang baru saja Sesya ketahui dan kalau saja Mbak Dina tidak menceritakan hal tersebut sampai kapan pun Sesya tidak akan tahu hal itu. "... Regan bilang dia mau melamar kamu tapi sebelumnya mau minta restu dulu dari om dan tante."

Pulse [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang