Pukul enam pagi. Sesya baru saja membasuh wajah setelah bangun tidur setengah jam yang lalu. Ia memang sudah bangun sejak tadi dan terlalu malas beranjak dari ranjang. Yang dilakukan gadis itu sejak tadi hanya lah menatap layar ponsel yang tak menunjukkan tanda-tanda chat masuk dari seseorang yang ia tunggu. Namun, sampai dengan saat ini seseorang yang ia tunggu belum juga menghubunginya.
Sejak kemarin sampai dengan pagi ini perasaan Sesya tetap sama, ia merasa sedih dan bersalah setelah mengatakan yang sejujurnya pada Regan. Bahkan tidurnya pun menjadi tidak nyenyak. Ia terus memikirkan apa yang akan terjadi setelahnya terutama dengan sikap Regan padanya. Berbagai pemikiran buruk sudah memenuhi benak Sesya bahkan untuk pemikiran paling buruk sekali pun dan dengan memikirkan itu saja sudah membuat mata Sesya berkaca-kaca.
Gadis itu kembali duduk di tengah ranjang, ia menyambar ponsel lalu membuka room chatnya dengan Regan. Dua centangnya sudah berubah warna menjadi biru sejak tadi tetapi tak ada tanda-tanda darinya yang akan segera membalas chat. Sesya berusaha berpikir positif mungkin pria itu sedang bersiap-siap menuju kampus. Namun, biasanya Regan tak seperti itu, ia akan langsung membalas chat Sesya sebelum dirinya bersiap-siap bahkan lebih sering Regan yang terlebih dulu mengiriminya chat saat dipagi hari.
Sesya sangat tahu dan sudah sangat bisa menebak kalau Regan marah padanya. Atau mungkin bukan marah tetapi kecewa setelah mendengar semuanya. Namun, saat kemarin pun Sesya seperti tak memiliki kesempatan untuk terus menyembunyikan hal tersebut. Sebab sepertinya Regan pun sudah menyadari sikap Sesya yang sedikit berbeda setiap kali membahas pernikahan. Walaupun kemarin Regan tidak banyak bicara tetapi Sesya yakin kalau pria itu begitu kecewa padanya.
Sementara itu diwaktu yang bersamaan namun berbeda tempat, terlihat seseorang pria berkemeja yang duduk dibalik kemudi dan nampak serius menyetir mobil membelah jalanan ibukota dipagi hari. Ia sedang dalam perjalanan Jakarta-Serang karena harus mengikuti workshop hari ini. Kalau bukan karena ponselnya yang berbunyi saat Danang menghubunginya tadi, bermaksud meminta nebeng, sudah bisa dipastikan Regan akan terlambat bangun.
Bahkan ia menyiapkan semua barang-barangnya ke koper saat pagi tadi dengan terburu-buru. Semalam ia pulang begitu larut setelah menyelesaikan semuanya. Lalu begitu tiba di apartemen, ia tidak langsung tidur karena otaknya seakan terus berpikir. Apa keputusan yang ia ambil ini benar? Pertanyaan itu seakan terus berputar-putar dikepalanya. Namun ia terus meyakinkan diri jika memang inilah keputusan yang terbaik—untuknya dan Sesya.
Regan sama sekali tidak pernah mengira kalau selama ini Sesya belum siap untuk menikah. Namun sejak awal Regan memang menyadari ada yang berbeda dengan sikap Sesya setiap kali mereka membahas pernikahan. Sesya yang selalu mengatakan tidak tahu atau pun bingung, Sesya yang berusaha mengalihkan topik pembicaraan atau pun Sesya yang selalu meminta Regan memutuskannya sendiri. Sikapnya yang seperti itu sudah mengganggu Regan sejak lama namun ia berusaha untuk mengabaikannya.
Dan saat kemarin Regan seperti sudah tidak bisa lagi mengabaikan hal tersebut. Sebab semakin hari sikap Sesya semakin terlihat tidak peduli dengan pernikahan mereka. Benar saja, ada hal yang selama ini disembunyikan gadis itu. Regan memahami Sesya yang memang masih muda dan memiliki banyak impian yang ingin dicapainya setelah lulus kuliah nanti. Sungguh, Regan mengerti akan hal itu. Tetapi mengapa ia harus menyembunyikan ini semua darinya dan baru sekarang ini ia mengatakan semuanya disaat mereka sudah melakukan segala persiapan. Entahlah, sepertinya ini juga salah Regan.
Lamunan pria itu buyar saat terdengar suara dering ponsel miliknya. Danang yang duduk di kursi penumpang sampingnya menoleh sekilas melihat sebuah nama yang tertera pada layar ponsel Regan. Si pemilik ponsel langsung menyambar earphone lalu memasangnya ditelinga dan saat itu pula ia baru teringat jika sejak tadi ia belum membalas chat Sesya. Karena terlalu buru-buru bersiap ia jadi melupakan hal tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pulse [Completed]
Chick-LitTinggal bersama teman atau sahabat? Itu sudah biasa. Namun apa jadinya jika tinggal bersama dengan dosen di kampus sendiri? Bukan, mereka bukan pasangan kekasih, bukan juga pasangan suami istri, hanya dosen dan mahasiswi. Hal itu lah yang terjadi...