Drew, maafkan. Maafkan aku.
Aku tidak mungkin bersikap egois dengan membiarkan dirimu hidup dengan seorang pembohong. Aku mengkhianatimu dengan tidur dengan laki-laki lain.
Maafkan aku Drew.
Setidaknya dirimu tidak perlu khawatir, karena aku sangat yakin bahwa bayi ini bukan anakmu.
Yang selalu mencintaimu,
- Chantal
Kelebatan isi surat yang bertahun-tahun coba Drew lupakan kini seakan bangkit dari kuburnya. Kata-kata tersebut mengejek Drew dalam kegamangan hatinya. Ingin rasanya ia berteriak sekencang mungkin dan melakukan apapun yang penting semua kenangan-kenangan dahulunya yang menyakitkan sekaligus memalukan bisa sepenuhnya musnah.
Dulu, ia menyangka dengan membangun sebuah hubungan baru dengan seseorang, semua kenangan-kenangan tersebut dapat hilang tak berbekas. Namun kenyataannya tidak sama sekali. Akhirnya, demi menghilangkan sedikit—sedikit saja—kegalauan hatinya tersebut, Drew perlahan bangkit dari atas tempat tidurnya. Dilihatnya wajah damai Amanda sekali kemudian dengan langkah pelan Drew berjalan menuju pintu keluar.
Drew menyadari bahwa pakaiannya kusut, maka dari itu ia lebih memilih duduk di tempat yang penerangan lampunya remang-remang. Tadinya Drew ingin berjalan-jalan di luar hotel, menikmati dinginnya malam dan mencerna kembali tentang apa yang terjadi pada hidupnya akhir-akhir ini, namun pada akhirnya ia urungkan. Ia merasa bahwa dengan segelas atau dua gelas anggur di bar hotel, perasaannya akan membaik.
Lelaki itu mengangkat gelasnya. Memberi tanda kepada sang bartender untuk kembali mengisi gelasnya yang sudah kosong. Satu saja tentu tidak cukup.
Akan ada hati yang terluka dalam setiap pengkhianatan. Dan tergantung bagaimana cara mengolah hati tersebut agar sang empunya tak menjadikannya dendam. Sayangnya, seorang Andrew Wrestler adalah seorang yang pendendam. Ia akan menjadikan pengkhianatan Chantal sebagai pengingat kalau wanita itu telah mematahkan dan mempermalukannya di depan keluarga. Bukan berarti Drew menginginkan balas dendam, namun ia hanya ingin tidak terluka lagi. Bukan juga berarti Drew adalah seorang lelaki yang lemah. Sekali lagi, ia hanya menjaga dirinya. Melindungi hatinya agar ia tak perlu terluka lagi untuk kedua kalinya.
***
Loura jelas tidak bisa tidur. Semenjak pulang dari Rove tadi, walau badannya sudah sangat lelah dan ingin cepat-cepat melompat ke atas kasur dan menikmati tidurnya, matanya tak kunjung terpejam. Yang ada, ia hanya bergerak-gerak gelisah di atas seprainya yang sudah mulai lecek.
Entah mengapa perasaannya begitu tidak tenang. Dari sejak bangun tadi, kemudian pergi ke Rove untuk bekerja, dan kembali ke rumahnya, pikirannya selalu dipenuhi oleh satu sosok yang sudah seminggu tak ditemuinya.
Niat untuk menelepon atau mengirimi Drew pesan ditahannya kuat-kuat karena ia tak ingin menganggu, entah apa yang dilakukan Drew dan Amanda di sana. Ia sungguh tak mau tahu. Keinginan untuk melihat dan mendengar sosok Drew di hadapannya langsung sungguh tak terbendung. Dirinya menyadari bahwa apa yang dirasakannya terhadap Drew begitu rumit. Di satu sisi, dia mencintai Drew sebagai sahabat dan berbahagia jika Drew bahagia dengan Amanda, namun di sisi lain ia ingin memiliki Drew hanya untuk dirinya sendiri.
Pada akhirnya Lou bangkit dari atas tempat tidurnya, mengambil tas tangan, dan berlari menuju pintu kamar, menuruni tangga, dan tanpa sempat mengunci pintu rumah, kakinya seolah tak mau berhenti menuju satu tempat yang setidaknya, diharapkan dapat membunuh rasa rindunya kepada Drew.
Para petugas keamanan yang sudah hapal dan kenal dengan Lou dengan mudah mempersilakannya masuk ke dalam kondominium milik Drew walau waktu menunjukkan sudah pukul 10 malam dan pemiliknya tidak ada di tempat. Bahkan Sienna pun sudah kembali ke rumahnya dan posisinya digantikan seorang wanita bertubuh atletis dari bagian keamanan yang Lou ketahui bernama Eve, mengantarkannya sampai di depan kondo. Sambil mengucapkan terima kasih kepada Eve, Lou memasuki kondominium milik sahabatnya itu dan langsung menuju kamar utama.
Masih seperti terakhir dulu Lou berada di sini. Aroma musk dan mint khas Drew menyapa indra penciumannya. Seprainya sudah diganti menjadi warna hijau zamrud dari terakhir kali Lou mengingatnya. Merasakan tubuh polosnya di atas hamparan beludru lembut yang sebelum kedatangan Amanda ke kamar ini sewarna pasir. Di kamar ini, berlimpah kenangan akan dirinya dan Drew. Tentang apa yang mereka lakukan, percakapan-percakapan bodoh antara mereka berdua, tentang kesedihan, tawa, tentang malam-malam panas yang tak mampu dilupakan begitu saja oleh Lou. Begitu pun tentang Amanda. Tentang apa yang Amanda lakukan dengan Drew. Tentang percakapan apa yang mereka bicarakan, tentang ... apapun yang tak sanggup Lou bayangkan.
Lou melepas semua pakaiannya. Menelusupkan tubuhnya yang polos dibalik selimut lembut yang membungkusnya layaknya kepompong. Membiarkan rambutnya tergerai menyapu bantal tempat Drew biasa berbaring. Menghirup napas dalam-dalam, Lou mulai merasakan kehadiran Drew di tempat Drew biasa berbaring jika tidur bersamanya. Mendengarkan suara dan tawa seraknya yang dalam. Merasakan hangat dekapan dan suara detakan jantungnya yang sudah ia anggap sebagai lagu pengantar tidurnya. Dan secepat itulah, tak perlu berlama-lama, Lou sudah tertidur pulas di sana.
***
Penerbangan yang seharusnya memakan waktu tak lebih dari satu jam terasa lama sekali bagi Drew. Sedari tadi lelaki itu tak berhenti menengok ke arah pergelangan tangannya, melihat waktu. Hal ini tentu saja membuat Amanda merasa gelisah. Setelah lamarannya kemarin malam, Drew bukannya bersikap romantis dan lembut, mengingat mereka akan segera menikah. Namun yang terjadi adalah Drew berubah menjadi sosok yang pendiam, teramat pendiam.
Beribu pertanyaan untuk Drew berkelebat dalam benak Amanda, tapi gadis itu tak juga melontarkannya. Sebagai gantinya, Amanda balas menjadi sosok yang pendiam.
Dalam perjalanan menuju kondominium setelah mereka mendarat, lagi-lagi Drew diam. Amanda yang tak tahan pun pada akhirnya mencoba membuka suara.
"Drew, aku tak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Kau diam saja sejak... semalam. Bahkan, bahkan kau pergi begitu saja segera setelah kau... " Amanda meneguk ludahnya. Kata 'melamar' yang ingin ia ungkapkan seolah memiliki duri yang akan merobek tenggorokannya jika ia berani mengucapkan kata tersebut.
"Aku hanya lelah... Perjalanan ke Leavenworth menyita banyak tenagaku." Drew menjawab tanpa susah-susah menatap kepada dua bola mata indah milik Amanda.
"Mungkin, mungkin saja aku bisa membantu..." Amanda mencoba untuk lebih banyak memulai percakapan. Suasana menjadi semakin canggung saat Drew tak membalas perkataan gadis itu. Dan Amanda berhenti. Menangis dalam hati mengapa kekasihnya dapat bersikap selembut permen kapas, namun juga bisa sedingin es di Alaska.
John, supir mereka memberhentikan Mercedes AMG C63 tepat di lobby utama tempat kondominium Drew berada. Sebelum turun, Drew memegang pergelangan tangan Amanda. Menatapnya tepat di manik mata, membuat jantung gadis itu berdebar sekaligus bertanya-tanya entah apa lagi yang akan dilakukan Drew kali ini.
"Aku minta maaf Amanda, aku baik-baik saja hanya kelelahan." Dan Drew memeluk Amanda, mencium bibirnya sekilas, dan Amanda merasa bahwa itu sudah cukup menghapus hatinya yang dilanda keresahan. Lebih dari cukup.
***

YOU ARE READING
Catch Your Heart
Roman d'amourAndrew dan Loura sudah bersahabat semenjak mereka masih balita dan tidak memiliki perasaan satu sama lainnya karena masing-masing mereka telah memiliki kekasih. Andrew telah melamar seorang gadis manis yang dikenalnya semenjak kuliah di Columbia yan...