PART 4 - There's No Love Like Your Love

7K 129 5
                                    

Sesosok wanita yang terlihat lelah memutar kursi yang ia duduki hingga menghadap jendela ruang kerjanya yang besar. Dari ketinggian seperti ini dia masih bisa melihat hiruk pikuk lalu lintas dan manusia yang berjalan di trotoar. Matanya berusaha fokus untuk menatap keramaian yang ada di bawahnya namun pikirannya berlawanan. Layaknya sedang menonton film di bioskop, wanita itu dapat melihat rangkaian kejadian demi kejadian dalam hidupnya. Ia kembali membuka kotak memori, mengeluarkan kenangan yang dimilikinya satu persatu.

Dalam pikirannya, wanita itu memisahkan setiap kenangan tersebut, dari mulai masa kecilnya, masa remajanya yang membahagiakan, kehidupan asmaranya yang membuat dadanya pada masa itu berdentum-dentum akibat kecanggungan, dan kehidupan yang tidak akan pernah ia lupakan bersama kedua orangtuanya. Dirinya masih ingat benar mengenai kecelakaan lalu lintas yang menimpa orangtuanya ketika mereka sedang mengunjungi salah serang kerabat di Boston dan menyebabkan mereka menghembuskan napas terakhirnya di tempat kejadian. Kala itu sang wanita menangis, suaranya terdengar sangat pilu, membuat siapapun yang mendengar akan terenyuh dan ikut merasakan kepedihan yang menimpanya. Lalu sebuah tangan kokoh memeluknya, memberikan ketenangan yang wanita itu butuhkan, meyakinkan wanita itu bahwa ia tidak sendiri di dunia ini, karena wanita itu memiliki dirinya. Dan di hadapan dua peti jenazah orangtua wanita itu, sang lelaki mengucap sumpah setianya, untuk menjaga dan tak akan membiarkan wanita yang kini tengah dipeluknya untuk menangis dan menderita. Dan ia adalah lelaki yang akan berdiri di garda paling depan dan menghancurkan siapapun yang akan menyakiti wanitanya.

***

Terdengar ketukan pelan di pintu kayu ruang kerja Loura. Ia sempat terkaget sebelum akhirnya beranjak dari kursi yang sedari tadi didudukinya, berjalan menuju pintu. Bukankah aku sudah memerintahkan Merge untuk tidak membiarkan siapapun menggangguku? Batin wanita itu sedikit kesal namun tak urung berhenti melangkahkan kakinya menuju pintu. Suara ketukan pelan terdengar kembali dan ia menarik kenop pintu itu, bersiap untuk memarahi siapapun saja yang berani mengganggunya seperti sekarang. "Merge, bukankah sudah ku..." Mata biru bening Loura melotot seketika saat dirinya melihat satu sosok yang berdiri di hadapannya. Tangannya otomatis membekap mulutnya yang ternganga. Dan dalam jangka satu detik, Loura menarik sosok tersebut yang kini tengah tersenyum itu ke dalam ruang kerjanya dan melingkarkan lengannya di leher sesosok lelaki di hadapannya. 

"I love you."

Bibir tipis milik sosok yang kini tengah dipeluknya mengucapkan secara langsung kata-kata yang begitu dirindukannya. Loura tersenyum kemudian mencium bibir lelaki itu dengan segenap perasaan dan hati yang dimilikinya, agar lelaki tersebut sadar secara penuh dan pasti tak akan meragukan perasaan yang dimiliki Loura untuknya.

"I love you." Balas Loura kemudian bibirnya beranjak meninggalkan bibir lelaki itu untuk pindah ke bagian lehernya. Sesuatu hal yang sangat dirindukan oleh sang lelaki pada Loura adalah wanitanya itu akan membenamkan wajah cantik itu di lehernya dan menghirup aroma segar dan maskulin yang terdapat di sana, seakan ia bisa mengambil aroma menyegarkan itu lewat hirupan napasnya yang perlahan membuat lelaki itu semakin mencintainya dari waktu ke waktu, walau mereka melakukan hubungan jarak jauh dan tak menyangkal bahwa godaan-godaan akan silih berdatangan, menggoda dirinya dari sebuah kesetiaan. Ia percaya bahwa wanitanya juga pasti setia padanya. Ia selalu percaya.

***

Drew menghirup cairan bening berwarna merah delima dari sebuah gelas bertungkai panjang. Katakan ia gila karena meminum wine saat matahari bahkan belum ada di ubun-ubun dan memamerkan sinarnya yang keterlaluan panas itu. Otaknya sudah tak mampu lagi berpikir mengenai kejadian tadi pagi yang membuat dirinya sungguh kacau seperti sekarang ini. Bahkan George, sahabatnya, tak dapat membuat suasana hatinya lebih baik. Ia bahkan menyuruh George untuk menjauh darinya dan membatalkan seluruh agendanya di hari ini pada sekretarisnya. Ia hanya ingin berada di ruang kerja kantornya tanpa harus melakukan apapun, dan ia tidak membutuhkan apapun lagi kecuali segelas wine di tangannya dan menjauh dari wanita paling keras kepala yang dikenalnya selama 28 tahun hidupnya. 

Tadi pagi-pagi sekali saat ia mendapati sisi kanan tempat tidurnya kosong, Drew langsung bangkit. Tak peduli dengan ketelanjangannya, ia mencari sesosok wanita yang biasanya selalu menunggunya untuk bangun dan tersenyum menyambut tatapan pertama Drew pada setiap pagi. Namun pagi kali ini berbeda. Ia merasa hampa saat seluruh ruangan di dalam kondo diperiksanya dan tak mendapati sosok wanita itu. Kemungkinan terburuk sempat mampir di pikirannya.

Ia langsung beranjak ke kamar wanita tersebut dan Drew dapat menghela napasnya lega. Seluruh pakaiannya masih ada di sana dan samar aroma tubuh wanita yang dipujanya tercium oleh indranya. Matanya beralih ke meja rias di samping tempat tidur. Tepat di cermin besar, ia melihat sesuatu menempel. Sengaja ditempel lebih tepatnya. Sebuah post-it note bertuliskan tangan wanita itu, yang membuat Drew kacau seketika. Dibacanya dengan geram dan membuang post-it note ke sembarang tempat. Tak peduli lagi.

Aku tahu kau akan mencariku, tapi tak usah khawatir.

Aku akan pulang. Mungkin telat.

PS: Kau tidak perlu mengeluarkan ekstra bed, karena aku akan tidur di sofa.

Wanita itu benar-benar membuat Drew gila!

***

"Kau selalu penuh kejutan, Sayang," suara dalam dan seksi milik seorang lelaki menggema di ruangan ini. Loura membelai lembut wajah yang kini berbaring di sampingnya. Pakaiannya entah berada di mana, ia tak peduli. Kehangatan yang menguar dari tubuh atletis tersebut mampu membuatnya lupa dan ajakan lelaki yang sebenarnya ingin mengajaknya berjalan-jalan di sekitar Rove pun diabaikannya. Loura malah menghentikan sebuah taksi yang kebetulan melintas di sampingnya dan mengajak Ben untuk mengunjungi rumah orangtuanya di kawasan Downtown. Rumah yang setahun ini tidak ditempatinya namun tetap dijaga kebersihan dan kemanannya oleh beberapa staf yang loyal bekerja walaupun tahu bahwa ayah dan ibunya telah tiada. 

"Kau yang memberiku kejutan terlebih dulu, Sayang." Loura membalas dan mengecup dagu pria itu. 

"Aku begitu merindukanmu hingga rasanya aku mau mati. Menjalani kehidupan dengan kau yang begitu jauh dariku sungguh membuatku gila Lou. Maafkan aku baru bisa menemuimu hari ini setelah dua bulan yang begitu sibuk." Tatapan pria itu memancarkan rasa sayang dan cinta yang luar biasa hingga Loura nyaris hilang akal saat melihatnya. Sinar ketulusan sangat terpancar dari bola mata hitamnya yang selalu dapat menghipnotis Loura. Tangan pria itu menggenggam tangan kanan Loura yang kosong, diciuminya telapak tangan kekasihnya itu dengan sepenuh hati. Loura berusaha menyembunyikan perasaannya, kalau tidak ia pasti akan langsung menangis saat ini juga mengingat perlakuan lelaki itu yang begitu lembut kepadanya dan akan membuat lelaki tampan itu khawatir setengah mati terhadapnya.

"Oh, Ben.. Aku cukup sadar dengan siapa aku berhubungan. Kau adalah pria yang sedang berada di puncak karirmu dan aku mengerti konsekuensi memiliki seorang kekasih aktor hebat seperti kau," ujar Laura menahan tawanya. Ia hapal benar dengan reaksi Ben, kekasihnya, yang tidak suka bila Loura membahas perihal ketenarannya sebagai seorang aktor.

"Oh Lou, betapa kau tahu aku tidak suka dengan pembicaraan ini." Ben menyahut jengah, sementara tangannya kini berpindah dengan menarik pinggang Loura yang lembut ke arah tubuhnya, semakin erat, menghapus jarak. "Aku ingin kau mencintaiku karena aku adalah seorang Benjamin Houdson yang bukan seorang aktor terkenal dan sebagainya. Aku ingin kau mengenalku karena aku adalah Benjamin Houdson, seorang lelaki yang begitu tergila-gila kepadamu saat pertemuan pertama kita di Mexico dulu, dan masih tergila-gila kepadamu hingga saat ini." Ben mengecup kening Loura. Sebuah kecupan lembut dan seringan sayap kupu-kupu tapi mampu membuat Loura merasakan sesak dalam dadanya.

Tak sadar air matanya pun meleleh. Berada di dekat Ben lama-lama akan mendobrak bagian dalam perasaannya sekalipun. "Aku ingin kau mengenalku sebagai lelaki yang akan menjagamu sampai aku tidak bernyawa lagi dan," Ben menghapus air mata Loura dengan kecupan-kecupannya yang dilakukan dengan begitu penuh perasaan dan selembut mungkin, mentransfer berjuta cinta yang dimilikinya untuk kekasihnya satu ini. "Aku akan terus berusaha untuk melakukan yang terbaik untukmu, di saat aku dekat maupun jauh."

Dan air mata Loura turun kembali, mengalir melewati kedua pipinya. 

***

To Be Continued

Catch Your HeartWhere stories live. Discover now