Bagian 8

140 34 8
                                    

Sagara benar-benar mengacaukan pikiranku. Kejadian kemarin membuat malamku menjadi semakin gelisah. Tidak, bukan karena 3 lelaki yang kutemu di dalam bis. Mereka benar-benar tidak mendekatiku lagi, apalagi Sagara juga ikut turun di halte yang sama. Namun kejadian setelahnya yang membuatku gelisah.

Kupikir memang rumah temannya itu dekat dengan rumahku, tapi saat dia mengantar sampai depan gerbang rumah lalu aku naik ke lantai 2 kamar, tak sengaja melihatnya kembali duduk di halte. Dimana sebenarnya rumah temannya itu? Aku tak mau terlalu percaya diri kalau sebenarnya Sagara memang hanya mengantarku pulang dengan selamat lalu dia kembali naik bus dengan tujuan menuju rumahnya, tapi perasaanku lebih dulu melompat tak karuan.

Ohiya, sebelum dia menyuruhku masuk ke dalam rumah dan berjanji akan pergi setelah melihatku menghilang dari balik pintu, Sagara juga memintaku untuk tidak mengatakan apapun ke semua orang tentang kesepakatan kita berdua termasuk pada Zoa. Kupikir mungkin itu akan merusak reputasinya di sekolah, tapi Sagara kembali menjelaskan kalau dia harus tahu tentang siapa yang mengirimkan cerita itu dan tidak boleh ada yang menyadari rencana kami. Intinya, ini adalah rahasia berdua. Semakin sedikit yang tahu, rencana yang akan dilakukan akan semakin mudah terlaksana.

"Jelly!" Teriakan seseorang membuatku berbalik.

Kini aku sudah berada di dalam sekolah, beberapa menit yang lalu baru saja turun dari motor ayah dengan pikiran yang masih dipenuhi tentang Sagara. Kulihat seorang perempuan berlari kecil menghampirkku. Senyuman diwajahnya mengalahkan langit cerah pagi ini. Tak salah jika kami semua sering menyebutnya, EnerJinan.

"Kita selalu jadi kuncen sekolah ya." ucapnya saat merangkul pundakku dan kami berjalan berdampingan.

Aku tertawa menimpali perkataan Jinan. Penjaga sekolah saja masih membuka beberapa ruang kelas, ibu kantin juga baru menggoreng adonan bakwannya, yang terlihat sudah santai hanya tukang bubur ayam tapi sebentar lagi Mang Mamat pasti sibuk memberi amunisi sarapan untuk siswa yang memesan.

"Ohiya, hari ini aku udah mulai latihan perdana. Katanya sih, buat persiapan ulang tahun Avicenna."

"Serius? Keren!!! Nanti bel istirahat, kita makan yang banyak ya. Pasti bakal capek latihan dan bisa jadi nggak keburu makan. Ditambah lagi, waktu jam makan malam juga kejauhan buat ditunggu. Jadi, sekarang aku traktir kamu makan, ya walaupun cukup 1 porsi aja. Kalau kurang, aku bakal minta ke Sonya " Giliran Jinan yang tertawa mendengar perkataanku barusan.

Nyatanya, bukan aku dan Jinan yang menginjakan kaki sebagai orang pertama di kelas. Sudah ada Zoa yang duduk di kursinya. Perempuan jangkung itu menyadari kedatangan kami lalu menyapa dan tersenyum.

"Loh tumben pagi banget?" Tanyaku.

"Soalnya males ngurusin pertanyaan orang kalau sampai lihat aku sama Sagara dateng ke sekolah barengan. Untung aja itu anak nggak kesiangan lagi, padahal kemarin pulang malem. Agak aneh, jadwal latihannya libur. Waktu ditanya abis darimana, dia malah jawab cari angin. Dikira rumah nggak berangin apa."

Mendengar penjelasan Zoa seketika membuat ingatanku kembali pada kejadian kemarin. Sagara mengantarkanku pulang, benar-benar hingga aku masuk ke dalam rumah. Lalu aku melihatnya kembali ke halte dan naik bis yang lain. Ternyata lelaki itu sedang tidak latihan, pantas saja dia masih duduk bersamaku petang itu. Aku sampai lupa kalau sebenarnya dia harus latihan di gelanggang es. Lalu, yang kemarin itu—ah tidak-tidak! Aku tidak boleh memikirkan hal macam-macam. Sagara begitu karena dia juga butuh bantuanku untuk mengetahui siapa yang mengirim cerita kemarin.

"Sagara main sama Jayden?" Zoa bertanya dan menoleh ke arah Jinan.

"Jayden habis pulang sekolah langsung ke rumah aku, main PS sama kak Jidan sampe larut malem. Kalau aja ibu nggak ancem bakal jual PS nya mereka nggak bakal berhenti sampai pagi."

SAGARA :: forsyice [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang