Prolog

1.2K 96 14
                                    

Matahari baru naik beberapa menit yang lalu, suhu disekitaran saja masih terasa dingin melihat ada uap setiap kali menghembuskan nafas. Pagi yang harusnya dilewati dengan penuh semangat dan pengharapan akan datangnya kebahagiaan sepanjang hari, nyatanya harus pupus bagi 7 pemuda yang berdiri di depan ruang guru mendengarkan omelan Pak Dani yang kebetulan hari ini berjaga sebagai petugas piket sekolah. Habis sudah.

"Kenapa kalian bisa terlambat? 1 jam pula!" Pertanyaan yang sudah dia lontarkan lebih dari 5 kali sejak mereka dihukum berdiri dan tidak ada satupun yang menjawab. Para lelaki ini hanya diam dengan kepala tertunduk. Mereka tahu, satu kalimat yang diucapkan sebagai pembelaan akan dipatahkan oleh satu paragraf panjang penolakan.

Pak Dani kembali menghembuskan nafas keras, terlihat frustasi karena sedaritadi dia mengoceh tak ada balasan dari anak muridnya. Dia tidak ada lawan berdebat dan menghukum dengan sesuatu yang lebih berat, misal membersihkan seluruh area sekolah sampai jam pulang tiba. "Beresin gudang!" Perintah yang langsung membuat ketujuhnya mendongkakkan kepala terkejut. "Kenapa? Nggak mau?" Merasa akhirnya direspon, guru yang terkenal killer itu semakin menantang.

"Baik, Pak." Kompak mereka mengucap kalimat itu seolah sudah merencakannya. Cukup membuat gurunya kaget, mereka seperti melakukan telepati karena tidak ada komunikasi sama sekali tetapi tiba-tiba menjawab dengan kalimat dan nada yang sama. Tak ingin kembali dikejutkan dan menimbulkan pemikiran aneh lainnya, Pak Dani menggiring mereka semua masuk ke dalam gudang sekolah, memberikan alat kebersihan dan mengancam dengan tugas berat lainnya jika kedapatan tempat ini belum bersih saat dia kembali.

Tujuh lelaki yang sebenarnya tidak saling mengenal itu, hanya bisa terdiam lalu mulai mengerjakan tugas sesuai dengan alat kebersihan yang mereka pegang. Gudang ini begitu kotor, berdebu, dan biasanya hanya dipakai untuk tempat penyimpanan kursi dan meja yang sudah rusak atau bahkan masih baru karna jumlahnya kelebihan. Ada beberapa bola yang biasa dipakai saat jam olahraga dan sebuah piano tua yang entah masih bisa berfungsi atau tidak.

Salah satu dari mereka menarik gorden membiarkan cahaya dari luar jendela menerangi ke dalam. Ini jauh lebih baik. Mereka masih diam, tidak mengucap sepatah katapun seolah hanya seorang diri berada di dalam sini.

"Ah capek!" Akhirnya seseorang mengeluarkan suaranya. Dia membanting kemoceng ke lantai lalu naik ke atas meja yang disatukan menjadi panjang untuk tidur disana. "Aku cuman telat 10 menit dituduh 1 jam mana dihukum beresin gudang yang nggak tau kapan bersihnya, udah gila kali." Celotehnya sembari menutup mata dengan punggung tangannya.

Mereka yang tak mau ambil pusing dan ikut terbawa emosi seperti lelaki itu, lebih memilih diam dan melanjutkan pekerjaan. Sementara lelaki bertubuh jangkung, berkulit putih dan dianugrahi wajah tampan, mendekati dan memungut kemoceng yang tadi sempat dibantingnya. "Mending kamu kerja. Ngeluh doang nggak bikin gudangnya bersih." Ucapnya.

Perkataannya tentu saja memancing amarah, lelaki yang tertidur itu langsung menegakkan badan melihat siapa yang berani menegurnya. Detik berikutnya dia tersenyum miring meremehkan. "Wow, si atlet populer Avicenna. Kenapa kamu bisa dihukum juga? Oh, kayaknya kamu belum nyumpang mendali emas ya minggu ini jadi hukuman tetap berlaku."

Lelaki jangkung itu hanya menadangnya tanpa ekspresi lalu menyimpan alat pembersih debu di atas meja. Dia berbalik dengan sapu di tangan lalu kembali melanjutkan hukumannya. "Hei..hei..aku nanya, kenapa nggak dijawab, Sagara?"

"Mending kamu kerja, Jayden." Sagara menimpali tanpa melihat lawan bicaranya membuat lelaki 'kemoceng' bernama Jayden itu turun dari meja dan berjalan cepat menghampirinya. Diputarnya badan lelaki itu dengan kuat membuat sapu yang digenggam Sagara jatuh memental diatas lantai. "Kalo ada orang yang nanya baik-baik itu, dijawab! Jangan sok jagoan mentang-mentang anak emas sekolah!" Hardiknya.

SAGARA :: forsyice [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang