Bagian 25

102 27 36
                                    

Green Cafe adalah tempat makan dengan nuansa hijau yang begitu memanjakan mata. Cafe ini memiliki 2 spot, indoor dan outdoor juga letaknya tidak jauh dari sekolah. Disinilah Luna bekerja. Dari depan pintu cafe, terlihat seorang lelaki dengan sweater biru duduk disalah satu meja dekat jendela. Dari samping saja sudah bisa ditebak kalau itu Sagara.

Kudorong pintu itu lalu berjalan masuk. Sekilas aku melihat Luna di depan meja kasir tengah sibuk melayani pelanggan. Gummy smile yang dia perlihatkan setiap kali mengucapkan terima kasih menambah kesan hangat dan ramah. Luna masih terlalu sibuk, akan kusapa nanti.

"Sagara, maaf ya nunggu lama."

Dia menoleh lalu mengangguk seraya berkata kalau dia juga belum terlalu lama ada disini. Sagara mempersilahkanku duduk dihadapannya lalu kuletakan paper bag berisikan jaket putih miliknya.

"Nih, terima kasih ya. Maaf wanginya nggak kayak parfume kamu."

"Iya." Sagara menurunkan tas itu dari atas meja kesisi kanannya.

"Ehiya, ini juga. Nggak aku cuci kok." Kusodorkan kertas kecil padanya.

"Ini apaan?"

"Kertas yang ada disaku jaket kamu itu. Aku ambil sebelum dicuci jadi nggak rusak."

"K—kamu tahu tulisannya?"

Wajah Sagara berubah menegang lalu dengan cepat menarik kertas itu dari tanganku. Kali ini giliran aku yang bingung. Memangnya tulian Jelly itu benar-benar penting? Apa itu sebuah kode rahasia? Atau jangan-jangan itu kata sandi sosial medianya?

"Iya aku tahu. Tulisannya Jelly, kan? Itu kode rahasia kamu? Maafin aku ya, anggap aja aku nggak tahu oke. Bakal aku lupain kok nggak mungkin aku hack juga."

"Bukan gitu, sebenernya aku suka jelly—maksud aku pudding."

"Katanya kamu nggak suka makanan manis?"

"Mulai sekarang aku suka yang manis. Udah pokoknya lupain ini." ucap Sagara mengacungkan kertas itu dan menyimpannya ke dalam saku celana. Aku hanya mengangguk patuh. Pudding memang sangat lezat dan bisa membuat orang lain tersihir menyukainya, aku percaya itu meski kurang dari satu hari Sagara mengganti kesukaannya.

Seorang pelayan membawakan minuman Sagara lalu bertanya padaku apa akan memesan yang lain. Kalimat penolakan sudah berada diujung lidah karena aku datang kemari hanya untuk mengembalikan jaket Sagara, namun lelaki itu malah lebih dulu meminta buku menu untukku.

"Kok aku suruh mesen juga? Kan niatnya cuman mau kembaliin jaket aja."

"Emang kamu nggak malu udah masuk ke cafe tapi nggak beli apa-apa?"

"Ngapain malu, aku nggak curi apapun. Lagian yang jaga kasirnya juga Luna temen aku. Dia nggak mungkin marah atau ngerasa malu kalau aku nggak pesen apa-apa."

"Ini mbak menunya, kalau sudah selesai boleh apnggil saya ya." Pelayan yang tadi mengantarkan minuman Sagara, benar-benar memberikan daftar nama makanan di cafe ini. Tak bisa lagi aku menolaknya.

"Terima kasih ya." Balasku meski setengah hati.

"Pesen sesuatu yang bikin kamu kenyang."

Aku hanya melirik Sagara dengan tatapan malas. Kenapa dia jadi mengatur pilihanku? Lelaki itu memesan espresso, dari warna dan aromanya saja sudah jelas kalau Sagara meminum kopi yang paling pahit. Ayah kadang meminum itu jika harus bergadang menyelesaikan perkejaannya di rumah.

SAGARA :: forsyice [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang