Suara bis berhenti berbaur dengan berbagai kendaraan yang melewati dari sebelah kanan. Beberapa penumpang turun lalu digantikan oleh penumpang baru dari halte. Levi melangkah menuruni tangga halte dan berhenti di trotoar. Karen tertidur di bis, beruntung Levi memeluknya jadi perempuan mungil tersebut tidak jatuh dari pangkuan Levi. Hari ini hari yang sangat berat —tidak. Maksudnya hari ini terlewat berat dari hari-hari sebelumnya untuk Karen. Levi merasa gagal menjadi orang tua.
Jalan raya bergaris-garis putih tepat di lampu lalu lintas dilewati cepat oleh Levi. Secepat mungkin mereka harus sampai ke rumah agar Karen bisa beristirahat di kamarnya. Sebelum itu, Karen juga harus mandi. Rambutnya sudah kering dan sedikit bau. Jika saja Levi tidak berdebat dengan Eren di lobi sekolah mungkin sekarang Karen sudah makan siang.
Eren memaksa Levi agar dia bisa mengantar mereka pulang dengan alasan bentuk permintaan maaf sebagai orang tua. Levi sama sekali tidak butuh itu. Dia sangat marah namun ditahan agar tidak meledak dan memancing perhatian karyawan sekolah.
Menyalahkan Eren sekarang juga tidak ada gunanya. Levi mematung lumayan lama setelah Eren melontarkan satu kalimat yang tidak terduga; "Karen anakku juga, aku ingin memberinya perhatian walaupun hanya sekali seumur hidupku."
Bagaimana Eren bisa tahu? Karen mewarisi banyak hal dari Levi, kecuali matanya. Tapi manusia bermata hijau pun banyak di dunia ini.
Mereka sampai di apartemen. Karen bangun tepat setelah Levi mendudukkannya di sofa ruang tamu.
"Ma?"
Levi yang hendak memasak kembali duduk di lantai berhadapan dengan Karen, "Ya, Sayang?"
Karen terlihat ragu. Anak itu menunduk dan meremas roknya, "Papa. Karen punya Papa, kan?"
Nafas Levi tercekat. Levi tidak tahu Karen akan mendengarkan perdebatannya dengan Eren karena Levi yakin Karen sangat terguncang. Setelah melihat Levi, pasti insting Karen menuntunnya untuk melindungi diri dibalik rengkuhan Levi dan mengabaikan sekitar.
"Karen punya." Levi tidak akan bisa berbohong. Jawaban apa yang harus ia berikan kalau bukan kebenarannya? Levi tidak pandai berbohong.
Perlahan, tubuh Karen bergetar halus. Isakan kecil mulai terdengar memilukan bagi Levi. Karen tidak pernah bertanya mengenai ayah kandungnya sama sekali walaupun anak perempuan tersebut melihat keluarga utuh di depan matanya setiap hari.
"Ayah Aaron adalah Papa?" Karen mengangkat wajahnya dan menatap Levi, "Karen mau bertemu papa."
"Karen," Levi mengusap kelopak mata Karen dan menghapus air matanya, "sekarang Karen mandi, ya? Mama akan membuatkan makan siang. Setelah itu Karen boleh tidur." Senyum khas ibu tersungging manis di bibir Levi. Sayang, tidak mempan untuk Karen saat ini.
"Kenapa Papa tidak bersama Karen? Kenapa Mama tidak pernah bercerita soal Papa?" Tangisan Karen terdengar semakin jelas.
"Ada sesuatu yang tidak Karen pahami. Karen masih terlalu kecil, Mama tidak mau Karen tertekan."
"Karen mau Papa!" Selang beberapa detik, teriakan Karen masih memggema di telinga Levi. Dirinya terkejut mendapati Levi membentaknya. Karen beranjak dari sofa, berlari ke kamarnya, lalu membanting pintu kamar, menambah keterkejutan Levi.
"Sial!" Levi melipat lengan di sofa dan menyembunyikan wajahnya. Ia pernah mengkhawatirkan hal ini sebelumnya. Memang benar, Levi ingin memberi tahu Karen semuanya jika Karen sudah cukup besar. Karen tidak akan memahami keseluruhan cerita Levi dan itu bisa mengganggunya, dia bisa tertekan.
Levi mengambil ponselnya. Kontak bernama Armin Arlert disentuh lalu ponsel didekatkan ke telinga.
"Levi? Ada apa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Insulted
FanfictionSejak kecil Levi hidup di rumah bordil bersama ibunya. Namun saat usianya hampir menginjak tujuh tahun, ibunya meninggal. Levi dirawat oleh teman omega ibunya di rumah bordil sampai akhirnya ia bertemu Eren. Ia merasa kehidupannya berubah dan mulai...