8

903 103 29
                                    

"Aku tidak paham kenapa mereka lebih menyayangimu ketimbang diriku."

Karen memutar tubuhnya ke belakang. Aaron berdiri di belakang kursi taman, menatapnya masih dengan tatapan kebencian.

"Siapa?"

"Semua orang. Ayah, Nenek, Kakek, dan para pelayan."

Mengerjab pelan, Karen menggeleng, "Karen masih tidak paham."

"Bodoh," Aaron mengusap wajahnya kasar. Bocah laki-laki itu memutari sisi kursi taman dan duduk di samping Karen, "Kau sangat dimanja. Padahal baru tiga hari kau di sini."

Aaron menatap taman bunga, sementara Karen masih menatapnya penuh tanya. Di taman bunga sekarang tidak ada lagi tanaman mawar. Carla dibantu pelayan pribadinya sudah membuang bunga itu agar ramah anak-anak.

"Selama ini Ayah terus saja bekerja. Aku lebih dekat dengan Ibu, tapi setiap malam, Ibu selalu pergi. Makanya aku dititipkan kemari. Itu melelahkan sekali."

"Kenapa ibumu tidak bersamamu?"

"Mana kutahu!" Aaron menghentakkan kakinya di udara. Terlihat sekali Yeager Muda itu sedang sangat kesal dan marah. "Kenapa kau bisa sedekat itu dengan mamamu?"

Karen memutar otaknya, berusaha menemukan jawaban yang pas. Tapi dia sendiri juga bingung mau menjawab apa. Yang ia tahu, hanya Levi yang selalu bersamanya dari kecil, setelah itu Arie datang di hidupnya.

"Karen tidak tahu."

Hening. Semilir angin menghembuskan rambut keduanya. Awan yang semula terlihat mendung kini membiarkan sinar matahari melewatinya.

"Besoknya besok kita akan kembali ke sekolah."

Aaron mengerang, "Perjalanan akan sangat panjang. Kau harus bangun pukul tiga pagi jika ingin sampai di sekolah tepat waktu dari sini," poni cokelat yang menutupi kening tersebut disibak pelan, "maka dari itu aku benci sekolah, aku benci tinggal di sini, aku benci orang tuaku."

Menurut Karen, bangun pukul tiga pagi bukanlah masalah untuknya. Karen terbiasa buang air larut malam, terkadang tidak bisa tidur lagi lalu menyusul ke kamar Levi. Soal Aaron membenci orang tuanya, Karen hanya bersama Levi di rumah. Bagaimana caranya membenci Levi jika Levi saja tidak berbuat salah?

"Hmm..." lengan berlapis kain kasa diusap pelan. Berarti, mereka berdua akan berangkat sekolah bersama? "Apa Aaron pernah dibacakan dongeng tidur oleh ibu?"

Aaron kembali mendesah gusar untuk kesekian kalinya, "Ibuku tidak pernah bersamaku setiap malam, kau lupa?"

"Maaf," Karen merapat ke sandaran lengan kursi taman, "mama selalu membacakan Karen dongeng saat masih kecil. Sampai sekarang, mama juga masih suka bercerita sebelum tidur."

"Kenapa kau tiba-tiba bertanya seperti itu?"

"Ah," Karen mengulum senyumnya. Ia merasa dekat dengan Aaron saat ini, "Karen bingung ingin membicarakan hal apa lagi."

Mendengar itu, Aaron terkekeh pelan. Mereka berdua pun kembali menikmati hembusan angin di taman belakang.

.

Hari berikutnya. Kain yang membalut lengan Karen sudah dilepas. Luka itu sudah tidak terasa sakit lagi oleh Karen. Tapi Levi masih setia menyuapi Karen karena khawatir jika saja luka tersebut mengenai meja atau kursi Karen. Eren juga membantu jika Karen ingin bermain dengan kucing di taman belakang. Terkadang Aaron juga ikut bermain walaupun hanya sebentar.

"Pulang hari ini?"

Levi meletakkan peralatan mandi di koper dan menoleh, "Iya. Besok Karen ke sekolah."

Mendengar itu, Karen mengangguk paham. Rupanya Karen tidak perlu bangun pukul tiga pagi, mandi air hangat, sarapan, dan menghabiskan perjalanan selama hampir 4 jam untuk ke sekolah.

"Eren akan mengantar kita nanti sore. Kalau Karen mau bermain dengan kucing lagi, silakan. Mama yang akan membereskan semuanya." Levi kembali merapikan koper.

"Kenapa mama memanggil papa dengan namanya?"

Gerakan tangan Levi berhenti. Kembali ia tatap Karen yang menatap lantai di bawahnya, "Karen mau mama memanggil papa dengan sebutan apa?" Sepertinya Levi tahu jalan pikir Karen saat ini.

"Papa juga."

"Tapi Eren itu papa Karen, bukan papanya mama." Levi menahan kekehannya. Karen menggemaskan sekali.

"Ugh, bukan itu maksud Karen." Pipi Karen menggembung, kakinya menghentak lantai.

Tidak tahan, Levi pun terkekeh. Ia dekati Karen dan mengusak rambutnya. "Sekarang, Karen ke belakang, beri makan kucingnya. Ini sudah siang."

Karen mendongak dan mengangguk. Perempuan mungil itu berlari keluar kamar menuju taman belakang. Levi menghela nafas pelan dan melanjutkan tugasnya.

Karen ingin memberi tahu Aaron tentang kepulangannya sore ini, tapi sepertinya Aaron sedang tidur siang. Perempuan mungil itu tidak melihat Aaron lagi setelah percakapan mereka di taman tadi pagi. Akhirnya Karen bermain dengan kucing sendirian di taman. Kucing itu ia pangku sementara dirinya duduk di kursi taman.

"Papa pasti akan memberi tahu Aaron nanti, kan?" Ujar perempuan mungil itu pada kucing sambil mengelus bulu di keningnya, "Semoga Aaron baik-baik saja."

Sampai sore tiba, Karen masih tidak melihat Aaron. Walaupun anak itu selalu mengganggu Karen, tapi belakangan ini Karen merasa dekat dengan Aaron. Jujur saja, Karen ingin berpamitan dengannya.

"Karen sudah siap?"

Karen menoleh ke bekakang. Levi sedang memasukkan kopernya ke bagasi sementara Eren memanaskan mobilnya.

"Umm... Karen mau bertemu Aaron, boleh?"

Mendengar hal itu, Eren menoleh, "Aaron dibawa pulang oleh ibunya tadi siang. Maaf, ya, Karen."

Kecewa. Karen menunduk, menatap sepatu merah muda yang ia pakai.

Bahu Karen diusap lembut dari belakang. Berjengit, Karen membalikkan tubuhnya. Rupanya itu Carla.

"Nanti malam akan Nenek sampaikan pada Aaron. Karen jaga diri baik-baik, ya?"

Karen mengangguk pelan. Setelah berpamitan pada Carla dan Grisha, Karen pun masuk ke kursi tengah mobil. Levi menutup bagasi. Ia langkahkan kakinya ke samping mobil, tempat dimana Carla dan Grisha berada.

"Kami pulang dulu. Terima kasih sudah memperbolehkan kami menginap di sini."

Grisha mengusak rambut Levi, "Terima kasih juga sudah mau berkunjung. Sering-seringlah kemari dengan Karen. Kami akan menyiapkan kamar khusus untuk kalian berdua."

"Terima kasih." Levi menunduk sekilas lalu masuk ke bangku penumpang di samping Eren.

Mobil pun melaju keluar dari perkarangan rumah besar keluarga Yeager. Carla melambaikan tangannya seiring mobil tersebut berjalan.

"Hah, aku masih merasa tidak enak pada Levi."

"Tenang saja, Istriku. Kalian berdua akan baik-baik saja pada akhirnya."

.

"Anak-anak, ada berita duka. Ibu dari Aaron Yeager meninggal tadi pagi. Jadi pembelajaran hari ini akan ditiadakan. Kalian boleh pulang. Ibu sudah mengabari orang tua kalian semua." Petra, dengan mata yang hampir menumpahkan cairannya, berusaha keras menahan tangisannya.

Sementara itu, Karen tidak bisa menahan keterkejutannya. Dadanya ia remas perlahan, berusaha menghapus rasa tidak enak yang bersarang di hatinya.

"Aaron."

.
.
.
.

To be continue.

Kendal, 12 April 2021

InsultedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang