7

890 98 4
                                    

Masih pagi, beberapa pelayan keluar-masuk kamar tamu membawa kotak P3K, air dalam baskom, ada juga yang membawa makanan manis. Setelah Karen jatuh di atas kumpulan bunga mawar, Eren memanggil beberapa pelayan yang ada di dekatnya dan Levi berlari menuju Karen. Lengan Karen terluka parah di bagian luar. Levi berharap tidak terjadi infeksi berkat luka-luka itu.

Karen menangis di dekapan Sang Mama saat air membilas tangannya. Levi berusaha mengalihkan perhatian Karen dengan terus memberikan kata-kata penenang. Carla dibantu Grisha dan dua pelayan lain sedang berusaha menutup lengan Karen. Anak itu berusaha menghindari apa saja yang menyentuh kulit lengannya karena perih yang ia rasakan.

Makanan manis tidak berfungsi sebagai pengalih perhatian juga. Orang-orang kewalahan menghadapi sikap keras kepala Karen saat ini. Siapa sangka omega perempuan berumur tujuh tahun memberontak kuat seperti remaja alpha.

"Sakit, Ma!"

"Iya, sebentar lagi tidak sakit. Tolong tenanglah, Sayang."

Karen menggeleng cepat. Tangannya mengepal kuat saat Grisha kembali meneteskan obat luka pada lengannya.

"Setelah ini hanya tinggal membalutnya dengan kain kasa."

Levi mengangguk. Apapun itu yang penting Karen bisa terlepas dari rasa sakit ini.

Masih di taman belakang rumah, Eren melipat lengannya di dada, menatap Aaron penuh aura dominan. Aaron juga terkejut berkat kejadian tadi. Teriakan Karen tepat menembus gendang telinga menambah keterkejutannya.

"Ayah tidak mau ada alasan lagi. Setelah ini kau harus minta maaf pada Karen."

Aaron mendongak. "Kenapa Ayah sangat melindungi anak itu. Siapa anak Ayah sebenarnya?"

"Kalian. Tapi selama ini hanya kau yang bersama Ayah. Kau tidak sadar bahwa kau punya adik, Ayah juga tidak sadar punya anak kedua."

Aaron mendorong tubuh Eren penuh amarah. Ia balas menatap Eren tajam. "Selama ini hanya Ibu yang mau bersamaku. Ayah hanya mengurus pekerjaan, Ayah melupakanku dan Ibu, hah!"

Eren menggenggam tangan Aaron. Ia menghela nafas pelan. Lututnya ditekuk, ia merendahkan tubuhnya menyamai Aaron, "Aaron tidak salah. Tidak apa-apa kalau Aaron mau marah. Tapi ada sesuatu yang Aaron tidak tahu."

Aaron mengulum bibirnya. Ia hempaskan kedua tangan Eren lalu berlari masuk ke rumah. Eren terhuyung ke depan namun ia bisa mengendalikan dirinya segera. Eren tahu hal ini akan terjadi, dia siap dibenci oleh anaknya. Toh, dari awal ini memang salahnya. Tapi apa yang bisa ia perbuat?

.

Karen tidak mau keluar dari kamar seharian penuh. Levi semakin khawatir tentang kesehatan Karen. Levi pernah membaca tentang depresi dan gangguan mental yang ia lupa apa namanya. Melihat Karen saat ini seperti satu gejala yang ia baca di situs kesehatan.

Levi tidak bisa keluar kamar untuk menjaga Karen, untuk menghalau Karen melakukan sesuatu yang tidak ia inginkan. Eren rutin mengunjungi kamar tamu setiap satu jam sekali. Dia membawa camilan dan makanan berat untuk memancing rasa lapar Karen. Tapi Karen hanya beringsut mendekati Levi.

Pintu kamar diketuk pelan. Levi sudah bisa menebak itu adalah Eren. Tebakannya benar setelah pintu terbuka. Kali ini Eren membawa udang goreng tepung, kesukaan Karen. Setelah masuk, pintu kembali ditutup. Eren mendekat dan naik ke ranjang.

"Dia tidur?"

Levi mengangguk pelan. Eren pun meletakkan udang goreng di atas meja kecil, bergabung dengan makanan ringan yang tadi ia bawa. Levi membenarkan posisi tidur Karen agar tidak menekan lengannya yang berbalut kain kasa.

InsultedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang