4

957 115 24
                                    

"Selamat malam, Sayang."

"Umm..." Karen mengerucutkan bibirnya, "Papa pulang sekarang?"

Eren menaikkan selimut Karen sebatas leher, "Iya. Besok kita akan bertemu lagi kalau Karen mau."

"Tentu saja Karen mau."

"Kalau begitu," Eren mengecup kening Karen penuh kasih sayang, "tidurlah agar hari esok cepat datang."

"Selamat malam, Pa." Karen memejamkan matanya.

Eren tidak langsung beranjak dari kasur Karen. Matanya masih memandangi wajah manis putrinya yang tidur lelap dengan cepat. Poni yang menutupi kening disibak ke atas agar tidak menutupi kelopak matanya.

"Karen senang sekali bisa bersamamu."

Ditolehkan kepalanya mengarah ke pintu kamar. Levi berdiri di bingkai pintu sambil memandang Karen. Kedua lengannya dilipat di depan dada.

Eren beranjak dan mendekati Levi. Tapi Levi menjaga jarak. Kaki rampingnya melangkah ke dapur, lebih tepatnya ke depan tempat untuk mencuci piring. Eren mengikutinya dari belakang dan berhenti di meja makan.

"Aku minta maaf."

Keran air dihidupkan. Levi memakai sarung tangan untuk mencuci piring, mengabaikan Eren di belakangnya.

"Karen tidak tahu apa-apa tentang kita dulu, kan? Kau merahasiakannya."

"Karen tidak perlu tahu. Tidak penting."

Eren menggenggam sandaran kursi makan, "Karen butuh tahu. Karen bercerita kalau dia ingin melihat neneknya yang masih hidup."

"Aku tidak mengizinkan Karen bertemu ibumu. Entah apa yang akan ibumu lakukan ketika bertemu Karen. Hinaan apapun yang akan Karen terima, aku tidak toleran."

Piring dibilas. Biasanya bersih-bersih membuatnya tenang, tapi tidak dengan kehadiran Eren, apalagi sambil membicarakan hal yang sensitif untuknya.

"Maaf," Eren menunduk. Levi mulai menata piring di rak pengering dan mencuci tangannya, "Aku bodoh sekali saat itu, sampai saat ini. Aku membiarkan ibu mempengaruhiku dan menelantarkan kalian."

"Aku tidak butuh maafmu." Levi menatap Eren, "Apa yang kau pikirkan selama tujuh tahun setelah bercerai denganku? Aku bermain di rumah bordil dengan pelanggan? Teman-teman omega ibuku sangat melindungiku di rumah bordil. Mereka menyembunyikanku di saat jam kerja mereka agar tidak ada satupun orang mengetahui keberadaanku."

Eren membulat matanya. Diangkat wajahnya menatap Levi, "Jadi, kau—"

"Lalu, entah bagaimana ceritanya, kau bisa menemukanku di kamar mandi saat heat. Aku tidak akan berbohong kalau aku mempercayai takdir, aku percaya kalau kau adalah pasangan yang ditakdirkan untukku. Aku menerimamu sebagai pasanganku, bahkan saat mengetahui kau sudah menikah dengan omega lain." Levi menahan matanya yang perih berkat air mata yang menggumpal. "Aku senang kau mempercayaiku saat itu di saat ibumu mengataiku sebagai jalang paling hina di bumi. Saat ayahmu meyakinkanmu bahwa kau sudah menikah dan Historia sudah hamil, kau bilang bisa mengurus dua istri."

Tumpah sudah air mata Levi. Kain lengan diusapkan kasar pada kedua matanya, "Kau tahu aku sangat kesusahan saat hamil, tapi aku masih tinggal di rumah bordil. Akhirnya kau menikahiku dan membiarkanku tinggal bersamamu dan Historia. Tapi kenapa saat aku hamil tua kau malah mengusirku?"

Eren mendekat. Ingin sekali ia memeluk Levi, tapi Levi tetap menjaga jarak dengannya. Eren tidak peduli lagi. Ia bergerak cepat dan memeluk Levi.

"Lepaskan!"

Levi memberontak kuat. Tangannya memukuli anggota tubuh Eren yang bisa ia pukul, seperti punggung, bahu, dan lengannya.

"Levi, aku menyesal. Aku mau menembus semua kesalahanku."

InsultedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang