Epilog

1.1K 107 8
                                    

Hari minggu siang. Hari yang sangat tenang untuk ketiga pengguni rumah Yeager muda. Eren bersama Karen dan Aaron sedang menonton TV. Levi tidak ada di rumah sejak pagi, rahasia katanya.

Karen tiduran di sofa dengan paha Eren sebagai bantal. Aaron duduk di sebelah Eren sambil memakan camilan jagungnya.

"Papa," Karen merengek.

Eren menghela nafas panjang. Putrinya ini terus saja merengek sejak pagi setelah Levi pergi. Banyak sekali alasannya, yang pertama karena ingin ikut Levi, yang kedua ingin makan cokelat, yang ketiga ingin menyusul Levi yang entah kemana, yang keempat ingin makan siang, ini yang kelima.

"Ada apa, Sayang?"

Karen mendongak, menatap dagu Eren dari bawah, "Mama masih lama, ya?"

Eren menatap jam dinding. Setelah itu ia beralih menatap Karen. "Papa tidak tahu. Karen mau menelpon mama lagi?"

Karen mengangguk lesu. Perempuan itu mengambil ponsel Eren di meja dan menghubungi nomor Levi. Setelah beberapa kali percobaan, Levi tetap tidak menjawab. Karen semakin sedih.

"Mama pulang!"

Pintu depan terdengar dua kali. Ketiga orang di depan TV menoleh ke belakang, tepatnya arah Levi berada.

"Mama!"

"Hai, Sayang. Maaf, Mama tidak menjawab teleponnya tadi."

Eren menatap Levi lekat. Omega manis itu terlihat sangat berbeda. Levi memang cantik, tapi Eren merasa dia semakin cantik. Kulitnya semakin berkilau, bulu matanya lentik, dan bibir semerah ceri itu semakin terlihat menggoda, ditambah aura bahagia yang ia pancarkan.

"Dari mana kau?"

Levi terkejut mendapati suara berat tersebut. Ia balas menatap Eren takut-takut.

"Emm.. aku ingin memberimu ini."

Levi menyerahkan satu map tipis kepada Eren. Sambil menerimanya, Eren menatap map putih itu dengan tatapan bertanya.

"Kau dari rumah sakit? Kau sakit? Kenapa tidak bilang?"

"Shhtt—" Levi menempelkan jari telunjuknya pada Eren. Levi menekuk kedua lengannya pada sandaran sofa di belakang Eren, "Lihat saja dulu."

Karen beranjak dari posisinya dan menempel pada Eren. Ia menatap map itu dan Levi bergantian. Levi mengelus rambut kedua anaknya yang sama-sama kebingungan.

Eren membuka map dan membaca selebaran yang ada di dalamnya. Matamya terbuka lebar setelah menemukan kesimpulan dari selebaran tadi. "Kau hamil?" Eren menatapnya tidak percaya.

Aaron dan Karen juga sama terkejutnya. Ketiga orang menatap Levi terkejut. Levi terkekeh dan mengangguk. Omega manis itu menepuk pipi Eren gemas.

"Usianya satu bulan."

Aaron dan Karen memekik senang, "Kita punya adik!"

"Yaa, kalian akan punya adik."

Eren mengerjab pelan. Menghela nafas, Eren ikut senang mendengarnya. Awalnya Eren geram karena Levi pergi tanpa alasan yang jelas. Tapi dia senang sekarang.

"Eits, tapi..." Levi menegakkan telunjuknya pada ketiga orang tersayangnya. Eren, Aaron, dan Karen menunggu kelanjutan kalimat Levi, "Mama yakin Mama sudah bilang tadi pagi. Kenapa tidak ada yang bersih-bersih?"

Serentak Aaron dan Karen menunjuk Eren, "Papa bilang tidak perlu!"

Aura kebahagiaan yang Levi pancarkan tadi berubah seketika. Ia tatap tajam Eren yang menciut dalam posisi duduknya. Kemarahan Levi itu lebih menyeramkan dari apapun di dunia.

"Sayang..." Levi tersenyum. Eren semakin ketakutan. Senyum itu membawa kabar buruk untuknya. "Sepertinya kau tidak ingin merasakan lubangku lagi, hah?"

"Bukaan! Bukan begitu!" Mengabaikan tatapan bingung dari kedua anaknya, Eren beranjak dari sofa dan berlutut di hadapan Levi. Sementata itu, Levi memalingkan wajahnya sambil melipat kedua lengan di dada.

.
.
.
.

Kali ini beneran tamat :)

InsultedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang