Hal pertama pagi ini, Levi sudah berkutat dengan ponselnya. Sebuah nama di daftar kontak ia tekan dan tersambung pada telepon. Levi mengetuk mejanya tidak sabar.
"Selamat pagi."
"Iya, selamat pagi." suara Levi hampir terdengar sampai kamar Karen, padahal Levi berada di dapur, "Maaf mengganggu pagi-pagi."
"Tidak apa-apa, Tuan Levi. Saya juga sudah bangun," kekehan kecil terdengar dari seberang telepon. Nomor yang Levi hubungi adalah wali kelas Karen, Petra Rall.
"Anoo.. putri saya, Karen, bolehkah saya tahu bagaimana putri saya di sekolah?"
"Karen? Dia anak yang sangat rajin. Dia dan teman sebangkunya memang kompak. Tapi, saya merasa aneh dengan Karen akhir-akhir ini. Dia terlihat tidak bersemangat. bahkan pada jam pelajaran terakhir, dia terlihat sangat lemas. Bagi saya itu adalah hal yang sangat membingungkan. Pernah saya bertanya pada Arie, teman sebangkunya, sepertinya Arie merasakan hal yang sama."
Nafas Levi tercekat beberapa saat. Ia menoleh pintu kamar Karen yang tertutup rapat. Setelah permohonan Karen sebelum sarapan tadi, Levi berusaha membujuk Karena agar mau bersekolah. Tapi Karen tetap menolak.
"Baiklah, tapi Karen akan bersekolah besok, kan?" Levi mencoba menahan kesedihannya sambil mencolek hidung Karen. Karen menatap Levi sebentar lalu mengangguk pelan.
Kejadian itu masih bersarang di benak Levi, "Maaf, Ibu Rall, sepertinya Karen tidak bisa mengikuti pelajaran hari ini. Sepertinya ada sesuatu yang menimpanya di sekolah, tapi Karen tidak mau menceritakannya kepada siapa-siapa."
"Tidak apa-apa, Tuan Levi. Saya akan berusaha mencari tahu tentang Karen."
Levi tersenyum lega, "Syukurlah. Terima kasih banyak, Bu. Saya juga akan berbicara pelan-pelan dengan Karen."
"Sama-sama, Tuan Levi. Kalau begitu, saya permisi tutup teleponnya. Selamat pagi."
"Selamat pagi."
Sambungan telepon terputus. Levi memijat keningnya perlahan, berusaha mengusir rasa pusing yang melanda. Ia pun beranjak dari kursi makan dan berjalan pelan ke kamarnya untuk mengambil laptop, lalu membawanya ke ruang keluarga, tepatnya di depan TV.
Setelah menyamankan posisi duduknya di lantai, bersandar pada sofa, Levi membuka laptop dan menyalakannya. Levi tidak mengira Karen bisa seperti ini, dia merasa tidak siap sama sekali. Juga, Levi tidak tahu langkah apa yang harus ia ambil untuk mengatasi masalah putrinya. Bagaimanapun juga, Karen masih terlalu kecil untuk mendapatkan masalah seperti ini.
"Buli?" Satu hal itu melesat cepat di pikiran Levi. Bisa jadi Karen dibuli di sekolahnya. Hati Levi semakin tidak tenang.
Saat Levi hendak mencari perihal buli di internet, pintu kamar Karen terbuka. Langkah kecil Karen membawanya mendekati Levi. Levi segera menengok Karen dan merentangkan kedua tangannya, "Kemari."
Karen pun memeluk leher Levi dan duduk di atas pahanya. Levi mengelus rambut Karen penuh kasih sayang.
Apa yang terjadi padamu saat tidak ada mama, Sayang?
.
Satu minggu kemudian. Tidak ada kemajuan tentang kasus Karen walaupun anak perempuan cantik itu sudah mau berangkat sekolah lagi. Tapi Karen selalu pulang dalam keadaan lemas dan pucat. Karen selalu menanyakan pada Levi, apakah ada lauk di rumah atau tidak. Padahal di sekolah Karen ada program makan siang, kenapa Karen selalu pulang dengan kondisi perut kosong?
![](https://img.wattpad.com/cover/261216906-288-k2651.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Insulted
FanficSejak kecil Levi hidup di rumah bordil bersama ibunya. Namun saat usianya hampir menginjak tujuh tahun, ibunya meninggal. Levi dirawat oleh teman omega ibunya di rumah bordil sampai akhirnya ia bertemu Eren. Ia merasa kehidupannya berubah dan mulai...