9. tentang duren

69 11 0
                                        

Marsha berjalan santai menuju gerbang sekolahnya. Hari ini ia tidak diantar tapi naik bus.

"Marsha." Marsha menoleh dan mendapati Fadil yang berjalan kearahnya. Marsha tersenyum.

"Hay dil." Fadil balas tersenyum lalu keduanyapun berjalan masuk kedalam sekolah.

"Kok sendiri Mar?biasanya juga sama Fika," tanya Fadil.

"Tau tuh anak, lagi sibuk dianya"

Fadil mengangguk angguk.

"Eh iya dil, gue minta maaf soal kemalin yah." Fadil tersenyum lalu mengangguk.

"MARSHAAA!!"

Marsha menoleh dan mendapati  Fika yang berlari kearahnya.

"Aaaaa...gue kangen ama lo cadel" ujar Fika memeluk leher Marsha. Marsha rasanya tercekik.

"Ya ya ... g-gue kecekik woy"

Fika melepas pelukannya lalu menyengir.

"Gimana? Kangen nggak ama Fika yang cantik imut dan baik hati ini?".

"Najong" kesal Marsha.

"Idiee nggak mau ngaku kalo kangen, bayangin Mar dua hari gue nggak sekolah yaampun ... gila sih"

Ketiganya pun kembali melanjutkan jalan. Fika menoleh pada Fadil lalu tersenyum.

"Makasih yah udah jagain sahabat gue"

"Lo kemana emang?" tanya Marsha.

"Oh itu, biasalah gue disuruh gantiin papa gue dikantor katanya itu juga biar nanti gue terbiasa" jelas Fika.

Memang papa Fika adalah salah satu CEO Perusahaan yang cukup terkenal.

Marsha mengangguk angguk.

"Tapi kemalin lo bilang,lo lagi sama masa depan lo? Siapa?" Fika menyengir.

"Dia klien papa gue, ganteng banget sumpah dah ... dia itu duren!!"

Mata Marsha dan juga Fadil membulat.

"Lo suka sama dia?" kaget Marsha.

"Klien papa kamu, buah?" tanya Fadil juga membuat Marsha dan Fika menggelengkan kepalanya.

"Aduh ... bukan gitu maksud gue dil, duren itu duda keren!"

"Trus gue jatuh cinta ama dia, omaygat Mar dia udah punya anak satu trus anaknya cewe ... kiutt banget kek bapaknya!"

"Astaghfilullah, fik! Lo kelasukan keknya"

"Bodo amat ye lo mau bilang apa, lo ambil aja noh si Zidan gue mo ngebet duren!" tukas Fika. Mata Marsha berbinar.

"Lo mau bantuin gue deket ama Zidan?" tanya Marsha penuh harap. Fika mengangguk malas.

"Iyye."

"Aaaaa ... makasih sahabatku!" pekik Marsha lalu memeluk Fika. Fika tersenyum.

"Apasih yang enggak buat sahabat gue inii,iyya nggak dil?"

Fadil hanya mengangguk dan ikut tersenyum.

"Jadi kita mulai dalimana dulu?" tanya Marsha penasaran. Fika terlihat berfikir lalu kemudian mengentikkan jarinya.

"Pertama, lo harus jadi cantik dulu ... gak-gak maksud gue, lo harus rubah penampilan lo ini!"

Marsha mengangguk mantap.

"Nanti sole kita ke mall cali baju, okeh?"

"Iyaps, lu ikut ya dil ... sekalian kita havefun bareng bareng," ajak Fika dan lagi lagi Fadil hanya mengangguk.

"E eh Mar Mar ... liat tuh disana!" Ketiganya berhenti berjalan lalu mengikuti arah pandang Fika. Mata Marsha berbinar.

"Aaa balu juga diomongin," gumam Marsha melihat Zidan dengan gaya coolnya keluar dari kelas.

"Itu Zidan?" tanya Fadil.

Marsha menggangguk.

"Iyyah ... ganteng bangetkan??"

"Duren gue berkali kali lipat lebih ganteng dan lebih keren daripada si Zidan," bangga Fika.

"Kita kekelas aja yuk,bentar lagi kita masuk loh," ajak Fadil kurang suka melihat Marsha yang memperhatikan setiap gerak gerik Zidan.

"Iyya Mar, nanti lo bicara sama Zidan pas udah nggak secupu ini,"

🐒🐒🐒

"Ini lo kenapa lagi nih?" tanya Bam heran melihat Rafael yang menekuk wajahnya.

"Cinta gue katanya nggak bakal balik, dia bilang gue harus cari yang lain," lirih Rafael.

"Ck ... muka doang ganteng tapi sadboy!" cetus Juna, Egi dan Bam mengangguk menyetujui.

"Iyatuh ... percuma ganteng tapi ditinggalin yahaha," sahut Egi.

"Yaudah sih, kan lu masih punya Marsha," celetuk Bam. Rafael menghela nafas.

"Marsha mah harus ada dan wajib ada, dia babu sekaligus topeng monyet buat gue," lirihnya lagi membuat tiga sahabatnya mengelus dada.

"Babu matamu! Yang ada lo yang dijadiin babu ama si Marsha," cetus Juna.

"Ho oh ... daripada lo sok sokan bilang Marsha itu babu lo, mending lo tembak aja daripada keduluan ama sicupu ntu," saran Egi dan Bam menyetujuinya.

"Bener tuh, dari yang gue liat tuh cupu keknya suka juga ama si Marsha,"

"HEH!KENAPA JADI NGOMONGIN MARSHA SIH?!" kesal Rafael berteriak membuat kelasnya yang sedang jam kosong menjadi hening.

"Apalu semua liatin gue? Matalu mau gue colok?!" sadis Rafael. Juna menggelengkan wajahnya prihatin, ia kemudian menepuk pundak Rafael.

"Kasian sadboy," kata Juna dengan mimik wajah yang dibuat sedih.

"Kampret lu!"

---

---

---

MarElTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang