10. Mall

74 12 1
                                    

"Kamu perginya sama siapa sayang?" tanya Gea melihat Marsha yang turun dengan baju santai yang rapi. Marsha tersenyum.


"Sama Fika sama Fadil juga ma" kata Marsha. Gea mengernyit.

"Fadil? Oh yang kemarin itu yah?" Marsha menggeleng cepat.

"Bukan bukan...ish, yang kemalin mah olang gila..Fadil itu temen balu Malsha" Gea mengangguk angguk.

"Iyyadeh iyya..eh tapi yang kemarin itu namanya siapa?" tanya Gea.

"Lafael ma"

"Namanya lucu yah...kenapa bukan Rafael? Malah lafael"

Marsha mendengus.

"Ih itu maksud aku mah, lafael"

Gea tergelak.

"Lafael? YaAllah ganteng gitu tapi namanya aneh" ujar Gea dan masih tertawa.

"Ma ish...namanya lafael bukan lafael! Ah udahlah..aku pelgi yah mah kayaknya fadil udah didepan"

Gea yang masih tertawa hanya menganggukkan kepalanya.

"Hati hati kamu"

Akhirnya Marsha memilih berjalan keluar dimana Fadil telah menunggunya dengan motornya.

Marsha menggaruk tengkuknya.

"Kita pake ini?" tanya gadis itu. Fadil mengangguk tapi sedetik kemudian menoleh pada motornya, bisa dikatakan itu motor tua.

"E eh tapi kalo kamu nggak pernah naik ini,yaudah kita pesan taksi aja" jawab Fadil cepat.

Marsha menggeleng cepat.

"Nggak usah..kita naik ini aja, lagian gue udah lama nggak naik motol" kata gadis itu tersenyum senang membuat Fadil juga tersenyum.

"Yaudah ayok naik"

Kemudian Marsha naik kemotor Fadil dan perlahan motorpun dilajukan.

Sepanjang perjalanan Marsha bercerita pada Fadil tentang betapa ia menyukai Hamdan bahkan dari awal masuk sma. Keduanya tertawa bahagia.

"Naik motol telnyata enak yah dil" sahut Marsha dan Fadil mengangguk.

"Kapan kapan lo jemput gue pake motol yah, gue suka"

Mata Fadil membulat dan jantungnya yang entah kenapa malah dangdutan.

"Yah dillll???"

Fadil menormalkan ekspresinya.

"I-iyya Mar" katanya.

Kini keduanya sudah sampai didepan pintu mall yang disana sudah ada Fika yang berkacak pinggang.

"Lama banget gue tungguin, ampe lumutan nih gue!" rajuk Fika bersidekap dada. Marsha menyengir.

"Jangan gitu dong sahabatku, yok masuk kita havefun gue yang bayal" Fika kemudian mengangguk semangat lalu keduanya masuk. Fika menoleh pada Fadil yang diam.

"Dil, ayo masuk!" ajak Fika lalu menyeret Fadil untuk masuk.

Ketiga remaja itupun menghabiskan waktu berjam jam berkeliling didalam mall, bermain game, makan es krim, membeli boneka, alat make up dan beberapa baju fashionable untuk Marsha.

Dan saat ini ketiganya berada ditoko aksesoris.

"Mar mar..liat deh yaampun, lucu bangett" pekik Fika melihat boneka kelinci.

"Ambil aja Fik, gue yang bayal tenang aja" ujar Marsha dan Fika mengangguk semangat.

Marsha menoleh pada Fadil. Cowok itu sedang berada didepan rak gantungan kunci. Dilihat dari jauh, cowok itu cukup tampan hanya saja kacamata kutubukunya yang membuatnya terlihat cupu, seperti Marsha.

"Dil!" panggil Marsha menghampiri Fadil. Fadil menoleh.

"Eh, iya?"

"Lo nggak mau ngambil salah satu?" tanya Marsha sambil memperhatikan satu persatu gantungan kunci itu.

Fadil hanya menggeleng membuat Marsha berdecak.

"Ambil salah satu, nggak mau tau!" ujar Marsha.

"Nah ini aja!" putus Marsha mengambil tiga gantungan kunci dengan motif kucing menggemaskan.

"Ucul kan?ini buat kita beltiga" ujar gadis itu lagi dan Fadil hanya mengangguk.

"Yuk kekasil"

---

"RAFAEL!KAMU DENGER PAPA NGOMONG NGGAK SIH?!"

Rafael menghentikan kegiatan makannya lalu melirik lelaki paruh baya yang tak lain adalah ayahnya.

"Denger!" ucap Rafael datar.

"KAMU INI BUKANNYA BELAJAR MALAH KELUYURAN SAMA TEMEN BRENGS-

BRAK

Rafael menggebrak meja makan lalu berdiri.
"Temen rafael nggak brengsek, nggak kayak istri papa yang muna!"

"RAFAEL..JAGA MULUT KAMU!" Vino, papa Rafael ikut berdiri.

"Mas udah..jangan bentak Rafael gitu" Rafael menatap mama tirinya itu datar.

"Dih munafik bat jadi orang!" gumam cowok itu lalu menjauhkan piringnya dari hadapannya.

"Gue nggak sudi makan masakan wanita munafik kek lo!" tukas Rafael lalu pergi dari sana.

Mawar, mama tiri Rafael terduduk lemas.

"Rafael bener bener benci sama aku mas" lirih wanita itu. Vino mendekati istrinya lalu mengenggam tangannya.

"Kamu yang sabar yah, Rafael bakal tau yang sebenarnya diwaktu yang tepat" Mawar mengangguk.

Ia tidak akan menyerah semudah itu. Ia berjanji akan membuat Rafael membuka hati anaknya itu agar menerimanya sebagai ibu.

---

---

---

Jika ada salah kata, mohon dikomen jangan cuma dimaafkan:>

Beli nasgor dikantin sekolah
Tunggu ae part selanjutnya:>

MarElTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang