SIDE JOB - CHAPTER 2

692 106 49
                                    

CHAPTER 2 : Gadis Berlidah Pedang

Author Playlist : Bahari - Savage

*  *  *

PERINTAH Jiyong dan rasa penasaran yang membumbung tinggi membuat Lalisa memutuskan untuk tinggal di ruangan itu.

"Kupikir kau tidak menganggapku memenuhi syarat untuk dimintai nasihat," ujar Lalisa saat melangkahi berbagai benda yang tadi menjadi sasaran kemarahan Jiyong.

"Suatu hari nanti lidahmu yang tajam itu akan menyulitkanmu!" Jiyong mengingatkan. "Tak adakah yang bisa membuatnya tumpul?"

"Kalau kau mencari penghiburan, kau memilih wanita yang salah," ujar Lalisa terus terang. "Hanya karena tidak mendapatkan apa yang kauinginkan, kau tak perlu menghancurkan tempat ini. Jadi, kau bertemu dengan wanita yang mempunyai satu atau dua sel otak. Cepat atau lambat itu toh harus terjadi."

Jiyong berdecak tidak setuju. "Kau tahu, Lalisa? Kau terobsesi dengan kehidupan asmaraku. Siapa bilang ini ada hubungannya dengan wanita?"

Ucapan Jiyong memang membuat Lalisa terkejut. Pria itu seperti magnet bagi wanita. Dia seperti tidak berpakaian kalau tanpa seorang wanita dalam pelukannya. Itu bukan berarti dia tidak bekerja keras menjalankan bisnisnya. Perusahaannya takkan berada di urutan teratas dalam bidangnya kalau dia tidak membanting tulang. Namun dia juga senang bermain. Lalisa pernah mendengar kisah sedih Jiyong, dan biasanya pada titik tertentu seorang wanita terlibat dalam kisah itu. Namun itu rupanya tidak, jika memang pria itu bisa dipercaya.

"Tidak?" tanya Lalisa, alisnya terangkat. Seandainya ia memang telah bersikap tidak adil, ia siap meminta maaf, walaupun itu berlawanan dengan wataknya. Ia baru saja akan membuka mulut untuk meminta maaf saat Jiyong mengalihkan pandangannya lalu menggosok lehernya dengan gerakan jengkel.

"Sebenarnya ini tentang seorang wanita, tapi tidak seperti yang kaubayangkan," aku Jiyong ragu-ragu.

Tergoda karena Jiyong jelas-jelas gelisah, Lalisa akhirnya duduk di kursi terdekat lalu menyilangkan kaki. Dengan sopan ia merapikan roknya yang berwarna lembayung. Tadi ia sudah melepaskan jasnya, dan kini hanya mengenakan blus tanpa lengan sederhana berwarna krem agar terasa nyaman di musim panas yang menyesakkan ini.

"Menurutmu apa yang kubayangkan?" Lalisa menantangnya, tatapan Lalisa mengikuti Jiyong saat pria itu berjalan ke kursi kulitnya lalu mengempaskan tubuh sambil mendesah keras.

"Yang terburuk. Kau biasanya begitu," balas Jiyong datar, dan Lalisa tertawa lembut.

Lalisa mengembangkan kedua tangannya. "Well, salahmu sediri. Kau tak pernah perlu menghibur para mantanmu. Kisah-kisah yang pernah kudengar membuatku bergidik membayangkannya," Lalisa bergidik kecil untuk menegaskan.

"Jangan percaya semua yang kaudengar. Bukan salahku kalau mereka banyak berharap. Aku tidak pernah menjanjikan apa pun pada mereka," Jiyong membela diri.

"Itulah yang kukatakan pada mereka. Bahwa kau bukanlah jenis pria yang bisa bertahan hanya dengan satu wanita. Bahwa sebaiknya mereka melupakanmu dan mencari orang lain yang bisa," Lalisa sependapat.

Alis Jiyong terangkat mendengar itu, kemudian ia tertawa. "Kupikir maksudmu adalah sebagian hidupku yang menurutku sangat pribadi—dan jelas-jelas keliru. Pernahkah seseorang mengatakan padamu seharunya kau tidak mencampuri kehidupan asmara atasanmu?"

"Kehidupan asmaramu tidak lagi jadi urusan pribadi apabila kau mengumbarnya di ruang publik. Wah, hampir tidak ada hari berlalu tanpa melihat fotomu dengan wanita bergelayutan di pelukanmu! Buku kecil hitammu pasti sudah penuh saat ini," protes Lalisa sinis.

Side Job (JILICE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang