SIDE JOB - CHAPTER 6

443 72 20
                                    

CHAPTER 6 : Tergoda

Author Playlist : Wild Rivers - Thinking 'Bout Love

*  *  *

LALISA menjilat bibir lalu menelan ludahnya, dan tiba-tiba menyadari rasa hangat di bahunya. Ketika memandang ke bawah, ia melihat tangan Jiyong masih di bahunya. Itu rupanya yang membuat satu titik di tubuh Lalisa memanas, dan titik itu memancarkan kehangatan. Bingung dengan efek yang ditimbulkan, Lalisa menekan tombol untuk menaikkan sandaran kursi, dan pada saat bersamaan memindahkan tangan Jiyong.

"Terima kasih," gumam Lalisa kikuk. "Apa aku membuat keributan?" lanjutnya sambil sembunyi-sembunyi memandang sekeliling untuk mencari tahu apakah ada orang yang melihat ke arahnya. Ia lega tidak ada orang yang melihat ke arahnya.

Hanya Jiyong yang menatapnya penuh perhatian. "Rintihan pelan saja. Tapi cukup jelas bagiku bahwa apa yang terjadi di kepalamu pasti tidak menyenangkan. Kau sering bermimpi buruk?"

Senang karena ia dibangunkan dari salah satu mimpi buruk yang mengerikan, Lalisa menggeleng. "Kadang-kadang saja," ujarnya. Dulu ia sering terganggu karena mimpi- mimpi tersebut. Setiap malam ia lelah karena tidurnya tidak nyenyak dan terbangun terus. Seiring berjalannya waktu, mimpi-mimpi itu perlahan mulai mereda. Sekarang ia hanya bermimpi jika sedang khawatir atau kesal. Agaknya pertanyaan-pertanyaan Jiyong mengenai keluarganya yang kali ini membuat Lalisa bermimpi.

Ia bermimpi mengenai saat terakhir melihat keluarganya. Ayahnya tampak dingin dan tanpa belas kasihan seperti biasa. Melarangnya masuk ke rumah. Mengatakan hal-hal dengan suara kasar untuk menunjukkan penolakan. Hal-hal yang mematahkan harga dirinya hingga berkeping-keping, meskipun ia berusaha untuk bertahan. Ayahnya menyaksikannya pergi seolah-olah dirinya makhluk tak berarti. Begitulah Lalisa di mata ayahnya saat itu. Bukan lagi putri ayahnya, hanya benda yang akan dilangkahinya jika berpapasan di jalanan.

Tangan Jiyong yang berada di lengannya mengejutkan Lalisa. "Jangan," pinta Jiyong lembut saat Lalisa menatap pria itu ragu-ragu. "Kembalilah. Di mana pun kau berada barusan, jelas kau tidak ingin berada di sana."

Simpati Jiyong memunculkan gumpalan yang tidak terduga di tenggorokannya, dan ia harus melenyapkannya. "Ada mimpi yang memang susah dihilangkan," Lalisa mengakui, dan Jiyong tersenyum samar seolah-olah ia pernah mengalami hal yang sama.

"Untuk beberapa orang masa lalu bukanlah tempat yang menyenangkan, bukan?"

Itu bukan jalan yang dilaluinya, dan untuk menangkis Jiyong, Lalisa memandangnya dengan tatapan mengejek. "Kau pernah bermimpi buruk? Kupikir kau harus punya hati nurani untuk bisa bermimpi buruk."

Jiyong menggoyang-goyangkan jarinya ke arah Lalisa, memperingatkannya. "Nah, itu tidak baik, baby. Karena aku bermimpi, berarti aku memang mempunyai hati nurani, tapi aku ragu apa aku dapat menyakinkanmu tentang itu. Kau punya kebiasaan untuk selalu menganggapku buruk."

"Satu sisi yang seringkali kautunjukkan padaku," Lalisa membalas dengan cepat, lalu Jiyong tertawa.

"Ah, well, kalau ingin memancing ikan, kau harus menggunakan umpan yang tepat, kalau tidak mereka takkan memakan umpanmu," ujar Jiyong, dan mata Lalisa melebar.

"Jadi maksudmu aku terpancing umpanmu, begitu?" tuduh Lalisa gusar.

"Yang kaulakukan dengan sempurna."

Lalisa ingin sekali menyangkal dengan berapi-api, tapi melakukan itu sama saja dengan menjadikannya ikan yang memakan umpan yang Jiyong lempar, dan dengan demikian menegaskan apa yang pria itu katakan. Ia terpaksa harus puas dengan melempar tatapan geram dan satu kata.

Side Job (JILICE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang