SIDE JOB - CHAPTER 9

481 75 2
                                    

CHAPTER 9 : Brigadir Sir Marco Brüschweiler

Author Playlist : Sasha Sloan - Older

*  *  *


KETIKA Han Gi-ran—ia lebih suka disebut dengan nama gadisnya—melihat putra tertuanya berjalan menghampiri melalui kerumunan tamu, ia memekik dan melompat dari tempat duduk untuk menyambutnya dengan pelukan yang kuat. Kemudian dari mulutnya menyembur kata-kata dalam bahasa Perancis, yang sulit diikuti Lalisa, namun Jiyong menjawabnya dengan bahasa yang sama.

Baru ketika Lalisa memang lengan pria itu, Jiyong kembali menggunakan bahasa Korea yang diselingi pula dengan bahasa Inggris. "Jiyong, kau memang benar-benar bandel. Aku takkan pernah memaafkanmu karena tidak datang mengunjungiku selama berbulan-bulan. Sekarang apa alasanmu, anak nakal?" Gi-ran tidak menunggu Jiyong menjawab, karena tatapan matanya terpaku pada Lalisa yang membuntut di belakang putranya, lalu ia kembali memekik, namun lebih lembut. "Apa ini kekasihmu? Dia cantik, Jiyong. Kenapa kau tidak mengatakan padaku kalau dia begitu cantik? Perkenalkan padaku. Aku menuntut," ia mendesak putranya, yang selama mengatakan itu terus menatap Lalisa yang mulai merasa tidak enak karena diperhatikan begitu rupa.

"Lalisa, ini ibuku. Eomma, perkenalkan Lalisa Manoban," Jiyong menjalankan kewajibannya, dan Lalisa melihat ada kilatan di mata Jiyong ketika ia mengambil gelas dari tangan Lalisa sebelum Gi-ran memeluk wanita itu dengan pelukan yang hampir sama antusiasnya dengan pelukan saat menyambut Jiyong beberapa menit lalu.

"Lalisa, sayang, senang sekali bertemu denganmu. Ayo, peluk aku, semua teman putraku selalu disambut baik disini."

Gi-ran wanita yang bertubuh besar, seperti layaknya para penyanyi sopran senior, dan memeluk wanita itu bukanlah hal yang mudah. Namun Lalisa berusaha sebaik-baiknya, membuatnya tegang dan kedua pipinya memerah.

"Senang bertemu dengan Anda, Miss Han," balas Lalaia ramah.

Wanita itu melambaikan kedua tangannya, lalu mengerak-gerakkan kepala. "Gi-ran. Kau harus memanggilku Gi-ran, dan aku memanggilmu Lalisa."

Itu seperti titah keluarga kerajaan daripada sebuah saran, dan Lalisa, yang sedang berusaha mengatasi rasa terkejutnya, tersenyum. "Gi-ran, kalau begitu."

"Dan kita akan bersahabat, dan kau harus mengatakan semua tentang dirimu padaku. Tapi nanti. Jangan pergi dulu, Jiyong." Tanpa buang-buang waktu Gi-ran memperhatikan seluruh ruangan dengan kelihaian mata yang sedang mencari mangsa.

Sambil menyeringai Jiyong mengembalikan gelas Lalisa, yang kemudian isinya ia teguk banyak-banyak. "Astaga, apa dia selalu begitu. . . begitu. . .?" Lalisa tak bisa memikirkan kata yang tepat.

Jiyong tertawa penuh kasih. "Kupikir dia benar-benar berusaha mengendalikan diri. Biasanya dia tidak bisa berhenti bicara. Kurasa itu karena calon besannya juga hadir. Dia berusaha keras agar tidak membuat mereka takut."

Lalisa memasang tampang mengejek. "Kurasa akan lebih mudah berhubungan dengan dia jika dosis kemeriahannya tidak begitu banyak."

"Semua anaknya sepakat tentang itu. Jika tidak, dia akan mencoba mengambil alih hidup kami—dengan tujuan yang baik, tentu saja. Ayahku berpendapat bahwa lebih mudah menghadapi Gi-ran sekarang, ketika mereka tidak lagi pasangan suami-istri," jelas Jiyong.

"Jiyong, sayang." Alunan suara Gi-ran menarik perhatian mereka, membuat Jiyong dan Lalisa berbalik ke arahnya. Ia tersenyum lebar, di belakangnya ada laki-laki bertampang merenggut mengikuti.

Lalisa cukup melihat sekali ke arah wajah beraut keras itu, dan mendadak aliran darahnya membeku. Tidak! Tidak mungkin, katanya pada diri sendiri, tapi ia tahu bahwa ini nyata. Berjalan menghampirinya, laki-laki yang ia pikir—dengan perasaan senang—takkan pernah ia lihat lagi. Perasaan terguncang membuat Lalisa berhenti di tempat, dan ia yakin wajahnya pasti pucat sekali.

Side Job (JILICE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang