SWEVEN

116 20 0
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


'Ini... dimana?'

Mata bulat dengan ujung yang tajam mengedar ke sekelilingnya, netranya terus saja mencoba fokus dan mengingat – ingat apa yang terjadi kepadanya, tentang kenapa tiba – tiba Ia berada di tempat yang ini.

'Rasanya tak asing.. tapi dimana?'

Batinnya terus menerus menerka akan keadaan apa yang sebenarnya terjadi kepadanya. Sungguh, Ia bingung sekali saat ini. Bagaimana tempat yang baru pertama kali Ia datangi namun terasa seperti memori lama yang terulang kembali dengan sempurna.

Ia sekarang berada di sebuah bukit dengan rerumputan hijaunya yang membentang luas sepanjang mata memandang, lalu ada pohon cherry blossom dengan bunga merah mudanya yang sedang mekar dan berguguran disekitarnya. Kemudian kakinya bergerak tanpa dicegah, instingnya mengatakan jika Ia harus kesana karena seseorang sedang menunggunya meskipun Ia tak tahu akan bertemu siapa disana.

Hanya tinggal beberapa langkah hingga kakinya mulai menapak pada akar besar yang menonjol keluar dari tanah, sebelah tangannya bergerak menyentuh batang pohon yang mungkin sudah berusia cukup lama karena meskipun nampak kokoh dari jauh namun permukaan kasarnya menjelaskan berapa banyak musim panas dan dingin yang dilewatinya.

Dan disanalah netranya menangkap sosok seorang anak laki – laki seusianya dengan rambut coklat gelapnya sedang duduk bersila membelakanginya. Punggung laki – laki yang tak Ia kenal itu tidak selebar dan sekokoh punggungnya namun Ia tak dapat menahan bibirnya untuk mengulas sebuah senyuman lebar, mungkin karena Ia berfikir jika punggung itu akan sangat pas dalam rengkuhannya.

Nafasnya tercekat dalam beberapa detik saat tanpa aba – aba sosok yang dipandangi olehnya menoleh, kedua pasang mata itu sama sama membulat terkejut sebelum akhirnya sosok yang ternyata memiliki mata runcing bagaikan rubah itu mengulas sebuah senyuman lebar hingga deretan gigi rapinya terlihat.

"Kau sudah datang?" Tanyanya. Suaranya berada satu atau dua oktaf darinya dan itu membuatnya sedikit terkejut. Jangan katakan jika Ia kecewa, bukan begitu sungguh. Tapi hanya tidak menyangka seseorang dengan wajah yang tampan –atau cantik? Memiliki suara yang cukup berat.

"Kau tak berniat untuk terus duduk disana kan?" Lagi – lagi sebuah kalimat pertanyaan terlontar dari belah bibirnya yang tampak tipis dengan warna semerah cherry hingga tanpa sadar membuatnya menelan ludah gugup.

"Apa yang kau lihat? Benar tak ingin duduk bersamaku ya?" Mata bulatnya mengerjap dengan panik lalu kepala dengan surai hitam itu menggeleng berkali – kali berusaha untuk menghilangkan bayangan akan bibir merah laki – laki dihadapannya. Apa Ia akan dianggap mesum di pertemuan pertamanya? Sial sekali rasanya.

"A-anu, maafkan aku-"

"Terlambat, mari bertemu lagi nanti."

Kalimat maaf yang akan diucapkannya terpotong begitu saja, membuat semua kalimat yang sudah tercipta dan terangkai dikepalanya mendadak terburai dan lebur, menyisakan mulutnya yang masih terbuka dengan kata yang tak tersampaikan. Sedetik kemudian bahunya merosot turun dengan tidak rela saat anak laki – laki tadi malah bangkit berdiri dan melambaikan tangannya sembari berpamitan.

MERAKITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang