002 : Serangan Awal

14 3 12
                                        


Senin pagi yang cerah mengawali orang-orang yang kini sedang bergerombol di depan rumah berpagar hitam. Dengan motor sport masing-masing yang berwarna sama, mereka menunggu seseorang keluar dari bangunan yang disebut rumah.

Pagar dibuka. Gadis dengan rambut agak panjang itu terkejut, saat melihat lima motor yang terparkir di depan pagar.

"Perasaan gue cuma minta dijemput Nana deh. Kenapa jadi kayak mau konvoi gini woi?"

"Ya lo napa ngomongnya lewat grup, Jubaedah? ya pada tahu lah," seperti biasa Rendy suka paling ngegas.

"Gapapa kak Nin, disini kita datang untuk menghibur hati yang sedang patah."

"Betul," Leo menyauti ucapan Jidan.

Hanin mendecak, "teraserah kalian pada lah," ucapnya lalu berjalan ke motor yang dikendarai oleh Nadeo.

"Bisa gak?" Nadeo menoleh ke belakang. Mengulurkan tangannya sebagai pegangan untuk Hanin. "Udah?"

"Heem"

"Makanya, besok-besok jangan langsung ke grup ngechat-nya," ucap si pemilik eye smile.

"Iya Jeje. Eh, si Ecan gak ikutan nih?"

"Diem," Leo mengangkat telunjuknya ke udara. Membuat semua pasang mata tertuju ke arahnya.

Tak lama suara deru motor terdengar dari belakang mereka. Entah dapat komando dari mana, dengan serempak mereka menolehkan kepala. Mereka saling tatap satu sama lain. Kini dengan komando dari Leo, mereka menghidupkan motornya. Tepat pada hitungan ketiga, mereka menarik gasnya. Meninggalkan satu orang yang baru saja menghentikan laju motornya.

Haekal menahan segala umpatannya di ujung lidah, "saria mah kitu ka aing teh. Urang karak datang oge, hah!"

***


Upacara bendera paripurna setiap hari senin awal bulan, baru saja selesai. Semua siswa mulai pergi dari lapangan yang panas menuju kelas masing-masing yang telah diumumkan lewat mading pagi tadi.

Ninda dengan tas punggungnya memasuki kelas yang sepi meski sudah banyak siswa yang menempati bangku kosong. Ninda berjalan ke bangku depan yang terdapat tas di atas mejanya.

"Makasih, Sa," ucapnya sambil menyerahkan tas berwarna biru muda itu ke orang yang duduk di sampingnya.

Queensha Cantika atau sering dipanggil dengan nama Sasa itu mengangguk, "iya sama-sama. Sekelas lagi, kayaknya emang udah ditakdirin sama lo terus."

"Kenapa? Bosen sama gue?"

"Hooh, mau sama kakaknya aja."

"Aishh, dasar."

Sasa tertawa, "bercanda. Malahan seru kalau ada lo, ngefangirl kita."

"Yups anda betul sekali," Ninda mengacungkan jempolnya ke udara.

Kelas yang memang sedari awal tenang, semakin tenang kala salah satu guru memasuki kelas.

Pak Andi mengerutkan kening. Beberapa saat kemudian memahami bahwa kali ini dia menjadi wali kelas untuk kelas sebelas IPA 1 yang terkenal ambis hingga memiliki dunianya masing-masing.

Pak Andi memperkenalkan diri, kemudian mengabsen anak didiknya satu persatu dan memberikan beberapa pengumuman kecil. Pak Andi kemudian menoleh ke samping kirinya. Memberi izin kepada orang berseragam siswa yang datang bersamanya untuk memperkenalkan diri.

"Jeipan Prakarsa, pindahan dari Amrik," ucapnya singkat dengan nada tenang.

"Itu aja?" tanya Pak Andi yang dibalas dengan anggukan saja.

22 (On Hold) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang