Wattpad Original
Ada 2 bab gratis lagi

Bab III | Boneka

80.1K 7K 222
                                    

Naga melempar ranselnya asal, menimbulkan suara berdebum yang cukup mengejutkan kedua orang di dalam ruangan bernuansa merah dan hitam tersebut.

Tiger, pemuda bernama asli Tigor yang hobinya menjadi mahasiswa abadi itu lantas mengerling tajam pada Naga. "Jangan ngagetin dong, elah! Kalau tato burung rajawali gue mencong gimana?!" gerutunya, kesal.

"Nggak apa-apa, Tai. Siapa tahu entar jadi mirip burung bapak lo," gurau Bingbong, pemuda bertubuh gempal yang jago melukis. Ia sampai dipercayakan Tiger untuk berkarya di atas kulitnya supaya terlihat lebih sangar dan ditakuti.

Sudut bibir Tiger berkedut mendengarnya. "Berapa kali gue bilang, jangan panggil Tai!"

"Kan, lo sendiri yang mau dipanggil Tiger, biar kayak singa."

"Harimau, goblok!" Tiger berdecak. "Panggil gue "Ger"! Yang lebih macho dikit. Lagian kalau mau panggil dua huruf awal, pronounce-nya itu Tay, bukan Tai!"

Baru Bingbong ingin membalas, suara Naga membuat kedua pasang mata tertuju pada sosok itu. "Hah? Maksudnya?"

Naga berdecak. "Masa nggak ngerti Bahasa manusia? Habis dia, gue!" ulang pemuda itu seraya menunjuk Tiger yang tengah terlentang di atas kursi khusus untuk dibuatkan tato oleh Bingbong pada bagian lengan atas.

Kening Tiger berkerut dalam. "Nggak salah lo?"

Bukan rahasia lagi bila Naga tidak suka dengan tato dan membuat kulitnya ternoda. Namun, kali ini berbeda. Pikiran Naga sedang butuh dialihkan. Dan satu-satunya cara untuk hal tersebut adalah dengan membuat dirinya sakit. Karena teman-temannya tidak mungkin melayangkan pukulan padanya sekalipun Naga yang meminta, maka pemuda itu putuskan untuk membuat tato pada beberapa bagian tubuhnya. Meskipun ia tidak yakin bila hal tersebut akan berhasil.

Karena ia adalah Nagara Kusuma. Luka yang perlu dijahit saja baginya seperti digigit semut, apalagi ditato.

Naga hanya mengangkat bahu membalasnya. Ia benar-benar sedang tidak bersemangat. Semua ini tentu saja bermula dari kabar mengerikan yang dilontarkan sang papi. Bahkan hingga detik ini, Naga masih merajuk pada kedua orang tuanya. Berharap mereka akan membatalkan niat yang membuat Naga merasa tidak nyaman.

***

Sudah seminggu setelah kabar mengerikan tersebut didengarnya, tapi hingga detik ini sosok itu tidak muncul. Makhluk yang ia benci bahkan sebelum mereka dipertemukan.

Mungkinkah papi dan mami mengabulkan permintaannya secara diam-diam?

Namun, dugaan yang teramat membahagiakan itu tidaklah bertahan lama. Karena esoknya, Naga harus menghadapi kenyataan pahit.

Sepulang dari kampus, dengan semangat Naga meniti anak tangga, berlari-lari kecil menuju kamarnya. Sore ini, ia berjanji pada Tiger dan Bingbong untuk menemani mereka nongkrong sekaligus mentraktir keduanya, karena perasaan Naga yang kelewat senang. Bagaimana tidak? Ia akan selamanya menjadi anak semata wayang. Perhatian-perhatian orang tuanya akan selalu fokus tertuju pada Nagara seorang. Oleh karenanya, Naga ingin merayakan hal ini bersama para sahabat secara kecil-kecilan.

Nahas, semua tidak sesuai rencana. Tuhan berkehendak lain.

Baru langkah Naga berpijak di lantai 2, pintu utama sudah terbuka secara otomatis dan memperlihatkan tiga orang sekaligus.

Dari atas, Naga bisa mengamati wajah-wajah yang berbinar dengan jelas. Pemuda itu mendengus kasar melihat jemari sang mami membelai lembut kepala sosok polos di sampingnya.

Di lantai dasar, Kina—mulai sekarang, begitulah panggilannya—mengamati interior rumah lagi-lagi dengan takjub seolah ia baru pertama kali berkunjung. Bagi gadis itu, bangunan modern seperti ini lebih pantas disebut sebagai istana kerajaan. Meskipun gambarannya berbeda dengan visualisasi dalam buku dongeng lusuhnya dulu, semua yang ada di dalam kediaman barunya seolah mampu menghidupi seluruh rakyat. Begitu luas, begitu mutakhir, begitu mewah, tanpa melupakan kehangatan.

Princess and the BeastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang