Menyusuri jalanan kota Seoul dengan tanpa alas kaki tidak membuatnya merasa terganggu, tatapan nya terlihat begitu kosong dengan keadaan yang bisa dibilang berantakan, dia terlihat terus tersenyum dengan air mata yang terus mengalir, jalannya terlihat sedikit tertatih karena luka ditelapak kakinya semakin bertambah akibat terlalu lama berjalan disebuah aspal tanpa alas.
Banyak orang yang menatap nya aneh bahkan tidak jarang orang-orang menganggap Haechan seperti orang gila, karena keadaannya.
Sepertinya sudah cukup Haechan menderita, ini sudah waktunya dia mengakhiri rasa sakitnya. Sepertinya dia sendiri lah yang harus mengakhirinya.
Mengingat kembali kehidupannya, rasanya Haechan ingin menertawakan takdir hidupnya sendiri yang begitu pelik, bukan hanya perasaannya saja, ternyata Tuhan juga sedang mengombang-ambingkan hidupnya. Sudah cukup, Haechan tidak sanggup lagi menjalani benang kehidupan yang telah Tuhan gariskan untuk nya.
Kisahnya ini terlalu sulit untuk Haechan jalani, bukan hanya rapuh saja hatinya bahkan telah dipatahkan berkali-kali, pikirannya melayang jauh hingga membuatnya percaya jika memang Haechan sendirilah yang harus mengakhiri segalanya.
Bahkan benang takdir itu juga telah membuatnya merasa hancur, sehancur-hancurnya dalam waktu lama. Jiwa dan raganya tengah kelelahan secara bersamaan, perasaannya mulai membeku dengan rasa percaya yang mulai menghilang.
Tertawa miris disepanjang jalan membuatnya semakin seperti orang gila, bahkan Haechan juga berteriak dengan mengacak rambutnya tidak jarang juga dia akan menarik rambutnya sendiri. Sampai tidak sadar jika dia telah berjalan sangat jauh dari kota dan berakhir disebuah jalanan sepi.
Haechan menghentikan langkahnya kala beberapa orang mencegah nya, dan memandang mereka dengan tatapannya yang masih terlihat kosong.
"Tidak baik untuk wanita cantik seperti mu berkeliaran dimalam hari."ucap salah seorang, dan Haechan masih tidak menjawabnya karena keadaan nya memang bisa dibilang setengah depresi yang membuatnya seperti orang sakit jiwa.
"Bawa saja dia, sepertinya dia sedang kebingungan. Lumayan buat bersenang-senang malam ini." bisik temannya.
"Kau benar, malam ini kita tidak mendapatkan mangsa satupun." seringai nya.
Meskipun sudah memiliki seorang anak, kecantikan Haechan memang tidak pernah berkurang bahkan jika dilihat, dia seperti belum menikah.
Mereka mendekati Haechan perlahan dan mencekal pergelangan tangannya dengan kuat lalu membawa Haechan kesebuah tempat dimana tempat itu sangat sepi dan jauh dari kota. Sedangkan Haechan dia tidak memberontak sedikitpun, pikirannya sedang kacau, dia tengah kalang kabut tidak bisa berpikir dengan baik, miris bukan.
Haechan didudukan disebuah kursi usang yang memang sudah berada disana, tatapan nya memang masih kosong, seolah hanya raganya saja yang tersisa.
"Wah luar biasa."ucap mereka, dengan sedikit menjilat bibirnya sendiri saat melihat Haechan dengan pakaiannya yang sedikit tersingkap keatas, hingga memperlihatkan pahanya yang mulus.
"Nikmati ini, dan mari bersenang-senang." serunya.
Setelahnya yang terdengar hanya erangan, desahan dan teriakan Haechan bahkan jeritan pilu sangat terdengar memilukan namun mereka seperti menulikan pendengaran nya dan terus melecehkan Haechan dengan secara bergantian, tubuhnya menggeliat tak nyaman air matanya jatuh kembali tapi Haechan tidak bisa berteriak suaranya seperti tercekat ditenggorokan, hancur sudah semuanya, lagipula jikapun Haechan berteriak memang siapa yang akan menolongnya, tidak ada lagi yang harus diharapkannya dalam hidupnya sendiri, dimalam yang sunyi itu dunianya benar-benar telah runtuh bahkan hidupnya sudah tidak memiliki arti lagi, bahkan tidak ada satupun orang yang menolong Haechan meskipun dia telah menjerit memilukan, sungguh begitu malangnya nasib Haechan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Me, and My Marriage [Markhyuck Gs]✔
FanfictionBukankah suatu pernikahan seharusnya menjadi alasan seseorang untuk bahagia, namun bagaimana dengan mereka yang menikah karena dijodohkan akankah mereka juga merasakan bahagia atau sebaliknya. Warning ⚠ Markhyuck Gs Short story