Empat belas

45 7 0
                                    

Nia

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Nia

Awalnya gue sedikit tak percaya soal Kavi yang akan menjagakan Angeline untuk gue dan membiarkan gue quality time sendiri. Tetapi, begitu melihat Kavi datang dan menjemput gue di jam 11 pagi. Pada akhirnya gue mau tak mau harus percaya, apalagi dia tidak memakai pakaian seperti biasanya.

Gue juga baru ingat ini hari minggu dan hari dimana Kavi mengatakan akan mempertemukan gue dengan Retta itu hari minggu. Kavi sengaja ternyata menyiapkan hari libur ini agar gue bisa sepuasnya menikmati waktu sendiri tanpa memikirkan Angeline.

Untuk hari ini maafin Mamah ya ninggalin kamu berduaan dengan Om Kavi, enaknya manggil om aja gak sih? Gue kalau mengucap kata yang biasa dia ucapkan pada Angeline kadang malu sendiri.

"Semua perlengkapan Angeline ada didalam tas ini, popok, susu, baju ganti, Kakak cari aja. Tapi, ini beneran gak ngerepotin kan? Takutnya Kakak sibuk."

"Enggak Nia, lagian ini hari libur siapa juga yang mau kerja."

"Penjaga-penjaga di mall? Orang jualan?"

"Kan beda konsep, gue gigit juga pipi lo gak lama."

"Nih, gigit." Kok jadi keluar pembicaraan gini sih?

Tapi Kavi beneran mendekat ke arah gue sampai gue terpojok gini, padahal posisi dia lagi nyetir jadi gue memukul tangannya untuk menyuruh fokus menyetir saja.

Selama beberapa saat kita sama-sama terdiam sembari menikmati lagu yang terputar di media player. Ternyata selera Kavi itu penyanyi kelas atas, selama lagu terputar semua gak jauh dari lagu Bruno Mars atau Justin Bieber. Muluk-muluk yang gue tau cuma lagu Justin Bieber yang baby, itu juga sudah lama banget lagunya rilis.

"Ketemu dimana?" Gue lupa bertanya soal dimana gue dan Retta akan bertemu karena yang merencanakan pertemuan ini Kavi, bukan gue. Dia juga yang menghubungi Retta soal gue yang ingin bertemu.

"Intinya bukan di Caffe lo, bisa malu lo nanti diliat banyak orang kalau nangis tiba-tiba." Lo ngomong begini aja gue udah malu, apalagi diliat karyawan sendiri.

Gue jadi lupa seberapa sering nangis didepan lo sampai lo membahas hal beginian aja gue udah biasa. Rasanya lo sudah seperti tempat bersandar gue ketika menangis meski kenyataannya memang seperti itu. Aneh ya? Gue heran aja kenapa bisa sesantai ini padahal gue masih bingung dengan perasaan sendiri. Perasaan gue sudah sejauh apa sih buat Kavi? Gue terlalu menikmati sampai perasaan yang mungkin sudah timbul ini gak terasa atau memang guenya aja yang gak sadar.

"Sejujurnya, Retta gak menjawab pesan gue. Dia cuma membaca tanpa membalas, tapi gue yakin dia datang. Kalau lo lama nunggu tinggal aja."

Gue mengangguk dengan perasaan bergemuruh, takut Retta gak datang dan semua kata-kata yang sudah gue buat akan percuma gue siapkan. Seharusnya gak sepenting itu sih sampai gue kepikiran, gue cuma takut lupa apa yang mau gue bicarakan karena gugup dengan respon Retta. Gak apa- apa deh kalau Retta gak datang, mungkin lain kali gue bisa ketemu dia lagi.

Purpose;✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang