Delapan belas

40 9 1
                                    

Kavi

Pertama kalinya gue memikirkan sesuatu yang rasanya sampai membuat gue bosan serta lelah. Mungkin ini kali ya efek dari menunggu lama, eh pas udah dekat juga tetap disuruh nunggu.

Akhirnya tiba dimana gue merasakan titik jenuh yang sejauh ini sangat gue hindari. Meski begitu tetap aja jenuh itu datang sendiri, gue frustasi dan butuh pelampiasan, simpel, gue butuh ketenangan untuk bisa melepaskan segala unek-unek itu.

Kalau gue nggak dirumah orang tua dan lagi sendiri dirumah, suara gue mungkin bisa mengisi satu rumah walaupun posisi lagi ada dikamar.

Kira-kira yang membuat gue jenuh dan nggak tenang begini soal apa? Perubahan yang diri gue alami tepat disaat Ayah bertanya kapan gue melangsungkan pernikahan dan benar-benar jatuhnya disaat Nia bertanya apa gue butuh waktu sendiri.

Kayak, ini hidup gue kenapa sih? Gue jenuh? Capek? Bingung? Komplit deh jadi satu.

Ketika gue masuk kedalam rumah, tujuan awal gue adalah pergi ke kamar dan mengganti baju. Nia ada dibelakang mengikuti kemana arah gue pergi sampai tiba dimana gue harus menaiki tangga dan Nia masih berada dibelakang gue.

"Kamu ngapain? Kakak mau ke kamar, ganti baju terus mandi. Mau ikut juga?"

Mendengar ucapan gue, Nia jadi gelagapan sendiri dan tanpa menjawab pertanyaan gue dia berlalu sembari menggaruk belakang kepalanya. Gue menggeleng, merasa heran dengan tingkah Nia.

Gue jadi ingin bertanya, pernah nggak sih seseorang merasakan hal yang sama seperti gue? Perasaan itu mendadak menghantui pikiran serta hati gue, iya, yang gue maksud itu jenuh yang saat ini gue rasakan. Gue juga jadi bimbang, selama ini gue melakukan apa? Apa yang telah gue dapatkan? Apa yang gue cari? Apa yang gue butuhkan? Jalan yang gue pilih ini sudah benar apa belum?

Ada banyak pertanyaan sampai gue berdiam diri dibawah derasnya air shower. Hati gue jadi kelu, rasa-rasanya kayak sudah melakukan banyak hal tapi nggak membuahkan hasil sama sekali.

Penyebab awal hanya sebuah pertanyaan berdasar keinginan gue selama ini. 'kapan melangsungkan pernikahan?'

Kapan? Gue jadi bertanya-tanya, kapan pertanyaan itu bisa gue jawab dengan tegas.

Dibawah guyuran air shower ini, gue merasa segala keluhan yang selama ini gue pendam ikut mengalir seperti air. Meski gue nggak berucap atau berteriak, namun disaat gue memejamkan mata dan membiarkan wajah gue terguyur, semua seperti ikut mengalir dan jatuh kedalam pembuangan air.

Mungkin ini salah gue juga yang gak tegas, selalu menuruti ucapan Nia hanya karena takut kehilangan lagi. Sekarang yang terjadi gue yang malah seperti kehilangan jati diri, ternyata nyaman gue bukan seperti ini. Kira-kira hal yang akan gue lakukan setelah ini membuat diri gue tenang kembali apa tidak?

Disaat sekarang aja gue butuh Jovas, nggak masalah kalau ujung-ujungnya jadi saling adu mulut, tapi memang itu yang gue butuhkan.

"Kak," gue terperanjat, untung gue memakai handuk meski badan atas gue terekspos begitu aja.

"Kamu ngapain dikamar Kakak? Ngagetin aja, untung pakai handuk. Tunggu disini, Kakak pakai baju dulu." Secepat mungkin gue mencari baju didalam lemari yang bajunya sudah nggak terisi penuh lagi.

Gue kalau dirumah memang paling suka cuma pake celana training dan kaos tipis. Bisa kali gue kalau beli baju kaos selusin terus celananya juga.

Tau nggak yang lucu apa? Sewaktu gue keluar kamar mandi tadi, posisi Nia duduk membelakangi kamar mandi dan kedua tangannya digunakan untuk menutupi matanya. Gue mau ketawa, tapi keburu kaget dengan kehadiran Nia dikamar.

Purpose;✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang