12.

68 10 1
                                    

Happy reading

||

"Nesa," panggil Kenant.

"Iya, ada apa, Ken? Tumben pagi-pagi udah di situ?" tanya Nesa.

Saat ini mereka sedang berada di parkiran kampus.

"Nes, malam ini lo sibuk nggak?" Bukannya menjawab Kenant malah bertanya balik.

"Nggak sih, kenapa emang?"

"Boleh kita pergi keluar malam ini?"

"Tumben?"

"Boleh?"

"Ok deh." Nesa tersenyum manis pada Kenant dan itu membuat Kenant salting.

Ya walaupun bukan sekali dua kali Nesa tersenyum padanya, tapi itu membuat ia tersipu.

Sebenarnya Nesa ingin menolak tapi ia 'tak enak. Lagian ia juga sudah lama tidak jalan bareng Kenant. Ia tidak mau Kenant kecewa dengan keputusannya.

"Ntar malam gue jemput, ya."

"Terserah lo aja dah. Yuk antar gue ke kelas." Nesa membuang tas nya pada Kenant.

Begitulah Nesa kalau sama Kenant. Ia akan menjadikan Kenant babu seharian tapi anehnya Kenant mau-mau saja di gituin sama Nesa.

"Nes, lo kemana aja selama beberapa hari belakangan?" tanya Kenant di pertengahan jalan.

"Oh iya, gue lupa ngasih tau lo." Nesa memukul jidatnya dan mengengir kuda pada pada Kenant.

Kenant menaikan satu alisnya.

"Jadi beberapa minggu yang lalu gue ke taman 'kan. Trus tiba-tiba bola yang gue gunakan buat main sama anak-anak kecil di sana terlempar jauh dan mengenai seorang Om-Om."

Nesa menjeda ucapannya. Ia mendudukan bokongnya di kursi depan kelas.

"Lalu?"

Kenant masih setia menanti kelanjutan cerita Nesa. Ia pengen tau sejujur mana sahabatnya itu. Apakan yang di ucapkan Mama nya benar atau tidak.

"Lalu gue ambil dah tu bolanya eh Om-Om itu malah mau laporin gue ke polisi, gue panik dong ya. Akhirnya gue minta maaf sama dia. Pas dia maafin gue dia bilang gue harus jadi sekretaris pribadinya."

"Karena gue nggak mau masuk kantor polisi yaudah deh gue iyain aja tuh ajakannya. Jadi lah gue sekretaris pribadi dia selama beberapa hari ini," jelas Nesa panjang lebar.

"Kenapa baru cerita sekarang?"

"Ya 'kan gue lupa, Ken."

"Jadi lo udah lupa sama sahabat lo ini? Oh gitu ya lo sekarang. Padahal kita sahabatan dah lama loh, Nes." Kenant agak kecewa sama Nesa.

Tetapi sekecewa apapun dia sama Nesa tidak akan mengalahkan rasa cintanya.

"Astaga .... bukan gitu, Ken. Lo mah mikirnya kejauhan. Mana mungkin gue lupa sama sahabat gue yang satu ini. Sahabat yang udah sama-sama gue dari dulu." Nesa menatap Kenant.

"Sampai kapan pun lo itu akan tetap jadi sahabat gue, Ken," ujar Nesa.

"Apa nggak bisa lebih?" ujar Kenant yang hampir 'tak kedengaran.

"Apa?" tanya Nesa pasalnya ia kurang jelas mendengar ucapan Kenant.

"Oh bukan apa-apa kok. Yaudah masuk gih, dosennya udah menuju ke arah sini," suruh Kenant.

Nesa melirik arah yang di tunjuk Kenant dan benar saja dosennya udah menuju ke arah kelasnya.

"Yaudah kalau gitu gue masuk dulu. Jangan lupa nanti malam, gue tunggu awas aja kalau lo bohong," peringat Nesa.

Nesa berlalu masuk dalam kelas, sedangkan Kenant masih setia menatap punggung Nesa yang perlahan mulai hilang dari pandangannya.

"Apa nggak ada sedikitpun dalam hati lo buat suka sama gue lebih dari sahabat, Nes?" gumam Kenant.

Kenant bangkit dari duduknya dan berlalu pergi dari sana. Ia masih ada tugas mata kuliah yang harus ia kerjakan bersama Geri dan Fakri.

___

"Mas, apa Mas nggak mau mikirin dulu baik-baik masalah semalam," ujar Kaito.

Ia belum juga menyerah untuk membujuk suaminya agar perusahaan yang dipegang Kivant saat ini di berikan pada Kenant.

"Apalagi yang harus di pikirkan, keputusan saya sudah bulat."

"Mas kok gitu." Kaito cemberut.

"Mas bukannya nggak adil sama putra Mas, tapi itu sudah jadi keputusan saya sama almarhummah Mama Kivant," jelas Doruk dan jelas itu membuat Kaito makin kesal di buatnya.

"Kalaupun Kenant bisa mengambil alih perusahaan itu, semua tergantung Kivant apa ia mau memberikannya pada Kenant atau tidak," lanjut Doruk.

'Ini tua bangka susah banget di bujuknya. Apa perlu gue musnahkan? Ah ... tapi rasanya tidak mungkin, sebab kalau dia gue musnahin otomatis gue nggak akan dapat apapun,' batin Kaito.

"Terserah Mas aja deh, Mama bingung harus bujuk Mas kaya gimana lagi." Kaito mengambilkan Doruk nasi goreng yang sudah di sajikan oleh ART di sana.

"Kenant sama Kivant belum bangun?" tanyanya.

Sejak ia bangun pagi dan sampai sekarang ia belum melihat batang hidung ke dua putranya itu.

"Kalau Kenant sudah berangkat kampus ada mata kuliah, kalau Kivant sudah berangkat kantor pagi-pagi tadi," jawab Kaito.

Doruk hanya manggut-manggut.

Mereka pun melanjutkan sarapannya dengan hening hanya suara dentingan sendok yang memecah heningnya sarapan di pagi hari.

Di dalam rumah itu sebenarnya ada nenek dari Kivant dan Kenant, tapi karena tidak mau merepotkan siapa-siapa, nenek mereka memilih tinggal di panti jompo milik keluarga Sangose.

Panti itu didirikannya bersama sang suami semasa masih muda dulu. Makanya ia mau tinggal di sana sekalian ingin mengenang masa-masa dimana ia masih bersama sang suami.

Tbc___

Tinggalkan jejak🐾🐾🐾

Cinta Neslia (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang