9.

71 15 1
                                    

Happy reading

||

Tepat pukul delapan lewat lima belas menit Nesa sudah berada di depan ruangan Kivant. Hari ini ia akan memulai hidup barunya sebagai seorang sekretaris pribadi dari seorang CEO ternama.

Yang pasti Nesa tidak tau akan hal itu. Yang Nesa tahu Kivant adalah laki-laki paling menyebalkan di muka bumi ini.

Setelah semua keberaniannya terkumpulkan Nesa mengetuk pintu itu.

Tok ... tok ... tok.

"Permisi, Pak." Nesa membuka pintu lalu masuk.

"Siapa yang menyuru kamu masuk?" Kivant masih fokus pada laptop di hadapannya.

'Sabar, Nes ini masih pagi. Ok,' batin Nesa.

Nesa memutar bola matanya lalu menghembuskan napas dengan perlahan.

"Maaf, Pak." Nesa membalikkan badannya ingin keluar. Tetapi sebelum itu terjadi Kivant sudah mengangkat suara lagi.

"Siapa yang menyuruh kamu keluar? Duduk di meja kamu dan mulai lakukan apa yang sudah jadi tugas kamu," ujar Kivant 'tak berperasaan.

Sebenarnya Nesa rada bingung apa yang harus ia kerjakan sebab Kivant tidak menjelaskan apa tugas dia di hari pertama ini.

"Sabar, sabar," gumam Nesa. "Baik, Pak," lanjut Nesa.

Ia melangkahkan kakinya ke meja yang sudah di siapkan dalam ruangan itu. Letaknya berada di sudut ruangan itu, sedikit jauh dari hadapan Kivat dan itu membuat Nesa lega.

Setidaknya ia tidak melihat wajah menyebalkan Kivant saat ia bekerja.

Kesunyian meliputi ruangan itu. Kivant yang sibuk dengan laptopnya diam-diam mencuri pandang ke arah Nesa.

Kadang tersenyum melihat ekspresi Nesa yang terlihat bingung. Dia tahu kalau ini diluar zona Nesa.

"Ini gimana buatnya? Aku 'kan nggak paham yang beginian," kesal Nesa. Pasalnya sejak tadi dia tidak mengerti dengan salah satu tugas yang di berikan bos nya itu.

"Apa aku tanya dia aja? Tapi ... ah sudahlah biarin aja gini orang ini bukan jurusan aku."

Nesa mengambil lembaran kertas lain lalu kembali fokus pada kerjaannya.

Disisi lain di tempat yang berbeda di waktu yang sama, Kenant sedang berada di kampus.

Ia berkeliaran mencari keberadaan sang sahabat siapa lagi kalau bukan Nesa.

"Git, Nesa mana?" tanya Kenant pada salah satu teman satu kelas Nesa yang bernama Gita.

"Nesa nggak ada kelas hari ini jadi dia nggak masuk kuliah," jawabnya.

Kenant hanya manggut lalu pergi meninggalkan Gita.

"Kok Nesa nggak bilang kalau hari ini dia nggak ada kelas? Biasanya 'kan dia ngabarin gue," gumam Kenant.

Ia kembali berjalan menuju fakultas nya. Ia agak binging dengan perubahan Nesa akhir-akhir ini.

Nesa yang biasa terbuka padanya kini seakan menutup semua darinya.

Sebenarnya apa yang terjadi pada Nesa? Kenapa dia berubah, tidak seperti dulu lagi?

"Woi, kemana aja lo, bro baru keliatan lagi?" tanya Fakri-- teman Kenant.

"Palingan ngintilin Nesa," timpal teman satunya Geri.

"Sok tahu lo pada. Gue itu lagi bingung sama tingkah Nesa akhir-akhir ini. Dia kaya menjauh gitu dari gue padahal gue nggak buat salah apa-apa," jelas Kenant.

Fakri dan Geri adalah teman Kenant sejak masa SMA dulu. Mereka selalu bersama-sama hingga sekarang.

"Mungkin sibuk kali. Maklum dia 'kan anak sastra pasti banyaklah yang di urus apalagi ini semester akhir," ujar Geri.

"Tapi nggak harus lose contact juga 'kan?"

"Iya sih. Coba deh lo tanya baik-baik ke Nesa alasan dia kaya gitu." Tumben nih Geri bijak biasanya dia paling lalot. Hhhhh.

"Ntar gue coba deh," putus Kenant.

Kenant sudah lama menyukai Nesa, bahkan sejak mereka SMA dulu. Cuman, dia takut mengungkapkannya apalagi Nesa pernah berkata padanya kalau dia tidak mau persahabatan mereka rusak hanya karena sebuah rasa cinta.

Sejak itulah Kenant berusaha menutupi rasa cintanya pada Nesa.

Tetapi itu dulu bukan? Siapa tahu sekarang Nesa sudah berubah pikiran dan mulai mau menerima Kenant untuk menjadi pasangan hidupnya.

Kenant berencana akan mempersunting Nesa kalau sudah sukses nanti.

"Ken, ntar malam ada party tuh di rumah Reyan," ujar Geri.

Reyan adalah teman satu fakultas mereka.

"Oh, ya? Kalau gitu kita harus datang dong."

"Yoi."

"Sip dah ntar malam gue jemput lo pada."

"Ok kan."

____

Hari sudah menjelang siang, Nesa merenggangkan otot-ototnya. Setelah berjam-jam berkutat dengan kertas yang sangat membuat Nesa bosan, akhirnya jam makan siang pun tiba.

Nesa merapikan mejanya lalu bergegas keluar ruangan.

"Mau kemana?" Langkah Nesa terhenti dengan pernyataan Kivant.

"Makan siang, Pak," jawabnya.

"Bareng saya saja."

Nesa menerjab dua kali. Ini bos nya kesambet apa? Tumben baik. Biasanya menyebalkan.

"Tidak perlu, Pak. Saya bisa sendiri kok," tolak Nesa.

Ya walaupun dalam hati ia bersorak gembira bisa makan gratis, tapi ia harus jual mahal dikit lah malu depan bos sendiri.

Tbc__

Tinggalkan jejak🐾🐾🐾

Cinta Neslia (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang