14.

63 10 1
                                    

Happy reading

||

Tok ... tok ... tok.

Sedari tadi Kivant mengetuk pintu rumah yang tidak terlalu luas itu.

"Apa nggak ada orang?" tanya Kivant pada dirinya sendiri.

"Tapi tidak mungkin, ini 'kan udah malam."

Tidak menyerah Kivant terus mengetuk pintu itu. Hingga suara deruan mobil mengalihkan perhatiaannya.

Orang itu keluar dari dalam mobil, ia mengerutkan dahinya melihat siapa yang sedang berdiri di depan rumahnya.

Ia belum pernah melihat orang itu sebelumnya.

"Maaf, cari siapa, ya?" tanyanya.

"Saya mencari Nesa. Apa benar ini rumah, Nesa?" tanya Kivant.

"Iya benar, saya Mamanya," jawab orang itu.

Orang itu adalah mama Nesa, ia baru saja pulang dari tempat kerjanya.

"Kamu siapanya Nesa, kok saya nggak pernah liat kamu?"

"Oh iya, kenalin saya Kivant, bos Nesa," ujar Kivant memperkenalkan diri.

"Bosnya Nesa? Yaudah kalau begitu silahkan masuk dulu," tawar mama Nesa.

"Nggak perlu, Tan. Saya ke sini cuman mau ngajak Nesa keluar. Apa Nesa-nya ada di rumah?"

"Nesa lagi keluar sama sahabatnya."

"Kalau boleh tau kemana, ya?"

"Kalau nggak salah sih, ke pantai dekat sini."

"Kalau begitu saya pamit dulu. Permisi." Kivant pun pergi meninggalkan pekarangan rumah Nesa.

Ia akan menyusul Nesa di sana. Ia tidak mau menunda-nunda lagi. Dengan perasaan senang Kivant pun melajukan mobilnya menuju tempat yang sudah ia dapatkan dari mama Nesa.

Kivant tidak pernah sebahagia ini sebelumnya. Ia sangat tidak sabar memberitahukan hal ini pada Nesa.

Kivant yakin kalau Nesa belum tahu akan hal ini dan ia sangat yakin kalau Nesa akan merasakan kebahagiaan yang sama dengannya.

Butuh waktu dua puluh menit Kivant untuk sampai di sana. Setelah memarkirkan mobilnya Kivant pun turun dan berjalan mencari keberadaan Nesa.

Di sana cukup ramai jadi ia agak kesulitan mencarinya.

Sedang Kivant sibuk mencari Nesa. Nesa sedang tertawa bahagia bersama Kenant.

Sudah lama rasanya Nesa tidak tertawa bahagia bersama Kenant. Ia juga sedikit merasa bersalah karena selama ini ia terus mengabaikan Kenant.

"Udah lama kita nggak kaya gini, ya," ujar Nesa. Ia menyenderkan kepalanya di bahu Kenant.

"Iya. Lo sih sibuk mulu," ujar Kenant dengan tawa renyah.

"Ya maaf 'kan gue sibuk karna mengejar masa depan. Eaaa."

Kenant merangkul pundak Nesa.

"Terus begini, ya jangan pernah berubah," ujar Kenant.

"Nggak akan kok. Lo 'kan sahabat gue satu-satunya nggak ada yang lain."

Nesa meletakan dagunya di pundak Kenant menatap pria itu dari samping.

Kenant ikut menatap Nesa dengan tatapan yg sulit di artikan. Cukup lama mereka bertatapan, hingga Kenant memutuskan kontak itu. Ia sudah tidak bisa melihat mata Nesa yang begitu cantik.

"Cieee, salting," ledek Nesa.

"Dih, nggak ya," elak Kenant.

"Nes, gue mau ngomong sesuatu sama lo." Kenant menggenggam tangan Nesa.

Nesa menatap Kenant heran.

"Apa?"

"Jujur gue suka sama lo, Nes. Gue sayang lo dari kita SMA dulu, tapi gue nggak berani ngungkapin itu karna gue nggak mau persahaban kita rusak," ungkap Kenant.

Nesa menelan salivanya susah. Jadi selama ini Kenant suka pada dirinya?

"Lo ...."

"Gue tahu lo nggak suka sama gue, Nes. Gue ngomong gini agar lo tau aja perasaan gue selama ini. Gue udah nggak bisa pendam lagi. Semakin hari gue pendam semakin hari pula gue merasa 'tak tenang," jelas Kenant.

"Maaf, Ken. Jujur gue hanya nganggap lo sebagai sahabat nggak lebih. Maaf." Nesa menundukkan kepalanya.

Ia sangat merasa bersalah. Gara-gara dirinya Kenant harus terjebak dalam cinta ini.

Nesa sangat-sangat tidak tahu kalau selama ini Kenant suka padanya. Ia pikir Kenant sudah punya pacar tanpa sepengetahuannya.

Kenant mengangkat dagu Nesa.

"Udah nggak apa-apa kok. Jangan sedih kek gitu. Lagian gue nggak berharap lo balas cinta gue. Bisa dekat sama lo aja itu udah buat gue senang."

Nesa menatap mata Kenant. Tiada kebohongan di sana. Kenant benar-benar tulus mengatakan itu.

"Makasih."

Nesa berhambur kepelukan Kenant.

Nesa sudah tidak bisa berkata-kata lagi. Ia tahu Kenant pasti merasa sakit saat cintanya tidak terbalaskan.

Tetapi apa boleh buat Nesa tidak mencintai Kenant, kalaupun dipaksakan itu hanya akan menyakiti salah satu dari mereka.

"Udah nggak usah sedih, gue baik-baik aja kok." Kenant mengelus rambut panjang Nesa.

Tanpa di minta air mata Kenant jatuh. Hatinya hancur saat mengetahui sang pujaan hati tidak merasakan apa yang ia rasakan.

Sesak! Ia ingin berlari dari semua ini. Sekuat apapun ia di hadapan Nesa, hatinya tetap hancur, rapuh 'tak berkeping.

Kenant melepas pelukannya menatap Nesa menghapus jejak air mata yang tertinggal di pipi Nesa.

"Udah nggak usah nangis. Gue nggak suka. Senyum, ya," pinta Kenant.

Dengan terpaksa Nesa tersenyum.

"Nah gitu dong."

"Tapi ... itu nggak apa-apa? Kita masih bisa kok sahabatan kaya dulu." Tangan Nesa menyentuh dada Kenant.

"Iya, Nesa. Dia nggak apa-apa kok. Dah ya nggak usah sedih-sedihan lagi mending kita beli minuman gue haus nih," ajak Kenant.

Nesa mengangguk dengan senyum mengembang di bibir tipisnya.

Semua yang dilakukan Nesa dan Kenant tidak luput dari perhatian seseorang. Ia sangat sedih saat orang yang ia cintai adalah orang yang sangat dicintai seseorang yang juga ia sayangi.



Tbc____

Tinggalkan jejak🐾🐾🐾

Cinta Neslia (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang