Pagi ini halaman parkir pesantren Darun Najah sudah ramai, mobil-mobil mulai berdatangan dari arah pintu utama. Yups, mereka adalah para orang tua atau kami menyebutnya wali santri yang siap menjemput anak kesayangannya untuk pulang ke rumah.
Ini adalah hari yang paling membahagiakan, setelah 3 tahun lamanya tidak bertemu keluarga karena harus fokus menuntaskan studi di pesantren, akhirnya bisa pulang jua. Tentunya dengan ilmu pengetahuan dan akhlaq yang lebih baik pula.
Darun Najah adalah Pesantren semi modern yang menjadi pilihan mayoritas masyarakat di daerah kami karena terbukti dapat mencetak lulusan yang unggul dalam banyak hal, seperti hafidz qur'an, hafidz nadzam kitab hingga penguasaan bahasa asing.
Naura Aluf Salsabila, adalah satu dari 369 santri yang berhasil menuntaskan pendidikannya tahun ini, ia mengambil konsentrasi bahasa arab dan turki, serta memilih program dirasat yang tidak memperbolehkan santrinya pulang selama 3 tahun atau hingga masa belajarnya tuntas.
Fyi, di Pesantren Darun Najah tersedia pilihan program dirasat 6 bulan, 1, 2, hingga 3 tahun. Jadi yang pilih paket 6 bulan, mereka boleh pulang setiap 6 bulan sekali hingga masa belajarnya usai. Tapi tidak dengan Naura, dia lebih memilih program yang 3 tahun, alhasil ia tidak dapat bertemu sanak keluarga sejak pertama kali jadi santri hingga hari ini. Meskipun begitu, komunikasi dengan keluarga tetap terjalin melalui telepon pesantren, dan uang bulanan di transfer ke rekening milik masing-masing santri.
Wah keren gak tuh 3 tahun tidak bertemu keluarga? Aku sih gak kuat wkwk.
Lanjut....
📖📖📖
"Naura..." Panggil Qonita sambil melambaikan tangannya pada segerombolan santri yang baru saja keluar membawa tas di pundak dan koper.
Qonita adalah kakak Naura, mereka hanya dua bersaudara.
"Assalamu'alaikum Mbak Qonit." Ucapnya sambil menghambur ke pelukan kakaknya, sungguh Naura sangat merindukan kakak satu-satunya ini.
"He'emm ..." Ilham berdehem, mengagetkan dua kakak beradik yang masih terperangkap dalam balutan rindu.
"Loh kok ada ustadz Ilham? Assalamu'alaikum ustadz." Naura kaget melihat ustadz Ilham, guru Nahwu saat ia masih sekolah diniyah. Buru-buru ia menundukkan kepalanya sebagai wujud takdzim pada gurunya.
"Wa'alaikumussalam, Naura sehat?"
"Alhamdulillah nggih ustadz, adik ustadz mondok disini juga kah?" Tanya Naura penasaran.
Ilham dan Qonita sontak tertawa mendengar pertanyaan adiknya. Pasalnya Naura tidak tau kalau mbaknya udah nikah dengan ustadz ilham 5 bulan ya lalu, tepat saat Naura disibukkan menyusun tugas akhir dalam dua bahasa. Jadi keluarga tidak ada yang memberitahunya soal ini.
"Wkwk kamu lucu banget sih dik, makanya jangan kelamaan mondok. Dengerin yah, Ustadz Ilham yang tampan dan sholeh ini adalah kakak iparmu, suami mbak Qonit. Jadi dia kesini untuk jemput adik iparnya yang tak tau diri." Jawab Qonita memberitahukan soal pernikahannya pada Naura dengan nada sedikit usil.
"Yeu, siapa suruh gak ada yang ngabarin Naura. Btw samawa ya ustadz, maaf kalau mbak Qonit cerewet dan nyebelin."
Ilham hanya bisa tersenyum melihat kedua kakak beradik ini yang mulai adu argumen.
"Sudah, ngobrolnya bisa lanjutkan di rumah saja. Abah barusan kirim wa, katanya kita suruh cepetan pulang."
Naura dan Qonita hanya mengangguk setuju, mereka bertiga berjalan menuju parkir mobil. Sedangkan tas dan koper milik Naura, ilham yang membawakannya.
Katanya sih biar gak capek. Padahal mah Naura udah gak enakan pisan euy, secara Ilham pernah menjadi gurunya, tak pantas rasanya jika menyuruhnya sekalipun statusnya saat ini udah berganti jadi kakak ipar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Untuk Apa
General Fiction"Jika hanya sebab jalanmu lebih lambat dari mereka, telah membuatmu jatuh dan enggan berjuang kembali, maka sungguh engkau telah lupa bersyukur, bersyukur atas apa yang engkau pijaki hari ini karena inilah takdirmu bukan takdir mereka." - Naura Aluf...