🌱 Part 06 🌱

1 0 0
                                    

Ini adalah kali pertama Naura naik kereta api, biasanya ia hanya mendengar kisah masa lalu abahnya yang pernah luntang lantung di kota orang hingga akhirnya takdir mempertemukannya dengan ummah.

Naura kecil selalu antusias saat abah bercerita tentang perjalanan, apalagi menyangkut soal alat transportasi, baik itu di darat, laut, dan udara.

Flashback on

"Abah, cerita dong kereta itu seperti apa?" Tanya Naura kecil, merajuk pada abahnya.

"Rara, kereta itu adalah kendaraan jarak jauh yang punya kecepatan super cepat bak naga dan punya jalurnya sendiri, namanya rel kereta. terdiri dari banyak gerbong. Di dalamnya ada kursi penumpang yang saling berhadapan."

"Emang gak pusing bah kalau berhadapan." Potong Naura penasaran

"Ya nggak lah, malah asyik bisa ngobrol sama teman yang lain. Di kereta juga ada restorannya, jadi kita bisa jajan sepuasnya."

"Wah Rara jadi pengen naik kereta, ajakin Naura ya bah sama mbak Qonita juga."

"Insyaallah, sekarang kamu belajar dulu yang rajin. Siapa tau setelah besar nanti bisa naik kereta terus."

Flashback off

Tak terasa air mata Naura menetes, ia begitu bersyukur karena do'a abahnya kala itu Allah kabulkan.

Kereta melaju begitu kencang, Naura menikmati pemandangan sawah nan hijau di sepanjang rel kereta sambil mendengarkan sholawat kesukaannya.

Alex, Penumpang disampingnya, memandang iba pada Naura yang sedari tadi tak berhenti menangis

"Mbak, ini ada tisu. Usap gih air matanya, biar kerudungnya gak basah." Ucap alex pelan sambil menyodorkan satu bungkus tisu

"Terima kasih."

"Samean ada masalah apa toh, kok kayak sedih benar. Lagi LDR-an ya sama cowoknya?" Tebaknya asal, mencoba menghibur Naura.

"Bukan apa-apa." Jawab Naura sekenanya.

Mendengar respon Naura yang cuek, Alex berpikir ia butuh waktu untuk sendiri. Akhirnya ia kembali menyibukkan diri dengan membaca buku yang dibawanya. Sedangkan Naura teringat akan Hp barunya yang belum di charge, ia kemudian merongohnya dari tas dan segera men-charger di stop kontak yang ada di setiap kursi penumpang, berharap setelah tiba di Jakarta baterainya full dan bisa segera mengabari Abah Ummahnya.

Tiba-tiba kado dari Mas Ilham terjatuh, saat ia mengeluarkan kotak hpnya. Alex segera membantu mengambilkannya dan segera mengembalikan ke si empunya. Naura mengucapkan terima kasih, yang hanya dijawab anggukan oleh Alex.

Naura penasaran dengan isi kado yang kakak iparnya berikan, ia lalu membukanya. Ternyata isinya sebuah mushaf Madinah mungil dan sepucuk surat pengantar.

Assalamu'alaikum, Ning Naura. Maaf jika saya lancang menulis surat ini.
Saya minta maaf yang sebesar-besarnya karena telah lancang pernah menaruh hati pada putri guru saya.

Saya khilaf, Ning.

Jujur, saya mengagumi kepribadian jenengan, dan juga cara jenengan menghormati para asatidz. Di saat santri yang lain meremehkan, justru jenengan yang memulyakan. Saya kira bukan hanya saya yang berpendapat seperti itu, semua asatidz insyaallah juga berpendapat demikian.

Ini ada mushaf madinah yang saya beli di hari milad jenengan, namun bisa saya berikan saat ini. Karena waktu itu bertepatan dengan pernikahan saya dengan Qonita, dan jenengan masih berada di pesantren. Semoga dengan mushaf ini, jenangan bisa tetap memprioritaskan agama diatas persoalan duniawi.

Untuk ApaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang