"Syukurlah kamu udah sadar nak"Suara ini . . . kayak kenal?
"A-ayah?"
Nara mengerjap mata beberapa kali, mencoba menyesuaikan pecahayaan disini. Ruangan dengan dominan berwarna putih serta beberapa alat kesehatan, juga bau obat-obatan menyeruak.
Huft, Nara nggak suka tempat ini.
"Ayah khawatir banget, pas dapat kabar kamu masuk rumah sakit ayah buru-buru pulang ke Korea"
Sang anak tersenyum lirih. Kenapa? Apa Nara harus sakit dulu Yah, biar ayah pulang ke Korea? Nara tersiksa disini Yah, apa ayah tau? Pikirnya begitu.
Tapi, Nara hanya berani membatin. Jelas menceritakan ke ayah bukan pilihan tepat untuk saat ini.
"Abang-abang kamu keterlaluan banget sih!" gerutunya.
Hah? A-ayah tau.
"Masa tadi ayah suruh jengukin kamu ke RS yang datang cuma Taeil sama Winwin aja"
Nara menghela nafas lega, ternyata dugaannya salah. "terus mereka mana?" tanyanya.
"beli makan dikantin rumah sakit, sekalian beliin kamu bubur"
Nara mengangguk, berharap kepada saudara kecuali dua abangnya itu tidak akan pernah terwujud.
.・*。≻───── ⋆✧⋆ ─────.•*。
Nara nggak sampai harus dirawat di rumah sakit. Dokter cuma ngasih obat terus boleh pulang, tapi barusaja Nara menampakkan diri dirumah ini, seluruh atensi saudara yang memang lagi berkumpul diruang keluarga melirik tajam kearahnya.
Natap penuh intimidasi, udah kayak mau nerkam orang. ( TДT)
Taeil dan Winwin pasti sudah keatas duluan. Sang kepala keluarga? ya pasti balik kerja lagi, beliau kan workholic.
Perintah mendiang sang istri untuk menjaga si bungsu selalu aman memang selalu dituruti, makanya sang Ayah langsung meluncur ke Korea. Tapi tetap saja mengetahui anaknya sudah lebih baik, dia akan kembali mengurus pekerjaannya.
"enak banget yee, penyebab ibu mati aja masih diprioritasin ayah" dumel Doyoung masih bisa didengar Nara.
Kali ini Johnny ikut bersuara, "kenapa gak sekalian mati aja sih?"
"aturan lu dorong dia ampe sekarat lah, lemah banget jadi cowo" tambah Yuta menggerutu kepada sang adik — si Jungwoo.
"ya maap bang"
Suara penuh sindiran barusan mampu membuat hati Nara terasa dicabik-cabik. Sebegitu benci ya mereka? Sampai-sampai kehadiran Nara pun tak diharapkan.
Nara tetap menaiki tangga sambil menghapus jejak airmata yang sempat jatuh tadi.
.・*。≻───── ⋆✧⋆ ─────.•*。
Pagi hari tiba, entah kesialan dari mana Nara malah bangun kesiangan. Mungkin efek penat dan pikiran yang bersarang dan menjadi beban semalaman.
Nara bergegas mandi, setelah siap-siap ia memasukkan buku mapel hari ini. Memakan waktu sekitar 15 menit, dan jarum jam sudah diangka tujuh lewat lima menit.
"l-lohh kok k-kunci?" panik gadis berparas cantik itu. Ia mulai menggedor-gedor berharap ada yang mendengarnya.
Berulang kali ia coba membuka knop pintu, tapi hasilnya sama. Apa Nara harus lewat jendala yang letaknya dilantai dua?
Tapi itu mustahil? Bajunya akan basah, secara tepat di bawah jendela kamarnya ada kolam renang.
Atau Nara nekat saja?
"b-bukaa donggg!" teriaknga masih berusaha.
"ih smart juga ide lo Chan"
"Iya dong bang Mark, yuk cus ntar telat"
Ternyata, ini ulah Mark dan Haechan. Nara terduduk lemas dibalik pintu, menangis lirih merutuki nasib sial ini.
"bunda, Nara pengen ikut bunda... " lirihnyasambil meremat rambut kasar.
.
.
.
To be continue
KAMU SEDANG MEMBACA
"Am I bad?" || with NCT127
Fanfiction"j-jangan, itu boneka kesayangan adek . . ." "Abang, aku salah apa?" Terlahir dari keluarga kaya, memiliki jiwa musisi dan pembisnis, serta dikelilingi saudara tampan. Siapa yang tidak mau? Namun, dibalik figure nyaris sempurna yang diinginkan keb...