28. Ruang BK

28 9 37
                                    

Di sepanjang koridor, Hansel berusaha tenang dalam pikirannya yang bercabang-cabang. Ia pasrah dengan sesuatu yang akan menimpannya. Mencoba terlihat baik-baik saja agar orang terdekatnya tidak terbebani dengan permasalahannya itu.

Kini ia mengikuti langkah wali kelasnya menuju ruang yang paling dihindari murid-muris SMA Nusa Bangsa. Di mana lagi kalau bukan ruang BK, tempat yang sering dianggap sebelah mata. Padahal tempat ini bukan untuk panggilan anak-anak bermasalah, bisa juga untuk berkonsultasi.

Rupanya di dalam sana telah duduk seorang pria berseragam cokelat. Seperti menunggu mangsa yang sebentar lagi akan masuk ke kandangnya.

Hansel dan Bu Ina duduk di hadapan Pak Joko—guru BK. Pria itu memasang wajah serius hingga membuat Hansel sedikit terintimidasi.

"Apa kabar Hansel?" tanyanya yang mulai tersenyum.

"Baik, Pak," jawab Hansel lirih.

"Hansel Putra Prasetyo. Kebanggan sekolah, juara 2 olimpiade fisika se kota Pekanbaru. Juara kelas, pintar, dan ganteng pula. Tidak pernah buat onar. Lalu, kenapa kamu bisa dipanggil ke mari?" tanya Pak Joko penasaran dengan jawaban murid di hadapannya, walau ia sudah tau permasalahannya.

Tentu Hansel tau alasan dia ada di sini. Namun, ia ragu untuk menjawab jujur. Terlalu banyak mikir hingga kedua gurunya lama menunggu jawaban darinya.

"Hansel," tegur Bu Ina menyadarkan lamunan Hansel. "Pak Joko bertanya tolong dijawab."

"Karena gosip yang telah menyebar itu, Pak. Maafkan saya. Saya khilaf. Saya janji nggak akan lakuin itu lagi dan membuat malu," jawab Hansel dengan mata mulai berkaca-kaca dan menunduk karena malu.

"Benar karena foto memalukanmu dengan teman semejamu, Nak. Kami harus berbicara masalah ini dengan orang tuamu dan juga orang tua Miko. Sayangnya, Miko sudah dua hari tidak masuk. Bapak akan menelpon orang tua kalian untuk datang ke mari, kalau bisa hari ini."

Tubuh cowok ramah itu bergetar. Cepat atau lambat pasti orang tuanya akan tau. Siap-siaplah ia akan dibantai. Tamat sudah riwayat Hansel.

Pak Joko menelpon nomor ponsel Prastyo—ayahnya Hansel-Gretel. Beliau tidak bisa datang karena sibuk bekerja di kantor. Namun, ia akan meminta Santi—istrinya Prasetyo—untuk datang ke sekolah. Sedangkan orang tua Miko satu pun tidak bisa hadir karena mereka saat ini berada di Malaysia. Mereka janji akan hadir 3 hari lagi untuk membahas permasalahan anak semata wayang mereka.

Sebelum Santi datang, Bu Ina dan Pak Joko merubah topik dengan menanyakan seputar kehidupan pribadi Hansel di sekolah dan di rumah. Hansel pun menceritakannya.

***

Prasetyo menelpon Santi untuk datang ke sekolah. Santi mengira Gretel membuat ulah lagi di sekolah. Awalnya ia kecewa karena sempat mengira putrinya itu sudah berubah. Namun kali ini lebih parah. Anak kebanggaan, yang tersayang, rupanya lebih bermasalah dari yang sering membuat onar.

Santi telah berdiskusi dengan guru BK dan wali kelas, Hansel. Sungguh tidak disangka putranya seperti itu. Bisa-bisanya ketahuan berciuman dengan sesama jenis. Lawan jenis saja belum tentu dimaklumi.

Keputusan akhir Hansel harus berobat dan pindah sekolah. Catatan di sini bukan dikeluarkan dengan cara tidak hormat, melainkan diminta pindah sekolah setelah menerima rapor semester awal. Sungguh disayangkan Hansel merupakan kebanggaan sekolah. Hukuman untuk cowok ramah itu diskor selama seminggu. Setelah itu ia masih bisa bersekolah di SMA Nusa Bangsa sampai akhir semester ganjil.

***

Jam istirahat pertama, Gretel langsung pergi menemui kakak kembarnya. Ia khawatir dengan keadaan cowok itu. Pasti ia lapar, Gretel akan menemaninya makan di kantin hari ini. Setidaknya terus bersama kembarannya dalam keadaan begini. Namun, cowok itu tidak ada di sana. Kata teman sekelas Hansel, kembarannya itu sudah pulang bersama mamanya. Gawat, Santi sudah tau. Pasti Hansel telah menceritakan semuanya. Tamatlah riwayat Gretel.

Mail juga mencari Gretel di kelas gadis itu. Tidak ditemukan temannya itu di sana. Ia bersandar di dinding dan membuka ponselnya. Diketiknya beberapa kata.

Mail:
Kak Gretel di mana? Aku di depan kelas Kakak

Setelah mengetik pesan singkat itu. Ia memandang anak-anak lalu lalang di depannya. Tak lama Gretel pun melewatinya.

"Kak Gretel!" panggilnya, lalu yang dipanggil pun menoleh ke belakang.

Gadis itu menatap Mail. Raut wajahnya kosong dan datar. Seperti hidup segan mati tak mau. Semua ini karena foto sialan itu. Akhirnya, Mail-lah yang mendatanginya.

"Kakak dari mana? Aku baru saja cari Kakak di kelas."

"Dari kelas Hansel."

"Ooh. Bang Hanselnya nggak ikut kakak?"

"Hansel udah pulang."

"Pulang? Kok bisa?"

Gretel kesel mendengar juniornya itu banyak tanya. Ia membalikkan badan pergi meninggalkan Mail. Tentu saja Mail mengikutinya terus dan tak henti-hentinya bertanya sepanjang jalan hingga membuatnya tambah muak dan bikin kepala meledak.

"Stop nanya-nanya! Mending kamu pergi dari pandanganku. Aku lagi mau sendiri."

"Maaf, Kak. Tapi aku nggak mau pergi. Aku mau temenin Kakak."

"Aku nggak mau ditemenin. Udah pergi sana!"

Tentu saja cowok putih itu tidak menyerah. Walau diusir dan kasarin sekali pun, ia akan tetap mengikuti kemana Gretel pergi. Sampai Gretel masuk ke toilet pun, ia tunggu di luar sampai gadis itu keluar dari sana. Gretel membiarkan saja, toh nanti Mail capek sendiri.

Kaki Gretel pegal jalan ke sana-ke mari. Ia memutuskan untuk duduk di bawah pohon rindang. Tempat itu menjadi saksi bahwa seorang gadis keras kepala seperti Gretel dapat luluh oleh adik kelas berkulit putih itu. Bahkan mereka berteman. Mail pun ikut duduk di sampingnya.

"Capek, ya, Kak?"

"Itu karena kamu. Kenapa sih ikutin aku terus. Aku juga butuh waktu untuk sendiri," jawab Gretel ketus.

"Aku cuma mau menghibur, Kakak. Aku tau permasalahan yang Kakak dan Bang Hansel hadapi itu berat. Walau pun aku nggak bisa bantu memulihkan keadaan. Setidaknya kakak masih punya aku sebagai teman di samping Kakak. Kakak harus membagi beban Kakak ke aku. Tumpahkan saja kesedihan, rasa kecewa, rasa kesal di hati. Mungkin bisa mengurangi duri yang tertancap di hati Kakak."

Bulir bening lolos dari mata indah Gretel. "Terima kasih Mail. Di saat seperti ini kamu masih mau menjadi temanku." Air matanya semakin deras dan ia mengusap dengan punggung tangannya. "Ini semua salahku. Aku yang bikin masalah ini. Aku jahat, Il."

Mail menepuk halu bahu Gretel. "Kakak sepertinya butuh teman curhat. Sebentar lagi bel. Bagaimana kalau kita membolos saja? Kita cari tempat buat Kakak keluarin semuanya," ajak Mail.

Gretel mengangguk tanda setuju. Mereka bangkit dan pergi menuju pohon yang ada di belakang sekolah. Mail sebelumnya tidak pernah membolos. Tapi, kali ini tak apa demi kebaikan temannya.

TBC ...

.
.
.

Mian, bookmark cantekku filenya ke apus😭
Nantiku cari lagi deh di lappy, moga masih ada

Jangan lupa vote dan komen ya, guys
Maacih udah mau mampir😊

ApologyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang