13. Papa Marah

61 23 75
                                    

Prasetyo bersama orang tua teman-teman anaknya datang untuk menemui Pak Ridwan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Prasetyo bersama orang tua teman-teman anaknya datang untuk menemui Pak Ridwan. Mereka telah berkumpul di depan ruang BK. Pak Setiawan—guru BK— yang baru saja dari ruang guru menyapa orang tua murid, lalu meminta mereka untuk masuk ke ruangannya. Tidak lama, Pak Ridwan pun juga masuk dan meminta Bu Siska untuk memanggil kelima murid yang bermasalah itu.

Di dalam sana sangat panas. Pak Ridwan menceritakan tingkah laku anak-anak mereka—dari laporan memalak, mem-bully, bolos, sering tidak ikut upacara, dan banyak kelakuan buruk lainnya. Para orang tua merasa malu dengan tingkah laku buruk anak-anak mereka, bahkan dari mereka memohon agar anak mereka tidak di keluarkan dari sekolah dan berjanji akan mendidik anak dengan baik agar kejadian ini tidak terulang lagi.

Kelima murid, termasuk Gretel menunduk. Mereka tidak mengindahkan sama sekali perkataan dan nasehat yang dilontarkan. Masuk kuping kanan, keluar kuping kiri. Berharap celotehan itu cepat berakhir, karena di sini sangat membosankan.

Lebih dari setengah jam mereka di dalam sana. Dengan napas lega lima murid itu keluar juga dari sarang macan. Ini bukan pertama kali mereka masuk ke ruang BK, tetap saja itu sangat menyebalkan.

Mereka berdiri sejenak di depan ruang BK untuk berpamitan.

“Terima kasih ya, Bapak-bapak, dan juga Ibuk sudah mau meluangkan waktu berharganya untuk mendiskusikan masalah ini,” ucap Pak Ridwan dengan senyum lebar, memperlihatkan gigi ratanya.

“Harusnya kami yang berterima kasih, Pak. Bapak-bapak sangat peduli dengan anak-anak kami. Maafkan anak-anak kami yang berbuat tidak baik di sekolah ini. Saya dan para orang tua berjanji akan mendidik anak kami dengan lebih baik lagi, agar kejadian ini takan pernah terulang lagi,” ucap Pak Prasetyo yang berdiri di tengah-tengah para orang tua berhadapan dengan Pak Ridwan dan Pak Setiawan.

“Sama-sama, Pak,” jawab Pak Ridwan dan Pak Setiawan.

Pak Ridwan dan Pak Setiawan pamit terlebih dahulu, sedangkan para orang tua kembali menasehati anak mereka masing-masing.

“Bisa-bisanya kamu bikin malu Papi. Adik Papi Kepala Sekolah di sini, pemimpin terhormat. Kamu sebagai ponakannya harusnya jaga kelakuan. Ini apa, tukang rundung? Papa benar-benar kecewa," ucap Pak Gio--ayahnya Sidik--yang merasa dipermalukan oleh anak semata wayangnya.

"Maafin Sidik, Pa," ucap Sidik lirih.

"Minta maaf itu gampang. Papa nggak butuh maaf, yang Papa mau mulai sekarang kamu tidak berhubungan dengan anak-anak nakal itu."

"Baiklah, Pa. Sidik akan tinggalin teman-teman, Sidik." Sidik menjawab dengan enteng seperti tidak ada beban sama sekali. Entah kenapa sangat mudah baginya meninggalkan sahabat-sahabatnya yang sudah lama menemaninya.

Beda Pak Gio, beda pula Pak Prasetyo. Dia memarahi Gretel dengan nada meninggi, sehingga mereka menjadi bahan tontonan murid-murid yang berada di lapangan.

ApologyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang