Dia datang tiba-tiba.
Mengacaukan bahkan meremukkanku seketika.
Meski menolak, meski mengabaikan, dia selalu datang.
Dengan pongah dia menjatuhkanku, lalu menepis kenang tentangmu.
Aku mencoba melupa, tetapi tidak bisa.
Hingga kau hadir kemudian berulah sekali lagi.
(Hanggara Syauqi)🍂🍂🍂
Rafka menggantikan Angga memacu si biru dengan kecepatan sedang. Setidaknya dia bisa membawa seorang yang tampak sekarat itu dengan aman. Padalah biasanya dia enggan membawa motor karena dinilai kurang mahir.
Sepanjang jalan Rafka mengumpat pada pengendara yang menyalip dan memotong laju motornya. Beberapa kali lelaki itu menginjak pedal rem dalam-dalam untuk menghindari kecelakaan.
Angga yang berada di boncengannya tertawa pelan saat sahabatnya itu mengumpat. Sumpah serapah yang sangat jarang Rafka ucapkan itu ternyata lumayan menghibur dikala sakit melandanya.
"Lo kalau nggak sabaran gini bisa bikin gue mati mendadak, Raf!" ujar Angga.
"Bacot lo diem dulu. Tahu sendiri gue emang nggak mahir beginian, lo malah pakai acara sakit segala."
"Takdir, Raf."
"Takdir nggak dibuat manusia! Ini lain cerita karena lo sakitnya dibikin sendiri."
"Nggak sengaja lupa makan, Raf."
"Heh, lupa makan itu pagi ke sore, itu lupa. Lo mah kagak, lupanya dari kemarin malam ke sore ini."
"Sumpah nggak ada niatan."
"Diem atau gue turunin di sini?"
Angga melipat bibirnya sambil mengeratkan pelukan pada perutnya yang semakin perih. Rasa mual setelah meminum wedang jahe hanya sedikit berkurang. Setelah beberapa saat, rasa mual itu kembali lagi.
Dia menepuk bahu Rafka berkali-kali hingga motor yang membawanya berhenti dan menepi. Lelaki itu melesat turun dan berjongkok di tepi jalan. Angga memuntahkan isi perutnya lagi dan hanya air saja yang dia keluarkan.
"Langsung UGD ae, gimana? Ini nggak bakal masuk makanan, kudu diinfus, Ga!"
Angga bangkit dari jongkok dan berpegang pada bahu Rafka. Dia menggeleng dan dan berbalik lagi saat perutnya kembali bergejolak. "Ba-balik ke kafe, Raf!" lirihnya.
Rafka hanya mengangguk dan memastikan temannya itu sudah dalam posisi aman barulah dia melajukan si biru. Sepanjang perjalanan hanya semilir angin dan senja yang menemani.
Tidak ada sepatah kata pun mengisi keheningan antar dua sahabat itu. Si kepala batu hanya menahan ringisan dan menggigit bibirnya kala nyeri kembali menyerang. Sedangkan satunya sedang fokus menyetir.
"Bang Satya, bantuin!" teriak Rafka.
Bang Satya menoleh dan berlari mendekati motor yang baru saja terparkir di depan kafe. Rafka yang berteriak nyaris saja oleng saat tubuh sahabatnya bertumpu pada punggungnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Eager Beaver ✔
General Fiction"Kerja keras setengah mati, tapi hasilnya nggak dibawa mati! Kamu kerja apa dikerjain?" Karena hidup sebercanda itu, maka hiduplah meski menjadi bahan candaan. Bekerjalah seperti tiada hari esok bahkan sampai tetanggamu mengira tuyul menjadi pelihar...