Aku tidak pernah memaksa siapapun 'tuk bertahan.
Yang pergi akan kembali, jika mereka mau.
Yang pergi akan tetap pergi, meski aku memintanya.
Teruntuk engkau yang sudi bertahan hingga akhir, terima kasih!
Teruntuk engkau yang mau menemani sampai selesai, terima kasih!
Terima kasih dan maaf belum menjadi yang berguna.
(Hanggara Syauqi)🍂🍂🍂
Sebuah mobil memasuki halaman keluarga Ahmad Syauqi. Dua orang membuk pintu secara bersamaan. Raden mengikuti Angga hingga depan pintu rumahnya.
Tidak seperti biasanya saat Angga sampai, lampu ruang tengah masih menyala dan terlihat dari luar. Belum juga Angga menyentuh gagang pintu, pintu itu terbuka. Dilihatnya sang ibu sudah berdiri di sana bersama Uti dan Akung.
Ketiga anggota keluarganya itu manatap cemas. Akung menuntun Angga untuk masuk, sementara Ibu Ayu mengucap terima kasih pada Raden. Uti dan Ibu Ayu lantas menyusul.
"Kenapa pada begadang?"
"Ibu kangen sama Mas. Sudah lama nggak nungguin Mas pulang. Mau makan nggak? Ibu sudah masakin bubur sop, nih!"
"Boleh. Mas juga lapar."
Ibu Ayu lantas menuju dapur dan membawa semangkuk bubur dengan taburan abon ayam dan siraman kecap sambal. Perpaduan yang sangat disukai oleh putra semata wayangnya.
Angga menerima mangkuk itu dengan mata berbinar. Dipegangnya mangkuk itu dan ditatapnya dengan penuh nafsu. Angga melahapnya dengan perlahan. Dia khawatir jika terlalu terburu-buru lambungnya akan berontak dan muntah.
Uti dan Akung diam-diam memandang cucunya dengan tatapan penuh belas kasih. Gurat-gurat kelelahan benar-benar menghilangkan aura tampan dari cucu kesayangannya.
Sebenarnya sebelum Angga sampai di rumah, sejak siang mereka sudah mendapat kabar tentang putra tunggal Ahmad Syauqi itu. Hanya saja, Ibu Ayu melarang untuk menghubungi Angga dan memintanya pulang.
Laporan yang mereka terima seputar pekerjaan dan kegiatan Angga di kantor dan di kafe. Entah mengapa, kali ini kabar datang bersamaan.
Ardi Rusman memberi tahu tentang kondisi perusahaan yang mulai menurun pendapatannya ditambah dengan masalah yang dihadapi saat ini. Lelaki itu sengaja memberi tahu supaya Ibu Ayu bisa membantu Angga untuk tenang dalam mengambil keputusan.
Sedangkan Rafka menelepon sesaat setelah Angga pergi meninggalkan kafe, dia menceritakan semuanya. Bukan bermaksud mengadu, tetapi kalau bukan keluarganya sendiri yang membantu, lantas siapa lagi yang bisa membuat si kepala batu itu menurut.
Nyatanya, keluarga Angga tidak lantas mencecar dengan banyak pertanyaan. Mereka hanya menemani dan menunggu hingga Angga terbuka dengan sendirinya.
"Bu, kalau Mas nggak sanggup gimana?" tanya Angga setelah menandaskan isi mangkok dan meletakkannya di meja makan.
Uti dan Akung kompak menatap Angga lalu beralih pada Ibu Ayu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Eager Beaver ✔
Ficción General"Kerja keras setengah mati, tapi hasilnya nggak dibawa mati! Kamu kerja apa dikerjain?" Karena hidup sebercanda itu, maka hiduplah meski menjadi bahan candaan. Bekerjalah seperti tiada hari esok bahkan sampai tetanggamu mengira tuyul menjadi pelihar...