Terkadang ada jarak yang sulit aku lewati.
Kadang juga ada sekat yang tidak bisa aku tembus.
Sesederhana itu, jika semua adalah hakku maka akan aku terima.
Namun, jika bukan maka tidak akan aku dapat meski memaksa.
(Hanggara Syauqi)🍂🍂🍂
Semangatnya kembali terisi setelah wejangan-wejangan dari orang terdekat memenuhi gendang telinganya. Hanggara Syauqi---yang biasa dipanggil Angga---sudah bersiap untuk bertemu dosen. Aroma nasi goreng buatan mamanya bahkan sudah menggelitik hidung dan membuat perutnya keroncongan.
Rumahnya terasa sepi, ayah yang berstatus pengusaha lebih banyak kegiatan di luar rumah. Sedangkan ibu yang mengelola butik hanya sesekali berangkat lebih siang demi membuatkan sarapan untuk putra semata wayangnya.
Angga mengendap-endap seperti seorang maling. Berjalan perlahan seolah lantai akan berderit nyaring jika dia terburu-buru. Anak tangga yang dilewati terasa tidak ada habisnya. Belum juga menapaki anak tangga terakhir dia terjengkang karena melihat ayahnya melintas.
"Allahuakbar!" Angga terduduk sambil mengusap dadanya. Dia yang berharap tidak bertemu dengan ayahnya justru mengalami kegagalan.
Ayahnya hanya menengok dan berlalu begitu saja. Ayah Ahsya, begitu Angga biasa memanggilnya. Pemilik J.A Express sebuah perusahaan bidang jasa kurir yang bernama lengkap Ahmad Syauqi ini memang terkenal pendiam di keluarganya.
"Kenapa, Mas?" tanya sang ibu yang juga kaget mendengar suara putranya.
"Nggak apa-apa, Bu. Ada yang lewat dadakan."
Lelaki itu beranjak dan berusaha menyembunyikan rasa canggungnya begitu melihat sang ayah sudah duduk di meja makan. Bukan tanpa alasan Angga merasa canggung di hadapan sang ayah.
Mahasiswa semester akhir yang baru saja berusia 21 tahun itu merasa sungkan dan takut jika Ayah Ahsya menanyakan perihal kuliahnya. Angga melirik dalam diam pada Ibu Ayushita Adiningrum dan memohon untuk bisa memulai sarapan dengan cepat.
"Mas, kuliahnya berapa lama lagi?" Suara berat sang ayah sukses membuat Angga membatu.
Ayah Ahsya bertanya, tetapi pandangannya sibuk menatap layar ponsel pintarnya. Dia tidak melihat bagaimana Angga sang putra tunggal duduk dengan gelisah. Sang ibu yang biasanya menengahi justru sibuk menata nasi goreng dan tersenyum geli melihat kecanggungan antara ayah dan anak.
"M-masih nunggu dosen ACC untuk judul," jawab Angga dengan suara tersendat-sendat.
"Dari awal semester masih sampai judul skripsi? Kalau Rafka sudah selesai?"
"Iya, Yah. Maaf! Kalau Rafka bisa ikut wisuda yang gelombang pertama."
"Ayah ndak butuh maafmu, Mas. Ayah butuhnya pembuktian dari kamu. Sebelum pertengan tahun apa sudah bisa selesai?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Eager Beaver ✔
Ficción General"Kerja keras setengah mati, tapi hasilnya nggak dibawa mati! Kamu kerja apa dikerjain?" Karena hidup sebercanda itu, maka hiduplah meski menjadi bahan candaan. Bekerjalah seperti tiada hari esok bahkan sampai tetanggamu mengira tuyul menjadi pelihar...