"Kata guru saya, hidup itu harus seperti Rofa' yang biarpun berada di atas, tapi tetap menunduk."
~lsnaulya~
°-----------------°
Akhir semester menjadi hal yang paling ditunggu-tunggu oleh Zainida-remaja 17 tahun yang selalu berpenampilan ceria dengan baju warna ungunya. Bukan karena akan ada libur panjang atau naik kelas, melainkan karena dia akan segera bertemu dengan kedua sahabatnya yang ada di pondok pesantren.
Ya, Zain punya dua sahabat yang sedari kecil selalu menemani sampai akhirnya tahun kemarin harus berpisah di jenjang SMA. Zain di sekolahkan kedua orangtuanya di SMA swasta dan kedua sahabatnya dimasukkan ke pesantren salafiyah.
Bagi Zain melepaskan dan berjauhan dengan kedua sahabatnya itu sangat berat. Satu tahun sudah dia menabung rindu kepada sahabatnya, berharap bisa cepat bertemu dengan mereka.
Sekarang rasa rindu itu sudah terbayarkan setelah matanya bisa menatap dua sosok yang kini berpenampilan beda dari terakhir kali dia melihatnya. Dulu mereka selalu memakai baju kaos, kerudung blus dengan rok polos atau rok seragam sekolah, tapi sekarang mereka berpakaian rapi khas seorang santri dengan sarung polos membalut bawahannya, kemeja panjang, dan kerudung segi empat.
Zain langsung memeluk mereka untuk melepas rasa rindunya. Satu tahun ini sudah sangat cukup membuat Zain merasa kesepian. Mungkin setelah ini dia akan membuat mereka berdua sibuk dengan dirinya.
"Jahat, ya, ninggalin aku 1 tahun. Mana enggak balik-balik lagi, dasar kalian!" rajuk Zain setelah beberapa saat saling bertanya kabar.
Keduanya terkekeh geli melihat tingkah Zain yang ternyata belum berubah itu. Zain adalah si pembawa warna dalam persahabatan mereka. Di hadapan kedua sahabatnya, Zain akan bertingkah seperti anak kecil jika sedang merajuk seperti saat ini. Sikap childis,-nya itu membuat mereka tenang sekaligus was-was dalam waktu yang bersamaan.
Tenang karena dengan begitu Zain tidak menutup diri dari mereka dan was-was karena sikapnya yang seperti itu bisa saja disalahgunakan orang, khususnya laki-laki. Bohong kalau mereka bilang tidak mencemaskan Zain dalam satu tahun ini. Nyatanya dalam setiap doa, mereka selalu meminta agar Zain ada yang menjaga.
Mereka cukup tahu kalau ada banyak di luaran sana orang yang berniat buruk pada Zain, tidak terkecuali dari kaum laki-laki. Entah bagaimana selama satu tahun ini Zain menjalani kehidupan tanpa mereka berdua.
"Ya udah, lha. Ini Zara juga udah di sini, 'kan?" sahut Zara sambil menepuk pundak Zain.
"Iya, yang penting kita aku sama Zara udah balik dari pondok. Besok kita main yang rajin, deh. Biar yang rindu bisa pulih lagi," tambah Ira kemudian merangkul bahu Zain.
Zain tersenyum, kedua sahabatnya ini memang tahu apa yang bisa meluluhkan hatinya. Mereka bertiga kembali saling berbagi cerita selama mereka tidak bersama. Inilah momen yang dirindukan Zain dari mereka, saat saling berbicara dan tertawa bersama.
Hingga akhirnya Zain sadar kalau Zara dan Ira itu anak pondok, artinya mereka akan kembali lagi ke pondok. Dari yang Zain tahu, biasanya anak pondok tidak mendapat waktu libur yang lama, hanya beberapa minggu atau beberapa hari, mungkin. Apalagi Zara dan Ira mondok di pesantren salafiyah.
Pesantren salafiyah jauh berbeda dengan pesantren modern yang saat ini mulai bermunculan di berbagai daerah. Pesantren salafiyah lebih membentuk santri untuk bisa hidup mandiri dibandingkan dengan pesantren modern yang nyuci baju sama masak saja tinggal enaknya.
"Berapa lama waktu liburan kalian?" tanya Zain di tengah perbincangan.
Seketika Zara dan Ira terdiam dan saling menatap, lalu mengalihkan tatapannya ke arah Zain. Sekarang Zain merasa kalau jawaban yang akan dia dapat bukan hal baik menurutnya.
"Huft .... Cuma satu Minggu," jawab Ira dengan menghela nafas sebelum mengatakannya.
Mata Zain langsung melotot ketika mendengar jawaban yang Ira berikan. Apa itu enggak salah? Masa cuma satu minggu dari satu tahun? Batin Zain berteriak keras.
"Serius?" tanya Zain lagi untuk memastikan. Siapa tahu Ira sedang mengerjainya.
Zara membenarkan ucapan Ira membuat Zain kehilangan harapannya. Kalau mereka cuma libur satu minggu, berarti mereka tidak akan melaksanakan puasa Ramadhan di sini? Terus Ramadhan kali ini dia akan sendiri gitu?
Sebelum Zain melayangkan aksi protesnya, Zara terlebih memberi tahu info lainnya kepada Zain, bahwa akan ada sistem 'pasaran' di pesantren yang men6 almamater mereka.
Sistem pasaran itu intinya sistem ngaji banyak kitab dengan target hari atau bulan. Dimana yang menjadi pesertanya bisa dari pondok pesantren lain atau dari pondok pesantren itu sendiri.
Setelah lama dijelaskan dan dibujuk, akhirnya Zain setuju untuk ikut sistem pasaran di pesantren yang ditempati Zara dan Ira bulan Ramadhan kali ini. Alasan Zain ikut sistem pasaran bukan hanya karena agar bareng sama sahabatnya, tapi juga untuk mendapat pengalaman baru, ilmu baru, serta gebetan baru tentunya.
Segala hal yang berkaitan dengan sistem pasaran sudah dipersiapkan oleh Zara dan Ira pada hari itu juga. Sehingga hanya tinggal satu kendala lagi, yaitu izin dari ayah dan ibu Zain.

KAMU SEDANG MEMBACA
Aku padamu, Mang Santri!
Spiritual#2 in salafi [15-04-2021] Ini kisah dia, Mang Santri yang tidak akan pernah disebutkan namanya dalam cerita ini. Namun, akan selalu terpatri indah dalam hati seorang Zain. #menulis30hzukzezjabar