New Habit

16 4 1
                                    

“Ketika takdir berkata kita harus bertemu, maka kita tinggal menjalaninya. Tak perlu risau soal masalah yang akan terjadi kedepannya. Bukankah ada sang pencipta yang telah menentukan ukurannya?”

~Lsnaulya~

°-----------------°

Sebuah tulisan tangan yang sengaja dibuat besar supaya bisa dibaca banyak orang, terpampang dengan jelas di pintu masuk ruangan. Banyak orang berseliweran keluar-masuk ruangan itu. Mulai dari yang menenteng tas seperti yang dibawa Zain, sampai yang membawa koper juga ada.

Jiwa kritikus Zain mencuat seketika. Rasanya dia ingin mengomentari tingkah mereka yang terbilang cukup lebay menurut Zain. Apalagi ketika ada orang yang sudah menyiapkan tempat tidur lipat padahal sekarang baru mau masuk waktu Dzuhur.

Tidak sedikit juga dari mereka yang ada di ruangan ini yang membereskan kitab-kitab yang akan dipakai nanti atau sekedar baca-baca atau mungkin sampai menghafalnya.

Zain sukses dibuat speechless dengan berbagai macam tingkah orang-orang di sini. Dia mengira kalau sejenak dia bisa istirahat terlebih dahulu, namun sepertinya takdir tidak menginginkan hal itu terjadi.

"Perhatian, perhatian! Kepada seluruh santri dimohon untuk segera mendatangi aula masjid. Sekali lagi, kepada seluruh santri dimohon untuk segera mendatangi aula masjid," panggil seseorang dari pengeras suara yang terdapat di pojok setiap ruangan.

Semua santri yang ada di ruangan tempat Zain saat ini segera berhamburan ke luar, termasuk Zara dan Ira yang sepertinya lupa kalau ada Zain yang baru di pondok pesantren itu.

"Ira, kita mau ke mana dan mau ngapain?"

"Eh, iya. Lupa, maaf Zain," sesal Ira yang kemudian berhenti melangkah dan kembali menghadap pada Zain yang masih mematung di dalam ruangan.

"Kita disuruh datang ke mana?" tanya Zain sekali lagi.

"Ke aula masjid, Zain. Itu, lho, tempat yang tadi pagi kamu ngajak kita nunggu ayah-ibu," jelas Zara ikut berbicara.

"Yang man—" ucapan Zain terpotong oleh seseorang dari depan pintu. Ruangan.

"Teteh, buruan. Nanti keburu penuh itu aulanya," seru seorang santri putri yang kemudian pergi meninggalkan mereka setelah mengatakan itu.

"Ya udah ayok!" kata Zara membuat Zain yang mau protes tidak jadi, "Sekarang ikut aja dulu, Zain. Nanti juga bakalan tahu.'

Mereka bertiga bergegas menuju aula masjid yang jaraknya lumayan jauh karena berada di area santri putra. Hanya tinggal segelintir orang saja yang telat seperti mereka. Saat sampai di sana, benar saja apa yang dikatakan santri tadi. Aula masjid sudah penuh.

"Oh, jadi tempat ini namanya aula masjid," gumam Zain yang terdengar samar oleh Zara dan Ira.

"Zara, ayok cari yang koson," pinta Ira, "Zain, ikuti Zara atau aku, oke. Awas jangan sampai ketinggalan," ingat Ira pada kedua sahabatnya.

Zara segera mengedarkan pandangannya, begitupun dengan Ira dan Zain yang ikut-ikutan Sok sibuk. Ketika Ira menemukan tempat yang cukup untuk mereka bertiga, segera dia menarik tangan kedua sahabatnya tanpa aba-aba.

Aku padamu, Mang Santri!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang