Isim Dzomir

10 4 0
                                    

“Ketika waktu membiarkan kita bertemu, saat itulah aku melihatmu seperti Maf'ul bih yang menjadi subjek dari setiap fokusku.”

~Lsnaulya~

°-----------------°

Lantunan ayat suci Al-Qur'an dari santri putri dan santri putra terdengar saling bersahutan dari dalam masjid. Seakan berlomba-lomba mereka terus membaca Al-Qur'an sejak Subuh tadi dengan nada murotal yang berbeda-beda.

Tidak terkecuali Zain, dia begitu menikmati suasana masjid yang ramai dengan lantunan ayat suci Al-Qur'an. Sudah lama Zain tidak merasakan suasana seperti ini lagi setelah dia lulus SD.

Meskipun rasa kantuk mencoba menggodanya untuk tidur, tapi Zain tidak mengindahkannya. Zain lebih memilih untuk terhanyut dalam kalam-Nya dan merasakan betapa agung sang pencipta.

Saat matahari mulai menampakkan sinarnya, Buya menyudahi kegiatan tadarus para santri. Dia kemudian naik ke atas mimbar untuk menyampaikan motivasi pagi kepada para santri-santrinya.

Rasa kantuk itu perlahan mulai sirna dan digantikan dengan semangat yang membara. Tidak bisa dipungkiri kalau motivasi pagi inilah yang ditunggu-tunggu para santri.

Bukan apa-apa, hanya saja dalam kegiatan ini Buya akan menyelipkan kata-kata mutiara yang menurut santri di sini paling the best. Biasanya santri putri akan menuliskannya pada catatan atau dimasukkan kedalam papan informasi pondok sebagai quotes of the day.

Kali ini Buya menyangkutkan bahasan dengan ilmu nahwu dan sorof. Biasanya santri akan mengeluh kalau bertemu dengan ilmu alat yang satu ini. Bagi santri, ilmu nahwu dan sorof itu seperti ilmu matematika dan fisika kalau di sekolah dalam hal memahaminya.

Sulit-sulit menyenangkan. Kalau sudah mengerti akan terasa menyenangkan, tapi kalau belum paham akan sangat membingungkan.

"… Ila menjadi Jar dan madrosati jadi majrur. Kenapa dikatakan majrur?" tanya Buya pada para santri.

Beberapa santri terdengar mengucapkan jawabannya dengan suara pelan, selebihnya mereka hanya diam sambil menerka-nerka karena takut jawabannya salah.

"Hadeuuh, gimana ini atuh, laki-laki! Ditanya Jar majrur aja pada enggak bisa jawab," seru Buya, "Apa lagi nanti ditanya sama calon mertua?" lanjutnya.

Sontak saja ucapan Buya itu langsung mendapat sorakan riuh dari para santri, khususnya santri putra. Masjid seketika berubah seperti di stadion bola.

"Denger baik-baik," sela Buya, "Biar kalian ingat terus soal Jar majrur, kita pakai perumpamaan. Awas, setelah dikasih tahu jangan sampai lupa lagi."

"Majrur letaknya selalu ada setelah huruf Jar. Dalam kalimat 'Dzahaba Zaidun ila madrosati', huruf jae-nya adalah 'ila'. Berarti yang menjadi majrur itu 'madrosati'," jelas Buya.

"Artinya, di mana ada jar pasti ada majrur yang menemani. Seperti halnya orang yang lagi kasmaran, kemanapun kekasihnya pergi, pasti dia akan selalu menemani kekasihnya itu."

Sekali lagi para santri menyoraki ucapan Buya karena menyinggung orang yang pacaran. Beliau terkekeh mendengar sorakan itu.

Pemberian motivasi sekaligus ilmu nahwu ini terus berlanjut sampai lewat dari jadwal yang ditentukan. Untunglah tidak ada kegiatan lagi setelah pemberian motivasi dari Buya karena ini hari Jumat. Semua santri mendapat waktu luang dari pagi sampai waktu Asar yang bisa digunakan untuk tidur, menambah hafalan, atau apapun.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 22, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Aku padamu, Mang Santri!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang