Kala Senja Jadi Saksi

12 4 0
                                    

“Dalam hidup tidak ada yang namanya kebetulan. Semua sudah Allah rencanakan dengan begitu menawan. Tugas kita cuma menjalankan dengan penuh keimanan dan keikhlasan.”

~Lsnaulya~

°-----------------°

Seorang gadis baru saja keluar dari kantin pondok dengan menenteng sebuah kantong kresek. Tadi dirinya bertemu dengan orang yang bertugas masak hari ini, dia meminta Zain untuk membelikan tempe dan beberapa lalapan.

Dengan senang hati Zain menerimanya, sekalian dia mau membeli minyak kayu putih. Kemarin dia terlalu sibuk membereskan keperluan lainnya sehingga lupa membawa hal kecil namun penting seperti minyak kayu putih.

Hari pertamanya ini Zain lalui dengan perasaan gembira. Dia mulai berkenalan dengan banyak santri. Ternyata peserta pasaran kali ini tidak cuma dari satu daerah, melainkan juga dari berbagai daerah lain, bahkan ada yang datang dari jauh, seperti Lampung dan Aceh.

Semangat mereka sebagai santri membuat Zain termotivasi untuk tetap bertahan selama pasaran ini, walaupun Zain merasa tidak yakin, apalagi dengan jadwal yang begitu padat.

Zain melangkah ceria sambil bersenandung kecil. Entahlah, tapi hari ini dia merasa bahagia. Dia berdoa semoga saja kebahagiannya ini tidak akan pernah hilang.

Dari arah yang berlawanan dua orang santri putra terlihat berlari ke arah Zain. Tidak, lebih tepatnya mengejar seorang anak laki-laki berusia sekitar tiga tahun yang berlarian sambil tertawa menuju arah kantin.

Anak laki-laki itu tertawa geli, tapi tak urung dia terus melebarkan larinya sampai akhirnya menubruk Zain yang saat itu tidak melihat keberadaannya.

Zain terlalu fokus menyapa setiap orang dengan senyuman ramah sampai tidak melihat keberadaan anak laki-laki itu. Barulah ketika orang-orang berteriak 'Awas!' dia akhirnya mengerti dan terdengar suara benda jatuh.

Hap

Zain berhasil menangkap tubuh anak laki-laki itu sebelum dia terjatuh dan menimpa tanah. Akan tetapi Zain harus rela melepaskan barang bawaannya yang kini berceceran di atas tanah.

Semua orang yang melihat kejadian itu seketika syok. Begitupun dengan Zain dan anak laki-laki yang kini ada dalam rengkuhannya. Zain bisa merasakan kalau anak laki-laki itu lebih syok ketimbang dirinya. Terbukti dari tubuh si anak yang menegang dan tidak terdengar suara apapun, bahkan sekedar tangisannya.

Setelah beberapa saat, Zain menyejajarkan tubuhnya dengan anak laki-laki itu. Dia mencoba melihat keadaan si anak yang masih terdiam dengan tatapan mata yang kosong. Zain membersihkan telapak tangannya yang dia gunakan untuk menahan agar mereka berdua tidak terjatuh pada tanah.

Lalu dia mengelap keringat di kening anak laki-laki itu dengan tangan yang satunya lagi. Zain mulai khawatir karena anak laki-laki ini tidak kunjung bersuara apalagi menangis.

Zain kemudian menggendong anak laki-laki itu tanpa adanya penolakan. Beberapa santri mulai mendekat, saat itulah anak laki-laki itu mendapat kesadarannya dan menangis keras.

Zain menjadi kebingungan sendiri saat ini, pasalnya dia tidak tahu kalau anak yang dia gendong sekarang ini anak siapa. Santri-santri juga cuma melihat mereka saja tanpa berbicara apa-apa.

Aku padamu, Mang Santri!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang