“Semua insan memang diberkahi dengan kasih sayang. Tapi tidak setiap kasih sayang itu datang dengan bingkisan yang indah dan menarik. Ada kalanya dia datang berupa seutas kain lusuh yang membalut asa kebahagiaan.”
~Lsnaulya~
°-----------------°
Suara derap langkah kaki terdengar menggema di lorong madrasah, menyisakan sepi diantara desakan yang terlontar pada seorang gadis berkerudung hitam.
Gadis itu memutar bola matanya jengah dengan pertanyaan-pertanyaan yang terus saja dia dapatkan dari kedua sahabatnya. Sedari pulang dari rumah Bu Nyai sebelum Magrib tadi, Zain menjadi buah bibir dari santri putri di setiap asrama.
Terlebih di asrama Zahro, tempat Zain bernaung selama satu bulan ke depan, tak hentinya mereka bertanya ini itu tentang kejadian tadi sore kepada Zain.
"Zain, ih. Kamu tuh kalau ditanya harus jawab. Enggak sopan tahu," kesal Ira karena sedari tadi pertanyaannya juga Zara tidak ditanggapi oleh Zain sama sekali.
Zain seperti menutup telinganya rapat-rapat, dia hanya mengangguk dan menggeleng ketika ada yang bertanya serius dan menaikkan sebelah alisnya ketika ada yang bertanya soal kejadian sore tadi.
"Tuh, 'kan. Dahlah, benci aku lihat alis si Zain naik turun terus. Kayak kasus korupsi."
Mendengar penuturan Ira soal alisnya, Zain terkekeh kecil sambil geleng-geleng kepala. Apa hubungannya alis Zain sama kasus korupsi coba. Kasus korupsi 'kan naik terus, enggak ada turun-turunnya. Eh.
"Oke. Kalau kamu enggak mau cerita atau kasih tahu kita ... ya udah, gapapa," ujar Zara pasrah karena tidak mungkin juga dia memaksa Zain bercerita.
Zain menoleh sebentar ke arah Zara yang sedang memainkan kantong mukena yang dipegangnya, lalu kembali menatap area masjid yang tinggal beberapa meter lagi dengan senyuman.
"Bukan gitu, Zara," sahut Zain pada akhirnya.
Mendengar ucapan Zain Ira terlonjak senang karena sedari buka puasa tadi, mulut Zain malah puasa alias berhenti bicara. Zara juga bersyukur karena Zain akhirnya mau buka suara.
"Jadi," tanya Zara meminta penjelasan lebih lanjut dari Zain. Akan tetapi Zain malah menanggapinya dengan menaikkan sebelah alisnya lagi. Dia berniat menggoda kedua sahabatnya itu.
"Tuh, tuh, tuh. Mulai lagi, deh alisnya main," seru Ira yang juga menunggu jawaban dari Zain.
Zain kembali tertawa karena berhasil mengerjai sahabatnya itu, "Enggak ada jadi-jadinya. Udah itu aja," jawab Zain.
"Masa, sih," selidik Ira masih belum puas dengan jawaban yang diberikan Zain, "Terus, kamu sama si Mang Santri itu …."
"Enggak ada apa-apa, Ira. Aku juga enggak kenal sama si Mang Santri itu, oke," tukas Zain bahkan sebelum Ira menyelesaikan ucapannya.
"Emm, gosip itu gimana, Zain?" tanya Zara kali ini.
Zain menghela napasnya berat," itu cuma gosip. Mereka aja yang terlalu berlebihan."
Zara dan Ira mengangguk mengerti dan berhenti bertanya. Jika Zain berkata seperti itu berati tidak ada yang benar dari gosip yang beredar. Mereka percaya akan hal itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Aku padamu, Mang Santri!
Spiritual#2 in salafi [15-04-2021] Ini kisah dia, Mang Santri yang tidak akan pernah disebutkan namanya dalam cerita ini. Namun, akan selalu terpatri indah dalam hati seorang Zain. #menulis30hzukzezjabar