🔸️ Chapter 22

5 3 0
                                    

Jieun mengikat rambutnya menjadi satu dan mematut diri di depan cermin yang berada di kamar mandi. Tangannya menggapai odol dan sikat gigi lalu berhenti, matanya dengan sendu melihat kaca.

Ingatannya melayang pada kejadian yang dia alami seharian ini, jam telah menunjuk ke jam enam sore. Sembilan insan itu berhenti sejak jam tiga sore tadi, cukup membuat delapan pemuda dan satu gadis itu memilih untuk beristirahat di dalam bungalow sampai jam makan malam datang nanti.

Jieun akui, dia menikmati waktu liburan singkat ini.

Tetapi, ada satu mengganjal daritadi.

Hwang Hyunjin.

Pemuda dua puluh tahun itu yang terkesan menjauhinya sejak menginjak pasir pantai. Jieun tidak suka dengan kelakuan pemuda bermarga Hwang tersebut.

“Hah ….” Jieun menghembuskan napas dengan lesu.

Sudah beberapa kali Jieun berusaha untuk mengajak Hyunjin berbicara dengannya. Tetapi, sahabatnya itu hanya diam dengan raut wajah datar khas andalannya.

Awalnya, Jieun tidak peka dengan tingkah Hyunjin. Jieun hanya mengira kalau itu karena Hyunjin yang dengan disengaja dilempar ke pantai oleh Minho akibat kalah dalam permainan menahan napas di dalam air. Tetapi, ketika Jieun melihat Hyunjin masih bisa menanggapi candaan Minho seperti biasa, ketawa dengan Seungmin karena, candaan receh Jisung.

Hyunjin hanya bersikap dingin padanya seorang.

Dia … hanya merasa kehilangan.

Itu pernah terjadi sebelumnya. Sekali dalam hubungan pertemanan yang terjalin sejak mereka masih memakai popok bayi.

Ketika Jieun lebih memilih menemani siswa pindahan untuk berkeliling mengenal sekolah saat mereka menginjak kelas dua menengah pertama, daripada menemani Hyunjin makan di kantin pada jam istirahat. Hyunjin mendiaminya seharian itu.

Bahkan sampai saat mereka telah pulang sekolah, Hyunjin tetap diam selama perjalanan pulang. Sampai keesokan harinya, Hyunjin masih sama.

Dia berbicara seperlunya dengan Jieun. Lebih parahnya lagi, balkon pintu kamar Hyunjin dikunci semalaman, gadis itu jadi tidak bisa mengajak Hyunjin untuk berbicara empat mata. Hyunjin lebih memilih naik mobil appa daripada ikut dengannya seperti biasa.

Sungguh, itu membuat Jieun kalap selama tiga hari penuh.

Jieun mengekori Hyunjin saat pulang dari sekolah di hari ketiga mereka saling diam. Dan, saat malam hari sebelum Hyunjin pergi untuk tidur. Jieun mengutarakan permintaan maaf. Walaupun, dia masih belum paham dimana letak salahnya.

Hyunjin saat itu juga tidak mau membeberkan alasannya.

Jieun hanya takut satu hal sekarang, … Hyunjin menjauh darinya.

Bunyi bel bungalow-nya terdengar seisi ruangan tersebut, Jieun segera keluar. Berharap itu adalah Hyunjin yang menekan bel, senyumnya membingkai cerah hanya membayangkannya.

Tangan kurus Jieun menggapai knop pintu dan senyum itu perlahan luntur saat mendapati Jisung yang berdiri di depan pintu bukan sahabatnya itu.

“Ayo makan. Felix sedang sibuk memanggang di luar.” Kata Jisung dengan senyum tipis di wajah.

Jieun mengangguk, “Tunggu sebentar. Aku harus mengambil sesuatu.”

Pemuda tersebut mempersilakan, Jisung menunggu didepan pintu yang kembali tertutup setengah, dia dititahkan oleh Chan untuk mengajak gadis itu makan malam. Sedangkan, yang lain langsung turun ke sebuah gazebo besar yang akan menyediakan mereka makan malam.

“Sudah. Ayo, Ji.” Kata Jieun dan menutup rapat pintu bungalow.

Jisung berjalan beriringan dengan gadis bermarga Song itu, matanya melihat ke langit yang telah menjingga dengan cantik, “Enak sekali dapat kamar sendiri. Aku malah harus berbagi dengan si Lee Ribut Minho.”

Jieun tertawa, sesuai dengan dugaannya tadi saat bersama Chan, “Sepi tahu, Ji. Minho oppa pasti sangat menyenangkan.”

Jisung mendesis, bahunya bergedik merinding, “Kau harus tahu, aku ribut dengannya selama satu jam hanya karena pembagian ranjang nanti malam. Itu membuatku jengkel setengah mati, dia benar-benar menghalangiku. Padahal ranjang dekat dengan jendela balkon adalah tempat yang paling sempurna.” Jisung mengomel sepanjang mereka melewati jembatan yang menghubungkan satu bungalow dengan yang lain.

Jieun terkekeh pelan, Jisung yang mengomel panjang lebar seperti ini sedikit megobati lukanya.

“Hah … harusnya aku mengajak temanku yang lain saat ke sini.”

“Emangnya kau punya teman?”

“Punya, dong.”

“Kukira hanya Hyunjin.”

“Sembarangan. Aku punya teman cewek, dia juga kenal dengan Hyunjin.”

▪︎▪︎▪︎

“Hyunjin, kau marah?”

Hyunjin hanya diam, dia menyeruput sisa minuman dari gelasnya, seolah-olah dia tidak mendengar Jieun Inilah yang Jieun takutkan.

Hyunjin menganggap Jieun transparan, tidak terlihat dimana-mana.

“Maaf. Aku tahu aku salah. Sekarang, ayo berteman lagi.”

“Iya. Bawel, ini makan ikannya. Semoga saja tidak ada durinya, soalnya, pas itu aku lagi kesal.”

“Jahat banget.”

“Makanya, hati-hati makannya. Tersedak duri, diluar tanggung jawab Hwang Hyunjin.”

“Kuaduin eomma, lihat saja. Biar uang jajanmu dipotong.”

▪︎▪︎▪︎

Pacar Percobaan
Chapter 22 | Done

▪︎▪︎▪︎

Haiii, besok nih waktu tempurnya. Sudah siap kah kalian, STAY?

Stay healthy, ya ^^

See ya

︎▪︎▪︎▪︎

To Be Continue

▪︎▪︎▪︎

Pacar Percobaan • Hyunjin ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang