Titik Awal

9 1 0
                                    

"Sayang," panggilku kepada cewek yang duduk di hadapanku.

"Hm?" sahut cewek itu malas. Matanya masih menatap layar landscape ponselnya.

"Ayo, dong," rengekku.

"Duluan, gih," kata cewek itu masih melanjutkan mabarnya, membuatku manyun.

"Adara Miller." Aku memanggil nama lengkapnya. Namun dia masih asyik dengan dunianya. Aku jengah. Bagaimana bisa dia mengabaikan aku sebagai pacarnya. Ya, dia pacarku. Kami baru 5 hari jadian, tapi rasanya sudah 5 abad. Kisah kami saat jadian pun bisa dibilang aneh seperti main-main. Aku yang sudah menyukainya sejak lama berniat menyatakan perasaanku. Waktu itu aku mengatakannya di kantin. Banyak yang menyoraki dan tidak sedikit bisikan-bisikan benci pada Dara. Sedangkan cewek itu? Ia malah memasang wajah polos yang menjadi favoritku. Aku masih mengingatnya.

🎮🎮🎮

"Dara, ayo pacaran," kataku santai. Tiba-tiba seisi kantin menjadi hening. Dara mendongakkan kepalanya, memasang wajah polos. Sedangkan ketiga cowok kakak kelas yang duduk bersama Dara menatapku heran.

"Gue suka sama lo, gue sayang sama lo, gue cinta sama lo. Gue mau lo jadi milik gue." Entah setan apa yang membuatku berkata seperti itu. Aku sebelumnya memang tidak pernah pacaran karena terlalu sibuk dengan akademikku. Banyak yang menyatakan cinta padaku, namun aku tidak pernah menerima mereka. Sebab yang ada di hatiku hanyalah Dara.

"Dih, Juna nembak Dara?"

"Dipelet kali."

"Mau aja sama cewe nolep kaya Dara."

Orang-orang di kantin bersiul. Ada pula yang tertawa menyoraki kami berdua, atau mungkin hanyak menertawakan aku.

"Terima!"

"Terima!"

"Terima, Dar,"

"Terima, woi! Ga cape apa jomblo terus!"

Dara menghela napas lalu menatapku. Tersenyum samar dan membuka bibrinya, "boleh," jawabnya singkat.

Aku tersenyum lebar dan mengangguk, "makasih, Ra."

"Kalau ga tahan bilang aja," katanya.

"Iya," balasku.

"Hm. Sekarang lo pergi. Gue mau mabar lagi." Oke, kami baru jadian dan Dara sudah mengusirku. Tidak masalah. Yang penting dia sudah jadi milikku.

🎮🎮🎮

"Woi! Pulang gak, lo?" Sebuah suara muncul dari arah pintu. Aku menengok, ternyata Dara. Sejak kapan dia ada di sana? Sepertinya aku terlalu asyik nostalgia.

Tanpa pikir panjang, aku berlari menghampirinya. Sampai aku berdiri di samping Dara, aku menggenggam jari-jari lentiknya itu. Dia mendongak menatapku dengan wajah datarnya.

"Mau sampe kapan pegang-pegangan gini?" tanyanya ketus.

"Eh iya, ayo jalan." Aku menarik tangannya dan berjalan menuju parkiran.

Sampai parkiran, tiba-tiba hujan mengguyur bumi. Aku segera menarik tangan Dara dan berlari untuk berteduh. Sampai di teras, Dara menatapku malas.

"Ngapain sih pake lari. Hujan air doang." 

Kenapa aku harus suka cewek modelan kayak Dara.

"Biar gak sakit, Sayang." Aku mengelus rambutnya yang basah.

"Kita gak bakal sakit kalau Tuhan gak ngasih." 

Kini aku diam mengalah. Tidak tahu harus ngomong apa lagi.

Kami terdiam cukup lama. Sampai aku kembali membuka suara.

"Ra." Aku menatap Dara yang memeluk tubuhnya sendiri. Dia pasti kedinginan.

"Hm?" sahutnya.

Dengan gerakan cukup cepat, aku melepas hoodie yang kupakai dan memakaikannya untuk Dara.

"Jun, gue bukan cewek lemah." Aku terdiam mendengar ucapan Dara barusan. Apa dia tersinggung? Ah, sudahlah. Dara memang aneh, dia sulit untuk ditebak. Namun, justru itu yang membuatku suka terhadapnya.

TBC.

Kadang, kita harus berani memulai sesuatu untuk mencapai sebuah perubahan. Sekalipun dengan cara yang sederhana.

MISSING USTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang