Boba!

5 0 0
                                    

Hari ini adalah hari ke-14 kami pacaran. Dara dengan tumbennya menelponku untuk mengajak jalan. Entah ada apa sampai Dara seperti ini. Setelah lima menit menunggunya di depan kost, Dara keluar dengan penampilan simple seperti biasa, celana jeans berwarna denim dengan atasan kaos putih yang terlihat sedikit kebesaran. Namun ada yang beda, sedikit polesan make up yang menghiasi wajahnya. Cantik sekali.

"Ayo." Tahu-tahu Dara sudah duduk di belakangku.

"Ke mana?" tanyaku.

"Warnet," jawabnya.

Mataku terbelalak mendengarnya, "ngapain?"

Dara tertawa mendengar pertanyaanku, "canda. Mau boba?" tanyanya. Aku mengangguk.

"Ayo, cepet!" perintahnya. Kami pun berangkat untuk beli boba. Sepanjang jalan aku tersenyum mengingat perubahan sikap Dara akhir-akhir ini.

Aku memarkirkan motorku di depan kedai. Setelah itu masuk dengan menggandeng tangan Dara. Dia menoleh ketika tangannya kusentuh dan tersenyum tipis yang membuatku secara otomatis ikut tersenyum.

Kami duduk berhadapan di bangku dekat jendela untuk menunggu pesanan. Aku menatapnya yang sibuk dengan ponsel. Sempat-sempatnya bermain ponsel ketika kencan. Tunggu, apa ini bisa dinamakan kencan?

Aku mendengkus kesal lalu memalingkan wajahku mengahadap jendela, memandang kesibukan orang-orang di jalanan. Tiba-tiba genggaman hangat terasa di tanganku, refleks aku menoleh dan mendapati Dara menatapku dengan tersenyum.

"Sorry, ya." Aku mengangguk singkat.

"Ra." Aku memperdalam tatapanku.

"Hm?" sahutnya.

"Lo ada rasa sama gue gak, sih?" Senyum Dara pudar mendengar pertanyaanku, genggamannya pun perlahan merenggang sebelum akhirnya dia sama sekali tidak menyentuh tanganku. Selama dua minggu aku menahan untuk tidak bertanya hal ini, namun untuk saat ini aku benar-benar tidak tahan.

Dara membuka mulutnya, sialnya suara mas-mas yang memanggil nama kami menghentikannya. Rupanya pesanan kami sudah jadi. Dara buru-buru berdiri dan mengambil boba kami. Aku mengusap wajahku gusar kemudian menyusulnya.

Sejak aku melontarkan pertanyaan tadi, tidak ada dialog sama sekali. Bahkan kini sudah lima menit lebih kami berdiri di depan toko sebab Tuhan menurunkan air-Nya tanpa ampun dengan guntur yang meneyertainya.

Aku melirik pacarku yang menundukkan kepala dengan memeluk tubuhnya sendiri. Tumben dia tidak bermain ponsel. Aku menghela napas. Apa dia masih memikirkan pertanyaanku tadi?

Pelan-pelan aku merangkul bahu Dara, tiba-tiba sebuah mobil melaju kencang. Dengan cepat aku berdiri di depan dia untuk melindungi tubuhnya dari cipratan air. Alhasil punggungku yang jadi korbannya. Aku menurunkan pandangan, mataku bertemu dengan manik coklat indah milik Dara. Kami saling menatap cukup lama sampai tak terasa wajah kami sangat dekat. Dara melingkarkan tangannya di leherku, dan aku memindahkan tanganku di pinggangnya. Aku sendiri tidak tahu kenapa berani melakukan ini di tempat umum.

Wajah kami semakin dekat, Dara memejamkan matanya. Sementara itu, aku terus mempertipis jarak antara kami. Sampai-sampai aku bisa merasakan hembusan hangat dari nafasnya. Hidung kami bertabrakan, akan tetapi suara petir menunda apa yang seharusnya terjadi setelah ini. Dara membuka matanya dan tertawa kecil sembari memukul dadaku dengan pelan, membuatku ikut tertawa.

"Kayaknya Tuhan gak ngasih izin buat kita lakuin hal bodoh di sini," ucapnya di sela-sela tawa.

"Kalau gak di sini dikasih gak, ya?" sahutku sambil nyengir, lalu beranjak pindah di sampingnya.

"Paan, sih." Dara berkata seperti itu sambil menyikutku. Aku tertawa lalu merangkul bahunya, dia membalas dengan mendaratkan kepalanya di bahuku. Berat, namun menyenangkan. Kami tidak lagi membahas pertanyaanku di kedai tadi. Lagipula aku sudah tidak butuh jawaban, dari sikapnya saja sudah dapat diketahui. Sore ini kami menikmati wangi hujan dengan kehangatan yang menyelimuti.

TBC.

Ketika seseorang benar-benar mencintaimu. Tanpa pernyataan satu kata pun, pasti kamu bisa merasakan cinta darinya.

MISSING USTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang