Jam sudah menunjukkan angka 17.05 dan aku masih duduk di depan bengkel bersama Dara. Hari ini kami pulang lebih sore karena tiba-tiba aku dipanggil guru pembimbing OSN untuk koordinasi. Aku sudah menyuruh Dara untuk pulang duluan, tapi dia tidak mau dan memilih menungguku.
Sepertinya ini hari sial karena ban motorku tiba-tiba bocor. Akibatnya sudah lima belas menit kami duduk di sini. Dara yang duduk di depanku sibuk dengan ponselnya. Entah apa yang dilakukannya, yang jelas bukan main game karena posisi ponselnya portrait. Aku menatap dia kesal, mencoba merebut handphone-nya namun tidak berhasil.
"Ngapain, sih?" tanyaku geram.
"Kepo," sahutnya, membuatku semakin kesal.
"Mas, motornya udah kelar." Aku menghampiri suara itu, membayar lalu mengambil motorku, dan bersiap membawanya pulang.
"Ayo, Ra." Ajakku saat sudah di depannya, Dara menyimpan ponselnya dan naik ke boncenganku.
"Nanti beli kue putu dulu, ya." Aku mengernyit mendengarnya.
"Hah? Emang masih ada yang jualan?" tanyaku.
"Biasanya di sekitar taman deket kosan ada," jawabnya. Aku mengangguk kemudian menjalankan motorku, bukan pulang namun ke taman beli kue putu.
Seperti biasa, di setiap jengkal kami melewati aspal tidak ada percakapan sama sekali. Namun ada yang berbeda sore ini, Dara melingkarkan tangannya di perutku. Tidak hanya itu, dia juga menyandarkan kepalanya di punggungku sembari bersenandung pelan. Aku tersenyum, sore ke tujuh belas yang tidak akan kulupa.
Kuhentikan motor di bawah pohon yang tepat di sebelahnya ada penjual kue putu. Suaranya berisik tanda tidak ada pembeli saat ini. Dara bergerak cepat ke arah gerobak tua itu, aku mengangkat ke dua sudut bibir melihatnya.
Begitu sampai di depan gerobak, Dara langsung pesan, "Pak, kue putunya sepuluh ribu, ya."
Seketika suara berisik itu hilang karena lubang-lubangnya telah tersumpal kue pesanan Dara. Setelah memesan, Dara ikut duduk di motor, bersandar di bahuku sambil memperhatikan bapak itu mengolah kuenya.
"Jun, kenapa ya bumi itu berputar?" Pertanyaan aneh keluar dari mulut Cewek Aneh.
"Kuasa Tuhan," jawabku singkat.
"Kalau bumi berhenti berputar, apa waktu juga bakal berhenti?" Aku menatapnya, bukan manik coklat yang ku dapat, namun wajah Dara yang memandang lurus ke depan. Matanya seperti menerawang.
"Kenapa nanya gitu, Ra?" Cewek itu menggeleng.
"Gue pengen sama lo terus," katanya dengan memalingkan wajahnya ke arahku. Aku tersenyum kemudian membelai rambutnya. Beberapa hari ini sikapnya berbeda, jarang sekali dingin dan jutek padaku, mungkin karena kami sudah menjalin hubungan selama 17 hari. Sehingga dia sudah mulai terbiasa denganku. Aku senang, namun tidak bisa dipungkiri, aku juga sedikit kangen dengan sikap galaknya.
"Neng, ini kuenya." Bapak itu hendak menghampri kami, akan tetapi Dara buru-buru turun dan mengambil kuenya.
"Ini, Pak. Kembaliannya ambil saja." Dara memberi uang berwarna biru dengan senyum ramah yang merekah. Damai sekali melihat seperti ini.
"Nuhun, semoga sehat terus, Neng." Dara mengangguk dan mengucapkan 'amin' tanpa suara, jangan lupakan senyum yang masih mengembang. Dia melangkah ke arah tempat duduk yang ada di depan motorku.
"Sini!" ajaknya. Aku pun turun menghampirinya.
Kulihat, Dara mengambil sepotong kue yang kemudian di sodorkan kepadaku.
"Aaaa!" serunya. Aku pun membuka mulut dengan bahagia. Mengakibatkan sepotong kue tersebut berakhir di mulutku. Tak mau kalah, aku pun juga menyuapinya, syukurlah dia tidak menolak. Sore ini, kami menikmati kue putu, sampai matahari perlahan menghilang. Mungkin enggan melihat dua remaja yang sedang kasmaran.
TBC.
Tuhan menciptakan waktu untuk dilalui. Setelah itu, semua yang berlalu menjadi sesuatu yang begitu jauh.
KAMU SEDANG MEMBACA
MISSING US
Ficção AdolescenteBagaimana jika putra sekolah yang begitu membanggakan dengan prestasi-prestasi akademiknya menjalin hubungan asmara bersama seorang gadis dingin juga pemalas bahkan hanya memedulikan game di kehidupannya. Arjuna Dewana yang cinta mati kepada Adara...